Mohon tunggu...
Ipung Purwanto
Ipung Purwanto Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Segala yang ada padaku hanya MilikNya...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Makna Qurban, Sate dan Jamban

17 Juni 2024   09:57 Diperbarui: 17 Juni 2024   11:21 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

DR. Budi Laksana 

Salam Sehat. Kita masuk suasana peringatan hari raya Qurban. Semua bahagia dan bersemangat. Yang miskin, dan jarang makan daging kambing sudah berangan buat gule dengan kuah banyak agar awet. Yang kaya dan mampu kurban, sudah berpikir siapkan meja BBQ, plate sate dll. Yang lain pokoknya ikut dan happy. Bukan umat Islam saja, tapi kalau kurban yg dapat semua orang, miskin atau kaya dikampung. Karena banyak orang kaya pun, bila tak dikasih, marah pada panitia. Beda kalau zakat fitrah beras putih. 

Kita semua mensyukuri dalam kultur Islam yang ada karena teladan dan ajaran semua Nabi Rasul Allah diikuti. Qurban adalah teladan dan ajaran Nabi Ibrahim, nabi semua agama keTuhanan, baik Yahudi, Katolik, Kristen maupun Islam. Tuhan menguji ketaatan, cinta Abraham, dengan minta kurban anaknya. (Jaman itu, kurban manusia masih lazim). 

Tentu berat tetapi cintanya pada Tuhan, membuat dia tetap lakukan. Ketika anak terkasihnya yang ikhlas juga siap di sembelih, Turun sabda Tuhan yg meluluskan ujian cinta Ibrahim dan digantikannya dengan kambing. 

Tentu tidak satu tetes darahpun Tuhan menerima dari kurban itu apalagi dagingnya. Daging diberikan pada hamba Tuhan lain sebagai sedekah. Makna dalam ajaran ini adalah kita sebenarnya tidak punya apa apa, kecuali titipan Tuhan. Kelak kita balik tanpa apa apa kecuali darma ilmu, kebaikkan, cinta dan iman. Harta terbaik pun kita tinggalkan. 

Koleksi pribadi 
Koleksi pribadi 

*Kurban bukan saat peringatan ini, tetapi tiap hari dalam hidup kita*. Peringatan ini cuma sebagai *pengeling*, refresh spirit. Kurban tentu bukan kambing, tetapi apapun milik kita dari Tuhan. Bukan untuk Tuhan, tetapi dibagi bagi sesama manusia, mahluk Tuhan. Maka kalau secara ritual bisa kurban kambing, adalah bagus, tetapi ingat, sekali lagi, bukan cuman kambing yang nanti kita sate bersama, tetapi kurban bisa berarti harta lain Seperti ilmu, waktu, sehat, harta dll. Untuk sesama. 

Siapa yang perlu mendapat kurban dari kita? Adalah mereka yang kurang, miskin, fakir dan kurang ilmu. Apakah indikator mereka yg miskin itu? Saya pernah lihat orang miskin minta makan, kita beri dan beberapa waktu lagi sudah lapar. Kita lihat pengemis di jalan, ehhh ternyata hasil ngemisnya sering lebih besar dari gaji bulanan kita. Maka orang yang perlu kita bantu adalah orang yang memang bisa kita lihat dimana tinggal nya, punya rumah kah? Dll. 

Dari pengalaman panjang menemui orang miskin, maka yang paling miskin adalah orang yang TIDAK PUNYA TOILET/WC keluarga. Standart ini bukan cuma secara standart lokal tapi secara internasional digolongkan miskin. Mereka rawan kena penyakit hingga *stunting*. Bahkan menyebarkan penyakit yang sekarang bisa kita lihat di statistik RS. 

Penyakit diare, thypus, desentri hepatitis A adalah pembunuh balita nomor satu, penyebab orang masuk RS nomor satu juga, termasuk bahayakan kita semua. Padahal membuat jamban, WC itu mudah murah dan cepat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun