Damai, berarti tidak ada apa-apa. Tanpa masalah, tidak mempermasalahkan, tiada kejengkelan, tiada ketidak sukaan yang bisa berkembang menjadi kebencian dan dendam, tiada keserakahan selalu bersyukur,
Seseorang akan sulit untuk damai, karena sadar atau tanpa sadar, Ego memimpin dalam pikirannya, perasaannya, ucapannya.
Merasa ide dan pendapatnya yang benar, yang lain tidak benar.
Merasa lebih pinter secara intelektual, tanpa menyadari itu bukan kebenaran.
Merasa sebagai pemimpin dan menganggap lainnya sebagai anak buah yang mesti menurut dan mengiyakan pendapatnya.
Ada nasehat dalam bahasa Jawa yang diajarkan dan menjadi pedoman hidup, dalam bahasa Indonesia, yaitu :
"Jangan Merasa Bisa, Tapi Bisa lah merasa"
"Jangan Merasa Bisa", merasa diri sendiri bisa melakukan segala hal, kehilangan kesadaran dan kewaspadaan,Â
Merasa pendapat dan segalanya harus diikuti dan dituruti dan hanya dia yang bisa.
"Bisa lah Merasa"
Bahwa pendapatnya belum tentu benar, pendapat-pendapat orang lain mesti didengarkan.
Merasa tidak mungkin bisa melakukan segalanya seorang diri, perlu kerja sama dalam merumuskan ide dan melaksanakan.
Berdebat mencari benarnya sendiri karena ego, membuat
seseorang menjadi kasar, berteriak, membentak dan memaki.
Hati menjadi berjauhan, sehingga mesti berteriak.
Berdiskusi dengan meletakkan ego, berbicara dari hati ke hati, tidak berebut berbicara. Mendengarkan dengan penuh perhatian sampai selesai dan berbicara dengan kasih sayang, lembut dan ramah, subhasita, pasti inspirasi mengalir, damai dihati.Â
Damai dihati, mengawali damai dengan orang lain.
Damai Dihati Damai Dibumi.
Tidak perlu lagi berteriak, cukup berbisik akan saling mengerti.
Tingkat lebih mendalam, cukup dengan pandangan mata, menganggukkan kepala, tersenyum, dan komunikasi terjalin dengan harmonis.
Alangkah indahnya.
Damai Dihati Damai Dibumi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H