24 Oktober 2016, Yusniar resmi menjadi tahanan kejaksaan dan kasusnya mulai disidangkan hari Rabu, 2 November 2016. Wanita muda yang sudah menikah namun belum dikaruniai anak ini harus mendekam di Rumah Tahanan Negara sambil menunggu keputusan sidangnya.
Kuasa Yang Tak Berimbang
Apa yang terjadi pada ibu Yusniar menambah panjang daftar korban undang-undang no.11 tahun 2008 atau yang lebih beken disebut UU ITE. Dari data yang dirilis oleh SAFENET dan dibuatkan infografis oleh Remotivi, terlihat bahwa sebagian besar pelapor yang menggunakan UU ITE berasal dari kalangan pejabat publik atau aparatur pemerintah.
Prosentasenya mencapai angka 50%, dari angka itu 40%-nya adalah pejabat negara seperti gubernur, walikota dan bupati. Mengikut di belakangnya dengan angka 14% adalah anggota DPRD/DPRD serta hakim dan jaksa.
Prosentase itu menunjukkan tingginya minat pejabat atau orang yang punya kuasa untuk menunjukkan eksistensi mereka dengan cara menekan orang yang lebih lemah. UU ITE, utamanya pasal 27 ayat 3 dipandang sebagai alat yang paling pas untuk melegitimasi kekuasaan.
Kedua, dalam status sosial Yusniar juga kalah. Dia tinggal di sebuah rumah panggung sederhana bersama dua keluarga lainnya. Mereka hidup berdempet di rumah yang sempit. Berbeda dengan Sudirman Sijaya yang bisa kita tebak kehidupannya sebagai seorang anggota DPRD.
Ketiga, Yusniar adalah seorang perempuan yang dalam status sosial kadang masih dianggap sebagai warga negara kelas dua dengan kekuasaan yang terbatas. Jadi tiga alasan itu sepertinya sudah lengkap untuk menunjukkan adanya relasi kuasa yang tidak berimbang.
Dalam keterangan terpisah yang ditayangkan di Kompas TV hari Kamis, 3 November 2016, Sudirman Sijaya mengaku sakit hati atas status Yusniar di Facebook. Menurutnya, dia datang dengan maksud memediasi pertikaian dua saudara tiri itu, tapi oleh Yusniar justru dimaki dengan kata-kata; anggota DPRD t*lo (t*lol) dan pengacara t*lo.
“Kalau memang dia datang sebagai mediator, harusnya dia bersikap adil dan datang dengan persetujuan kedua pihak. Bukan datang bersama rombongan yang mau merusak,” bantah Azis Dumpa, penasehat hukum Yusniar yang ditemui di kantor LBH Makassar.
“Status yang dibuat Yusniar menurut saya wajar, namanya orang kecewa dan kesal. Siapapun kalau rumahnya didatangi ratusan orang yang mau membongkar paksa pasti akan trauma,” tambah Azis Dumpa lagi.