Selimut Debu juga menceritakan tentang tradisi bachabazi. Tradisi yang sudah mengakar ratusan tahun pada suku Pashtun di Afghanistan, tradisi yang memungkinkan para pria dewasa menyodomi lelaki-lelaki muda demi kepuasan seksual mereka. Beragam alasan yang melatarbelakangi tradisi ini, salah satunya karena begitu tertutupnya pergaulan antara pria dan wanita di Afghanistan atau mahalnya harga mahar untuk bisa meminang seorang wanita Afghan.
Selimut Debu adalah sebuah memoar tentang sebuah negeri yang kadang lebih kita kenal sebagai negeri yang asyik masyuk dengan perang. Banyak cerita dan fakta tentang Afghanistan yang diceritakan dengan sangat runut oleh Agustinus Wibowo dalam buku Selimut Debu.
Membaca Selimut Debu, kita akan bersyukur bahwa kita lahir dan besar di Indonesia, negeri yang relatif lebih aman meski masih saja dirundung berbagai kesulitan. Ragam kesulitan yang kita rasakan di Indonesia ternyata tidak ada apa-apanya dibanding dengan kesulitan rakyat Afghan yang sangat akrab dengan kemiskinan dan kemelaratan di negeri yang tak kunjung damai.
Anda yang menyukai laporan perjalanan bernuansa jurnalistik pasti akan menyukai buku ini. Berbagai renungan tentang kehidupan ikut tersaji dalam buku setebal 461 halaman ini. Terima kasih untuk Agustinus Wibowo yang karena kecintaan, keteguhan hati dan rasa penasarannya yang luar biasa besar itu memungkinkan buku Selimut Debu ini hadir di tangan kita para pembacanya.
Tashakor ya Avgustin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H