Mohon tunggu...
Bhakti Susila
Bhakti Susila Mohon Tunggu... Lainnya - Freelancer

Bhakti Susila, S.AB; adalah alumni jurusan Ilmu Administrasi Bisnis, Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya. Karya Puisi yang dipublikasikan berjudul Pangeran Diponegoro, Ade Irma Suryani, dan Mahabbah di Channel Youtube Pena Artas dan Puisi berjudul “Waktu" di Roli Konten Kreasi tanggal 14 Februari 2020 di aplikasi Roli – Telkomsel

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Akal dalam Islam (Mazhab Rasional versus Mazhab Tradisional)

20 Februari 2021   04:51 Diperbarui: 20 Februari 2021   05:44 1040
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu fungsi akal bagi mutakallimn adalah pembelaan (apologi) terhadap prinsip-prinsip agama, sedangkan bagi fuqaha, akal digunakan untuk menetapkan hukum syariat dan kemaslahatan sosial.

Kaum tradisional, ahl ads, adalah kelompok orang-orang yang berpegang teguh pada teks al-Qur'an, sabda Nabi Muhammad, fatwa sahabat, dan kesepakatan para ulama salaf. Ulama tradisionalis berkeyakinan rasio manusia hanya kemampuan biasa manusia dan akal sendiri bisa menyebabkan kesesatan karena berdasar dugaan. Walaupun demikian, namun bukan berarti Ulama tradisionalis seluruhnya menolak kemampuan akal.

Imam Syfi',  ulama ahl ads yang meyakini bahwa akal merupakan salah satu alat untuk memahami agama dan modal utama dalam istibth hukum kemudian beliau merumuskan dan membakukan metode qiys dalam kitabnya Ar-Rislah.

Ibn azm al-Andalusi, ulama tradisional bermazhab Zahiriyyah dari Andalusia, Spanyol mengapresiasi kemampuan akal sebagai alat untuk mengupas kebatilan dan menyibak kebenaran. Akal menurut Ibn azm lebih tinggi dari indra, namun Ibn Hazm menolak penggunaan ra'yu. Ibn Hazm menggunakan metode deduksi dalam ushul fiqh, yaitu al-dalil mirip dengan konsep ilmu logika (Maniq).

Ibn Taymyyah dan Najm al-Dn al-Thfi, imam dari mazhab anbilah (tradisional) yang cukup liberal. Ibn Taymyyah berpendapat bahwa menerima setiap yang datang dari pemahaman wahyu, pasti tidak bertentangan dengan akal sebab wahyu dari Allah dan akal adalah salah satu dari makhluk Allah, keduanya tak mungkin bertentangan. Najm al-Dn al-Thfi mengatakan bahwa maslahat adalah mu'tabar bi al ra'yi (keputusan yang mu tabar menurut akal) sehingga jika ada pertentangan antara maslahah dengan nash, maka maslahah lebih didahulukan ketimbang nash.

Konsep dan fungsi akal menurut ulama tradisional dianggap penting, namun karena mereka memegang teguh dan meyakini wahyu Allah dan tradisi ulama salaf terdahulu adalah hujjah terpenting dalam agama, para ulama tradisionalis cenderung menempatkan akal di bawah Al Qur'an dan tradisi ulama terdahulu.

Sumber: Artikel diringkas dan dikutip dari

KEDUDUKAN AKAL DALAM ISLAM: PERDEBATAN ANTARA MAZHAB RASIONAL DAN TRADISIONAL ISLAM oleh Reynaldi Adi Surya, SMK Voctech 1 Tangerang Kota Tangerang, Banten, Indonesia

Alamat email: adisuryareynaldi@gmail.com

USHULUNA: JURNAL ILMU USHULUDDIN Vol. 5, No. 1, Juni 2019, (1-21)

ISSN: 2460-9692; E-ISSN: 2721-754X http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/una

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun