Mohon tunggu...
Ipon Semesta
Ipon Semesta Mohon Tunggu... Seniman - Seniman

Seniman. Melukis dan Menulis. Mantan Jurnalis Seni dan Budaya. Ketua PERSEGI (Persaudaraan Seniman Gambar Indonesia)

Selanjutnya

Tutup

Seni

Beberapa Kenangan Almarhum HENDRA GUNAWAN - Berang-Berang Garang

13 September 2024   12:23 Diperbarui: 13 September 2024   12:27 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto koleksi pribadi, buku Apresiasi Seni thn 1985 Input sumber gambar

Membaca kembali riwayat Hendra Gunawan, seperti mendengar sepotong tembang kenangan sambil mengamati lukisan realisme setengah cangkang kelapa tumbang di tepi sungai. Hendra Gunawan bagai seekor berang-berang liar nan garang. Sejak dalam pikiran, ia mengamati pergerakan ikan-ikan berenang disungai yang kotor. Ia melihat sebagian ikan-ikan mati, hanyut terbawa arus. Sebuah kisah perjalanan kesenimanan yang sedang dikenang dan dibincang 

Hendra Gunawan laiknya frasa yang tidak berdiri sendiri. Ia rangkaian kata yang berada diantara kata-kata lain, sebagai penghubung atau penjelas kalimat. Sosok seniman pendamba terang dengan sepercik api, ia kobarkan perlawanan yang kemudian membuatnya dipaksa berkarya di ruang "antara". Sikap dan pemahamannya dianggap berbahaya (menurut dekrit saat itu). Ia di cap sebagai seekor sapi blo'on yang lebih membutuhkan cemeti daripada manut kepada penguasa. 

Setelah menunaikan masa "bertapa", Hendra Gunawan terharu menitikkan airmata mendengar kabar tentang Pasar Seni Ancol. Kabar itu kembali memantik semangat kesenimanan Hendra Gunawan. Melembayang dalam ingatan, menguar efek fiksasi-deret peristiwa lama-pedih dan susah, yang dengan rapih ia rekam dan simpan. Setelah itu, baginya; hidup tak sekadar mengumpulkan uang dan membeli puing-puing nama benda atau menulis dan mengingat deret peristiwa. Setelah mendengar kabar gembira dan pertemuannya dengan Ciputra, Hendra Gunawan lebih pandai menimbang suara-suara dengan rasa, kata-kata dengan nalar rasional, hitungan dengan perasaan. Sebelum dunia logika menawarkan dirinya, sebagai jembatan utama suatu pilihan. 

Kedekatannya dengan Suluh Sudarmaji (manager Pasar Seni Ancol saat itu), membawa Hendra Gunawan membuka sebuah rahasia. Menuturkan kepedihan. Segmen itu sampai ke telinga Ciputra. Dan, menjadi catatan penting Ciputra. 

Kali pertama Hendra Gunawan memasuki Pasar Seni Ancol, ia merasa telah mencapai mihrab personalitas sikapnya sebagai seorang seniman yang sebelumnya dinilai berbahaya dan "berbeda" di lingkaran kehidupan yang lumrah, datar, klise, tidak memendam geliat ide, usungan konsep, dan gejolak perjuangan meski karya-karyanya tampak berusaha "merumuskan" komunikasi dengan publik namun tidak semata "membela" perasaan. 

Pengaruh Hendra dalam dunia seni rupa Indonesia sangat besar, dan dikenang sebagai pelukis yang mampu menangkap esensi kehidupan rakyat kecil dengan sangat mendalam dan penuh empati. Karya-karyanya tidak hanya menjadi bagian dari sejarah seni Indonesia, tetapi juga menjadi inspirasi bagi generasi seniman berikutnya.

Pada tahun 1937, Hendra Gunawan bersama Affandi, dan S. Sudjojono membentuk PERSAGI atau Persatuan Ahill Gambar Indonesia. Pembentukan sekaligus jawaban yang dilatarbelakangi dari kekecewaan atas sikap Basoeki Abdullah yang dianggapnya terlalu eksklusif. 

Pertemuan Hendra Gunawan dengan Ir. Ciputra semacam pertemuan untuk memberikan panduan pemahaman membaca grafik candlestick ke Hendra Gunawan yang kemudian pemahaman itu ia dedikasikan ke seniman lainnya. Sosok Ciputra dianggap lebih paham membaca grafik candlestick, memprediksi arah harga dan memuliakan karya seni dan kehidupan seniman dalam menemukan posisi dan kondisi terbaik. Bagi sebagian seniman (kala itu), sosok Ciputra dan karya seni bagai sebuah pergerakan aset atau pair mata uang dan kemuliaan yang merujuk kepada pergerakan grafik harga karya seni, khususnya karya seniman Indonesia di masa sebelumnya.

Setelah melampaui fase yang pernah membuatnya serupa bakteri tabah, Hendra Gunawan berharap ke seniman setelahnya-tidak larut dan merasakan sulitnya berkesenian. Camkan! 

*Ipon Semesta - ketua PERSEGI (Persaudaraan Seniman Gambar Indonesia). Pasar Seni Ancol 13 September 2024 ***

-----------------------------------

BEBERAPA KENANGAN ALMARHUM HENDRA GUNAWAN

Oleh Agus Dermawan T.

Ketokohan Hendra Gunawan dalam bidang seni rupa dan terutama seni lukis agaknya telah mengguncang banyak orang. "Satu lukisan sejarah konflik Pangeran Sumedang lawan Daendels. Di mana orang orang rodi digantung di ponon pohon sepanjang jalan jurang yang dibikin, telah saya persermbahkan kepada museum Jawa Barat di Bandung ukuran 4 kai 2 meter. Lukisan pekuburan terbuka "Trunyan" dan "Perang Buleleng" Bali, keduanya 4 kali 2 meter telah saya persermbahkan kepada Pemda Bali untuk museum. Satu Lukisan "Perang Diponegoro" ukuran 5 kali 2 meter bila sudah selesai akan saya sumbangkan kepada Pemda Jawa Tengah. Dan juga lukisan "Pangeran Diponegoro Terluka" akan saya persembahkan kepada Jatim (Jawa Timur, adt). Dan seterusnya di 4 daerah, Sumatera, juga di Kalimantan, Sulawesi, Ambon, dan Lombok, saya akan berbuat serupa sambil pameran dalam kuran besar. Karena saya cinta kepada tanah air dan para pahlawannya. Memang banyak yang mencela, "pada pemerintah koq memberi, bukan sebaliknya!" Tapi itu bukan watak saya. Maafkan saya.

MEMBAKAR LINGKUNGAN

Cita-cita pelukis yang mengaku hidup "dari sisa-sisa makanan yang terciprat pada taplak meja makan orang-orang kaya" itu memang bisa menggetarkan. Dan Hendra Gunawan bukan hanya berbicara. la juga berbuat sejalan dengan potensi estetik serta kekuatan fisik yang dimilikinya. Sepak terjang dan udara yang keluar dari mulutnya ialah satu kesatuan yang lekat dan tak mampu dipisahkan. Dari kenyataan tersebut, pelukis S. Sudjojono, yang hadir dalam pertemuan itu mengatakan bahwa figur Hendra dan karyanya adalah suatu unicum. Watak dirinya, prinsip-prinsip hidupnya selalu menyatu dengan wujud karyanya. Sikapnya yang revolusioner mendekam pekat dalam bentuk serta warnanya yang dimanifestasikan. Karya Hendra adalah diri Hendra, dan sebaliknya.

Sosok lukis Hendra Gunawan semakin jelas. Dengan sertamerta ia semakin terangkat sebagai orang besar. Sebagai manusia Indonesia yang telah menghasilkan karya monumental. Karya piktorialnya memilik kekhasan, kharisma, memiliki daya serap, serta memiliki libatan erat dengan gemuruh cuaca kehidupan rakyat Indonesia dari masa ke masa.

Lukisan-lukisan Hendra Gunawan memang mempunyai daya tonjok sendiri di tengah sejarah seni rupa kita. karakter bentuk yang kewayangan dengan geliat gerak yang hidup serta menguasai ruang, menampikan suasana riuh rendah. Sementara itu warna-warnanya memberikan atmosfir matahari Timur. Yang benderang dan berkobar-kobar. Akan hal wama ini seorang ahli prikologi warna dari negeri Belanda memberikan komentar positif. Bahwa wama-warna Hendra Gunawan ialah warna-warna yang terbit dari celah benak pelukis dalam arti sebenar benarnya. Bukan dari pikiran dan bukan dari imu wana yang sering kali diajar-ajarkan. Warna-warna karyd Hendra adalah warna mutlak. Karena itu sangat orisinal.

Pelukis Abas Albasyah juga memberikan dukungan yang tinggi. Ia mengatakan bahwa pada zaman revolusi dulu, ada 3 tokoh yang sangat dia kagumi. Mereka adalah S. Sudjojono, Affandi, dan Hendra Gunawan. Hendra, kata bekas rektor STSRI "Asri" ini, adalah tokoh yang bisa membakar situasi penciptaan dengan semangatnya yang tak kunjung reda.

Beliau selalu membakar dirinya untuk memanaskan lingkungan. Beliau bersedia jadi abu untuk kepentingan banyak orang." Selanjutnya Abas juga mengatakan bahwa Hendra Gunawan adalah manusia yang begitu tegar memegang garis perjuangan. Garisnya lurus membentang. Jelas perspeksinya. Dan jelas sumbernya. Dan Hendra Gunawan yang sejak semula sangat benci dengan orang malas siap ditancap sebagai motor penggerak revolusi seni rupa yang sedang mengambil ancang- ancang untuk meletup.

Dalam pertemuan tersebut segala hal mengenai Hendra Gunawan berusaha dikorek. Yang baik, yang buruk, yang tegar digdaya, sekaligus yang romantik mengharu-biru. Untuk yang terakhir ini Ciputra memiliki catatan yang menarik. Yang bersumber dari penuturan pribadi Hendra kepadanya dan kepada Suluh Sudarmaji yang waktu itu mash menjabat manager Pasar Seni Ancol

"Pada waktu pertama kali saya masuk ke Pasar Seni saya keluar kembali dan pergi ke bawah pohon supaya tidak dilihat orang Begitu Hendra dikisahkan mengawall ceritanya.

Di bawah pohon tersebut saya menangis tersedu-sedu, karena teringat pada waktu saya masih belajar melukis dan saya harus menjajakan lukisanku sendiri ke luar masuk kampung untuk menjual dan pernah ditutup pintu pagar oleh seorang ibu pada saat saya mendekatinya. Karena ia tidak ingin repot-repot menolak membeli lukisan saya yang pernah tidak makan karena tidak punya uang. Tetapi sekarang para seniman sudah tak perlu melakukan hal yang saya alami. Mudah-mudahan mereka yang berada di Pasar Seni dapat menjadi seniman-seniman yang baik tanpa menderita lapar seperti saya dulu. Kemudian sesudah tangisku habis baru saya berani masuk ke Pasar Seni Dan lagi pada waktu saya di penjara membaca telah ada Pasar Seni maka saya meneteskan air mata juga

Karena Basoeki

Hendra Gunawan yang romantik, tegar sekaligus garang, akhirnya memang tinggal kenangan. Yang manis, bahkan sampai yang begitu pahit ketika ia harus mendekam di penjara selama 10 tahun karena teribat G 30S/PKI, menjadi ingatan banyak orang. Juga pada apa yang terjadi di Pasar Seni Ancol tanggal 23 Oktober 1978 lampau Pada hari Itu Hendra Gunawan terlibat dalam acara tanya jawab formal dengan khalayak ramal Dan apa yang disuarakan sebagai jawaban, agaknya patut dicatat.

Di antaranya inilah yang terpenting.

Pada kesempatan itu ada seorang yang bertanya, api apa yang menyulut nasionalisme seorang Hendra Gunawan, sehingga la nampak selalu berapi-api sejak tahun 1935? Atas pertanyaan itu Hendra menjawab bahwa tak ada api. Yang ada adalah kenyataan tentang Indonesia yang dinjak-injak oleh kaki penjajahan.

"Namun pendorong tambahan dari ketegasan patriotisme kami (seniman-seniman Bandung termasuk Hendra Gunawan sendiri, adt) adalah kedongkolan kami pada Basoeki Abdullah. Kala itu Basoeki Abdullah baru pulang dari Belanda dan menyelenggarakan pameran di toko buku Kolff jalan Noordwijk (sekarang Jn. Ir. H. Juanda, Jakarta, adt) Tempat ini adalah daerah pertemuan tuan-tuan kontrak tertinggi di negeri ini. Nah, kami yang termasuk kelas bawah tak bisa masuk. Tetapi kami tih nekad. Akhirnya, saya dan Affandi berusaha menerobos ke sana. Sebelum menerobos, jiwa kami telah terisi harapan-harpan manis bahwa kami si anak-anak melarat akan diajari melukis oleh Tuan Basoeki Abdullah. Karena itu pak Affandi segera berangkat ke rumah Pak Cokro Suharto, seorang dokter nationalis yang mengawini Trijoto, adik Basoeki Abdulah. Di rumah Pak Cokro Suhartol Basoeki menginap. Pak Affandi datang pukul 5 sore, dan Basoeki baru keluar pukul 7 malam. Dan ketika Basoeki mengenalkan pak Affandi kepada pak Cokro Suharto, Basoeki berkata spreekt in goed Hollands, yang artinya berbicaralah kamu dalam bahasa Belanda. Mendengar perintah itu kontan Affand melongo. Karena terialu lama melongo Basoeki Abdullah lantas menganggap Pak Affandi tak bisa bahasa Belanda. Padahal Pak Affandi itu sebenarnya menguasai Belanda, juga Inggris, Perancis, dan Jerman. Pak Affandi melongo hanya karena heran. Ngomong sama orang pribumi koq pake bahasa Belanda!

Di lain saat saya pergi ke Pak Abdullah Suriosubroto, ayah Basoeki itu. Saya sebelumnya memang sudah kenal baik, karena sering ke rumahnya di Gang Aceng Bandung. Dari pak Abdullah ini saya mendengar Basoeki pernah mengatakan bahwa Hendra een lelijke jongen, atau Hendra itu anak busuk. Bahkan Basoeki katanya pernah menggugat ayahya yang menerima murid-murid melukis. Dikatakannya bahwa mengajar melukis itu sama dengan melahirkan kongkurensi bajingan.

Menyadari itu, saya dan Pak Affandi naik pitam. Kami lalu berkumpul dan mempersiapkan ledakan. Dari situlah di antaranya patriotisme kami terbangunkan. Dari situ pak Affandi terbangunkan. Sudjojono terbangunkan, yang lalu melahirkan Persagi atau Persatuan Ahill Gambar Indonesia tahun 1937 itu. Tetapi begitu, kami toh tidak pernah tidak mengaku bahwa kami memang murid-murid dari guru-guru kami yang ternyata adalah pelukis-pelukis pasar. Pelukis-pelukis jalanan.

Dari semangat perjuangan itu Hendra Gunawan lalu melukiskan isi jiwanya dengan cara-cara realistik ekspresif. Emosinya nampak terhunjam dalam kanvas-kanvasnya. Namun bentuknya masih jelas terlihat, dan menggigitkan persoalan kepada penikmatnya, Gaya itu dibawanya sampai ujung hayatnya. Dari kenyataan tersebut lantas ada yang bertanya, apakah ide lukisan Hendra yang dahulu dengan yang sekarang masih berada dalam garis yang sama, padahal situasi negara dan penciptaannya telah jauh berbeda? Atas pertanyaan itu Hendra menjawab.

"Tetap pada garis yang sama Ide dari lukisan saya adalah tetap untuk memperjuangkan suatu keindahan, keindahan terbaik di Indonesia. Dan keindahan terbaik itu harus diterjemahkan secara luas. Misalnya, perjuangan bangsa untuk mencapai kemerdekaan 45 dengan pengorbanan sekian ribu ton darah, adalah keindahan yang luar biasa. Kesibukan manusia Indonesia dalam membangun masyarakat yang terbebas dari rasa lapar adalah keindahan pula. Karena itu, ide-ide dari karya-karya saya yang realistik, memang tak pernah habis atau berubah"

Dan bagaimana dengan gaya, atau aliran kesenilukisan? Apakah ketetapan Hendra Gunawan pada realisme menunjukkan kemapanan dan ketakmampuan kesenimanannya untuk melahirkan inovasi?

"Masalah aliran itu sekunder. Yang primer ialah apa yang dikemukan oleh si pelukis kepada orang banyak. Bukan pada cara pengungkapannya. Untuk hal itu seorang pelukis harus jujur kepada dirinya sendiri. Kalau tempatnya memang di realisme, ya terus saja di realisme. Jangan membohongi diri sendiri. Sebab nanti hasilnya sama dengan membohongi orang lain.

Pasar Seni 8 Februari 1985 

Editor Agus Dermawan T.

Sumber: Buku APRESIASI SENI laman 97-99, tahun 1985. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun