Mohon tunggu...
Ipon Semesta
Ipon Semesta Mohon Tunggu... Seniman - Seniman

Seniman. Melukis dan Menulis. Mantan Jurnalis Seni dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Seni

Pasar dan Pandangan tentang Seni

7 September 2024   23:10 Diperbarui: 7 September 2024   23:15 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto artikel dari majalah Pesona Impian April 1991 Input sumber gambar

Di majalah Pesona Impian terbitan April 1991, ada sebuah artikel dengan sub judul Catatan Kecil ditulis oleh kritikus seni rupa Dr. Sanento Yullman-catatan dalam rangka hari jadi Pasar Seni Ancol ke 16. Di paragraf awal dan seterusnya, Dr. Sanento Yullman mengatakan: menjual karya lukis bukanlah "transaksi komersial" melainkan sedang "transaksi spiritual" karena ada anggapan bahwa seni itu sakral---->  saya mengantar kata: Dalam sejarah estetika, seni itu dibangun oleh akal, oleh teori dan logika koherensi. Begitu membuat konsep karya, tema, objek, tehnik, media, judul, narasi, harga, dan melakukan seleksi, kombinasi, berarti melakukan kerja logika. Begitu menyusun sebuah komposisi warna (sains dari warna)--seperti menambah detail, membuat konvensi warna, mengurangi, menarik perbedaan--berarti telah melakukan kerja logika. Sedangkan logika tidak bertentangan dengan intuisi, atau sains tidak bertentangan dengan seni. Karena, memang harus dipahami bahwa karya seni itu adalah logika, intuisi, sains. Karya seni juga adalah filsafat dan spiritualitas--maka anggapan seni (karya lukis) tak beda panci tua atau perlengkapan dapur lainnya tidak akan terpikirkan.

Seniman bertanggungjawab dan berusaha untuk tidak menyangkal peran akal dan ilmu dalam seni. Karena jika tidak, akan terus berada dalam kondisi buta estetik dengan membuat seolah seni adalah misteri yang tak terpecahkan, goib, setingkat dengan Yang Maha Indah. Padahal betapa tidak enaknya ketika karya seni dinilai orang lain tanpa ukuran yang jelas, subjektif, tanpa sistem penilaian yang koheren dan valid secara argumen. Kenapa pandangan eksklusifitas estetik begitu terus dipertahankan. 

Ipon Semesta - Ketua PERSEGI (Persaudaraan Seniman Gambar Indonesia)

 --------------------------------

PASAR dan PANDANGAN TENTANG SENI

Catatan kecil

menyambut ulangtahun Pasar Seni Ancol

Oleh: Dr. Sanento Yullman

Ada dua pandangan tentang seni. Yang pertama melihat seni sebagai barang mulia atau istimewa. Dalam pandangan ini seni harus diwadahi di tempat khusus, bukan di tengah barang dan kesibukan hidup sehari-hari yang prosaik atau profan. Seni itu sakral: untuk menemuinya diperlukan tempat khusus dan kesempatan khusus. Maka pusat kesenian adalah sebuah kantong angker dan tenteram, berpagar tinggi dan rapat, terlindungi dari kesibukan dan kebisingan kota metropolitan sehari-hari. Dengan kata lain, sebuah taman atau sebuah benteng ("baluwarti" kata orang Surakarta Hadiningrat).

Dalam pandangan kedua, sebaliknya. Seni itu biasa. Sudah sewajarnya seni berada dalam ruang sehari- hari, menyertai hidup sehari-hari. Memang, mungkin ada seni religius. yang khusus, yang sakral, yang memerlukan tempat dan kesempatan istimewa untuk menemuinya. Tetapi seni itu demikian karena ia religius, bukan karena ia seni. Pada umumnya seni sudah sewajarnya menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari kebanyakan orang.

Saya kira Pasar Seni Ancol lahir dari pandangan kedua itu. Pandangan itu, pada dasarnya, demokratis. Jika seni itu biasa, maka tak ada keberatannya seni lukis diperjual-belikan bersama cenderamata dan sebarang seni kerajinan (atau "seni" kerajinan, dengan tanda kutip menurut sebagian orang yang kurang demokratis) bahkan bersama makanan dan minuman sekalipun: diperjualbelikan di pasar.

Tentu saja, berbicara secara ekonomi, pasar ialah di mana biasa terjadi transaksi jual-beli. Tetapi menyangkut seni, pernah seorang guru besar yang juga pelukis mengutarakan ajaran penting di suatu perguruan tinggi. Dalam hal pameran seni lukis, katanya, bukanlah "transaksi komersial" yang terjadi ketika seseorang membeli lukisan, melainkan "transaksi spiritual". Memang bagi banyak orang, dalam galeri seni atau pun taman kesenian tidaklah mungkin terjadi pasar, karena di sana hanya terjadi "transaksi spiritual".

Di Ancol orang berani menyebut barang dengan namanya, dan di sini sebuah tempat tidak raqu mengibarkan nama "pasar seni". Dengan pandangan yang demokratis orang pun tidak ragu untuk menamai aneka ragam barang dengan sebutan "seni". Pengertian seni dapat didorong ke arah yang amat mendasar dan luas sehingga dapat mewadahi perbedaan yang untuk sebagian orang menciptakan kotak-kotak dan tingkat-tingkat yang dianggap hakikat atau prinsip. Sebaliknya, pandangan demokratis berpijak pada dasar yang luas itu, sehingga dapat merangkum perujudan seni yang anekaragam, yang berbeda- beda dalam asal-usul, lingkungan (antara lain sosial dan budaya), dan fungsi: pendeknya, berbeda-beda dalam konteks

Inilah pluralisme estetik. Di Pasar Seni Ancol orang membuat dan menjual anekaragam seni tidak semua anekaragam barang itu, pusat kesenian atau galeri seni dapat menerima dan menjualnya.

Pasar Seni Ancol jalan, kalau tidak bahkan berkembang. Warganya, dengan segelintir kekecualian, nampaknya cukup puas. Yang mungkin tidak amat didasari ialah bahwa kehadiran pasar ini melibatkan, meskipun barangkali hanya tersirat, sebuah pandangan tentang seni. Pandangan ini pada hemat saya penting, sehingga perlu menjadi lebih jelas termasuk. dan terutama, bagi warganya sendiri dan perlu diperkembang: pandangan yang perlu artikulasi. Dalam situasi di mana pasar lukisan, di luar Pasar Seni Ancol ini, kalut (termasuk dengan munculnya harga-harga yang melambung "menggila"), kondisi macam apa (termasuk kebijaksanaan tentang harga dan tentang pembeli sasaran) yang dipandang layak oleh para warga pasar Seni Ancol, sesuai dengan dasar pandangan, dan dengan mekanisme, Pasar ini? Jika pasar seni itu pasar seni, sikap serta upaya apa selayaknya dipegang oleh para warga? Untuk menjawab pertanyaan ini, dan banyak lagi lainnya, bukan saja dasar pandangan yang disinggung di muka perlu diartikulasikan, tetapi juga perlu dijabarkan.

Pasar Seni Ancol tentunya mempunyai kekurangan sehingga perlu perbaikan oleh para warganya. Tetapi oleh kondisi dasarnya, dan oleh dasar pandangan yang tersirat dalam kehadirannya, Pasar Seni Ancol dapat menawarkan alternatif yang turut menyumbang bagi sehat dan baiknya kehidupan seni rupa di negeri ini. Inilah fungsinya yang luas, yang dipikul juga, tentunya, oleh para warga Pasar ini.

Jakarta, 15 Februari 1991

Sumber: Majalah PESONA IMPIAN April 1991

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun