Mohon tunggu...
Ipoel Huda
Ipoel Huda Mohon Tunggu... -

hanya inging berbagi ilmu yang hanya sebesar kuku kucing...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Amar Ma'ruf Nahi Munkar Tidak Harus dengan Kekerasan

15 Februari 2012   07:03 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:37 370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemuda itu datang untuk meminta rekomendasi zina kepada Rasulullah saw meskipun ia sudah berislam. Sebelumnya dia memang sangat gemar berzina dan ketika memeluk Islam dia merasa berat untuk meninggalkannya. Para sahabat yang kebetulan hadir terbakar emosi dan memarahi pemuda yang dianggap hanya menuruti hawa nafsu belaka. Rasulullah meminta kepada para sahabat untuk membiarkan pemuda itu. Lalu beliau menyuruh pemuda itu untuk mendekat kepada beliau dan setelah ngobrol ringan beliau pun bertanya.

“Wahai pemuda, relakah kamu jika ibumu dizinai?”
Tanpa pikir panjang pemuda itu langsung menjawab.
“Tidak ya Rasul.”
Rasulullah bertanya lagi.
“Relakah kamu jika saudarimu dizinai?”
“Tidak ya Rasul.”
“Relakah kamu jika putrimu dizinai?”
“Tidak ya Rasul.”
“Relakah kamu jika bibimu (saudari ayahmu) dizinai?”
“Tidak ya Rasul.”
“Relakah kamu jika bibimu (saudari ibumu) dizinai?”
“Tidak ya Rasul.”
Beliaupun tersenyum lantas bersabda,
“Bagaimana orang lain akan rela, padahal
kamu sendiri tidak rela dengan hal itu.”

Beberapa saat pemuda itu terdiam, merenungi apa yang barusan dikatakan Rasulullah dan gejolak lara dihatinya andai saja orang – orang yang ia sayangi dizinai orang. Akhirnya ia pun tersadar dan segera bertaubat meninggalkan zina untuk selamanya. (al hadits)

Begitulah sesekali Rasullah melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar, Rasullah tidak selalu menggunakan kekerasan. Adakalanya beliau lebih mengutamakan lisan yang justru kadang lebih meresap kedalam hati seseorang. Dalam melakukan amar ma’ruf dan nahi mungkar kita memang harus melihat kondisi dari orang yang kita ajak bicara terlebih dahulu sebelum memilih cara yang tepat dalam melakukan nahi munkar kepadanya.

Memang dalam sebuah hadits disebutkan :

Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda, “Barang siapa di antara kamu yang melihat kemungkaran, maka hendaklah ia merubah (mengingkari) dengan tangannya, jika tidak mampu hendaklah ia merubah (mengingkari) dengan lisannya, jika tidak mampu hendaklah ia merubah dengan hatinya, dan itulah keimanan yang paling lemah.” (HR. Muslim)

Namun disini bukanlah kita diajarkan kemudian berlaku keras kepada pelaku maksiat dengan menggunakan senjata.

Imam Al Marrudzy bertanya kepada Imam Ahmad bin Hambal, “Bagaimana beramar ma’ruf dan nahi mungkar?” Beliau menjawab, “dengan tangan, lisan dan dengan hati, ini paling ringan,” saya bertanya lagi: “Bagaimana dengan tangan?” Beliau menjawab, “Memisahkan di antara mereka,” dan saya melihat beliau melewati anak-anak kecil yang sedang berkelahi, lalu beliau memisahkan di antara mereka.

Dalam riwayat lain beliau berkata, “Merubah (mengingkari) dengan tanganbukanlah dengan pedang dan senjata.” (Al Adabusy Syar’iyah, 1/185)

Saya tidak memungkiri adakala kita perlu senjata dalam melakukan amar ma’ruf nahi mungkar. Apalagi jaman sekarang yang banyak orang yang berwatak keras. Namun kekerasan ini harusnya lebih bersifat daf’i atau bertahan dari serangan.

Ketika da’wah Rasul ditentang dengan kekerasan, beliau membalas pula dengan kekerasan karena pada dasarnya itu untuk menghilangkan penghalang-penghalang da’wah.

saya salut kepada kepada beberapa orang yang berani menegakkan amar ma'ruf di negeri ini. sangat jarang yang berani menentang orang yang sedang minum minuman keras di pinggir jalan. atau melarang perzinahan di tempat lokalisasi. karena bagaimanapun juga hukum amar ma'ruf nahi munkar adalah fardu kifayah. harus ada yang melakukan untuk menggugurkan kewajiban bagi yang lainnya. kita memerlukan orang-orang yang semacam ini tapi tentunya dengan beberapa ketentuan agama yang harus mereka pahami.

sumber

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun