Mohon tunggu...
Ipmawan
Ipmawan Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Tak perlu kita berjibaku mempertahankan fakta yang kita lontarkan, itulah kelebihan FIKSI

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Intrik sebuah KTM

16 Januari 2011   16:14 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:30 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

ilustrasi diambil dari www.rezakbar.wordpress.com Di dalam ruangan yang berAC dan cukup luas itu, Bapak Rektor masih merasa kegerahan. Bagaimana tidak, sebagai rektor sebuah universitas ternama ia merasa tercoreng mukanya. Ia tak sanggup memandangi foto rektor-rektor sebelumnya yang terpajang urut disana. Ia merasa telah memadamkan api estafet turun temurun dari rektor pertama. Nama baik universitas telah tercoreng, bukan hanya itu, berarti kehormatan dirinya juga hancur, rektor nggak becus! Kehormatannya hancur gara-gara dua orang joki ujian tertangkap basah. Bayangkan, DUA ORANG, kalau satu mungkin masih mending. Parahnya lagi, hal itu terjadi bersamaan dengan kunjungan tim dari Dikti. Mungkin jika tidak, ia masih bisa meredam berita najis itu, tapi ini utusan Dikti, Bayangkan? Bagaimana menutupinya? Sama sekali tak terbayangkan.

Ia adalah rektor sebuah universitas ternama. Ia tak boleh terpuruk dalam suatu masalah. Api yang telah padam harus kembali dinyalakan. Ya, ia sadar harus membuat penyelamatan, sesegera mungkin.

“Mbak Ana!”, seru Pak Rektor memanggil salah satu staff kesayangannya.

“Tolong buat surat edaran ke para dekan, Perbaikan sistem secepatnya. Tak boleh ada yang namanya joki disini, kalau mereka tak mau turun dari jabatannya.”

“siap pak”, jawab wanita itu dengan tetap sopan dan seksi tentunya.

***********************

Sebagai seorang aktivis, Semester sepuluh terhitung masih muda, mahasiswa abadi adalah cita-citanya. Semakin rendah IPK, semakin menunjukkan seberapa aktivisnya dia. Aktivis adalah kebanggaan mahasiswa. Hanya aktivislah yang selalu konsisten membela rakyat. Ia berdiri tegak sendirian menantang pejabat-pejabat korup, sementara yang lain lebih suka sembunyi dibelakang mereka, berharap memperoleh sisa remah-remah roti negara. Kenyataan orangtuanya memakan nasi jagung setiap hari harus ia singkirkan demi kemaslahatan bangsa dan negara. Toh pepatah umum mengatakan dahulukan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi, membela rakyat harus didahulukan daripada sekedar IPK belaka.

Anton adalah mahasiswa dengan kriteria aktivis sejati. Rambutnya gondrong sebahu, menunjukkan ia selalu memikirkan rakyat sampai lupa bercukur. Baju dan celana belel, menunjukkan ia anti kapitalisme, tak mau membeli produk-produk pabrik yang sahamnya dikuasai asing. Ia juga kumal, karena konon tak ada perusahaan sabun mandi yang murni dikuasai orang pribumi. Jika ada pun, mereka salah satu atau rekanan pejabat-pejabat korup. Sebagai mahasiswa semester sepuluh, ia pun menjadi kandidat terkuat Ketua MPR (Mahasiswa Pembela Rakyat) selanjutnya, menggantikan abangnya, Topik Lemes, yang hampir Drop Out karena terlalu sering berdemo.

“Jaman sekarang menjadi lebih sulit, musuh-musuh kita rasakan semakin menekan. Mereka, para koruptor telah menyusup ke celah-celah dunia pendidikan. Semua kebijakan tentang pendidikan telah disusupi kepentingan-kepentingan elit politik. Semua itu untuk memberantas orang seperti kita-kita ini. Tapi, kita tak boleh gentar, kawan, membela rakyat adalah kewajiban kita”, Topik Lemes berpidato untuk terakhir kalinya sebagai Ketua MPR dalam Sidang Istimewa. Sidang ini terpaksa digelar karena telah dikeluarkannya SK Rektor mengenai pengumuman mahasiswa-mahasiswa calon drop out. Sidang ini mengagendakan pemilihan Ketua MPR baru.

“Semakin gencar sebuah perjuangan, perlawanan musuh pun semakin kuat pula. Hari ini saya kalah, tapi tak apa. Perjuangan saya masih bisa kita lanjutkan, terutama oleh Ketua MPR baru yang akan kita pilih. Siapapun nanti yang terpilih harus sepenuhnya kita dukung. Visi dan misi kita harus dilaksanakan dengan terobosan-terobosan brilian. Ingat, kawan-kawan, kita ini mahasiswa, MAHASISWA bukan seekor keledai. Kita tak boleh jatuh pada lobang yang sama. Jika hari ini mereka menggunakan kebijakan kampus untuk menekan kita, besok kita harus menekan mereka dengan cara yang baru juga.”

Pidatonya diakhiri dengan teriakan yang membahana, “Hidup Mahasiswa!”.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun