Mohon tunggu...
Arifin Yusli
Arifin Yusli Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta

Beraktivitas sebagai mahasiswa yang aktif yang suka akan dunia pendidikan, politik, otomotif, perbengkelan, dan lain-lainnya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Memudarnya Kebudayaan Tradisional Lokal di Era Digital Saat Ini

23 Maret 2023   04:42 Diperbarui: 23 Maret 2023   04:54 1402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Budaya merupakan warisan yang ditinggalkan oleh nenek moyang atau leluhur yang tak ternilai harganya. Indonesia disebut negara maritim karena dikelilingi banyak pulau, bahasa dan adat budaya Indonesia sangat kaya dan beragam.

Karena keragaman inilah Indonesia menjadi daya tarik bagi negara-negara lain di dunia, bahkan mereka mengkaji karena selain keragaman, budaya Indonesia dikenal sangat unik dan menarik perhatian wisatawan mancanegara untuk melihat keragaman budaya kita. Namun, budaya Indonesia telah memudar seiring berjalannya waktu. Perkembangan teknologi telah menyebabkan banyak kebudayaan dilupakan dan ditinggalkan oleh kalangan remaja.

Dibandingkan dengan teknologi atau permainan modern, sangat jauh dari anak-anak yang tidak malas belajar, mereka juga bermain mainan modern daripada merawat diri sendiri dan tidak peduli terhadap lingkungan. Jika Anda membandingkan generasi muda masa lalu dengan generasi sekarang, teknologi yang hampir tidak ada sangat berbeda.

Jika Anda melihat sekarang, alat musik tradisional dan tarian tradisional jarang ditampilkan. Lagu anak-anak juga jarang dinyanyikan, jika Anda bertanya-tanya berapa banyak anak yang bisa menyanyikan lagu anak-anak? Mungkin jawabannya hanya segelintir dari jutaan anak di Indonesia. Buku cerita untuk anak juga jarang dikembangkan. Meskipun dongeng anak-anak juga sangat penting, mereka dapat menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari.

Memudarnya budaya tradisional juga karena perkembangan teknologi yang semakin maju, permainan modern semakin menarik dan menyenangkan bahkan di kalangan remaja. Gadget saat ini lebih banyak menarik perhatian anak-anak generasi milenial bukan budaya tradisional, namun pemuda dan anak-anak kita harus bisa melestarikan budaya tradisional agar tidak dijajah dan dicuri oleh negara tetangga.

Untuk menghadapi tantangan di depan mata kita, kita perlu mengambil pendekatan yang berbeda untuk melihat masalah secara holistik. Salah satu kemungkinannya adalah dengan menggunakan konsep VUCA. Dengan analisis VUCA, kita dapat lebih memahami “memudarnya budaya lokal di era digital” sebagai tantangan masa depan yang akan di penuhi oleh teknologi yang lebih canggih lagi, tentunya lebih menarik perhatian para remaja.

Volatility: Permainan lokal yang dulu membawa keberuntungan, seperti layang-layang, engklek, kelereng, petak umpet, congklak, kini telah tergantikan dengan tulisan dan gambar bergerak di gadget. Lagu dan tarian tradisional bertransformasi menjadi modern dance dan K-POP. Gaya pakaian modern kini telah menggantikan pakaian tradisional.

Uncertainty: Perkembangan teknologi telah membantu kebutuhan kita sehari-hari, namun di sisi lain juga telah merusak kehidupan kita. Akankah generasi muda berpaling dari budaya lokal dan merangkul teknologi modern?

Complexity: Tergerusnya budaya dan permainan lokal dapat disebabkan oleh iming-iming globalisasi dan teknologi modern yang menawarkan sesuatu yang serba praktis dan cepat. Akses yang luas terhadap informasi dan komunikasi dapat memicu berita bohong, kemarahan, dan perasaan tidak aman.

ambiguity: Kita seakan tidak paham bahwa generasi muda sudah mulai lumpuh dan melupakan budaya lokal. Haruskah kita menerima hal ini atau mencoba memulihkan apa yang hilang dari kita?

Lalu bagaimana kita menyikapi hal ini?

Accept, menerima keadaan bahwa teknologi itu ada dan berpengaruh dalam kehidupan manusia

Filter, menyaring semua pengaruh teknologi dan globalisasi serta mengambil dampak positifnya

Control, mengontrol diri dari penggunaan teknologi yang mengakibatkan pengaruh negatif dan kecanduan

Preserve, menjaga dan melestarikan kebudayaan yang sudah ada serta berusaha mewariskannya ke generasi selanjutnya

Point penting di sini adalah rasa nasionalisme, mengingat ini adalah salah satu esensi dari pendidikan. Setelah mempelajari budaya, mereka juga diharapkan mencintai budaya Indonesia dan menghargai masa lalunya. Kalau bukan generasi kita sendiri yang melestarikannya, siapa lagi?

Kita generasi milenial harus lebih cerdas dalam hal teknologi, kita tidak boleh terkecoh dengan teknologi, kita harus bisa menyeimbangkan teknologi dan budaya agar kita terlihat lebih seimbang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun