Kenaikan pajak sebesar 12% yang baru saja diumumkan oleh pemerintah menjadi perhatian utama masyarakat dan pelaku usaha. Langkah ini diambil dengan tujuan untuk menjaga stabilitas ekonomi namun juga memunculkan berbagai kekhawatiran terkait dampaknya terhadap harga barang dan jasa di pasaran.
Efek Langsung pada Harga Barang dan Jasa
Peningkatan pajak akan langsung memengaruhi biaya produksi dan distribusi barang maupun jasa. Produsen kemungkinan besar akan menaikkan harga produk mereka untuk mengimbangi peningkatan beban pajak. Hal ini terutama berlaku pada barang konsumsi harian, seperti makanan, minuman, dan kebutuhan rumah tangga lainnya.
Namun, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan bahwa kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025 dipastikan tidak akan terlalu memengaruhi harga barang dan jasa. Hal ini didasarkan pada analisis dampak ekonomi yang menunjukkan bahwa kenaikan tarif tersebut relatif kecil dibandingkan dengan keseluruhan struktur harga.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Dwi Astuti, dampak kenaikan ini terhadap harga barang hanya sekitar 0,9 persen, sehingga daya beli masyarakat tetap terjaga.
"Jadi, kenaikan PPN 11 persen menjadi 12 persen hanya menyebabkan tambahan harga sebesar 0,9 persen bagi konsumen," kata Dwi dalam keterangan resmi, dikutip Pajak.com pada Senin (23/12).
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menekankan, dampak kenaikan PPN 12% terhadap kenaikan harga barang dan jasa atau inflasi tidak terlalu tinggi. Ia menegaskan, kenaikan PPN hanya sebesar 1%.
"PPN itu naik 1% dari 11% ke 12%. Bukan naiknya 12%. Jadi ini yang harus jelas," kata dia. Ia menjelaskan, PPN sejumlah bahan pokok penting, seperti Minyakita dan gula industri ditanggung oleh pemerintah atau dibebaskan PPN. Sedangkan barang pokok lainnya seperti terigu, sebenarnya sudah dikenakan PPN 11%, dan kenaikan PPN-nya sebesar 1% akan ditanggung pemerintah pada tahun depan.
Pajak Barang dan Jasa Pokok Tetap Bebas PPN
Dalam kesempatan itu, Dwi menegaskan bahwa kebutuhan pokok masyarakat tetap mendapatkan fasilitas pembebasan PPN atau dikenakan tarif 0 persen. Kebutuhan pokok yaitu beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan, dan sayur-sayuran.
"Jasa-jasa di antaranya jasa pelayanan kesehatan medis, jasa pelayanan sosial, jasa keuangan, jasa asuransi, jasa pendidikan, jasa angkutan umum di darat dan di air, jasa tenaga kerja serta jasa persewaan rumah susun umum dan rumah umum," jelasnya.
Kenaikan PPN 12% dikecualikan untuk beberapa jenis barang yang merupakan kebutuhan masyarakat banyak, yaitu Minyak Kita, tepung terigu, dan gula industri.
 "Untuk ketiga jenis barang tersebut, tambahan PPN sebesar 1% akan ditanggung oleh pemerintah (DTP) sehingga penyesuaian tarif PPN ini tidak mempengaruhi harga ketiga barang tersebut," demikian pernyataan resmi DJP Kementerian Keuangan dikutip Senin (23/12)
Adapun barang-barang lainnya yang tidak dibebaskan atau tidak ditanggung kenaikan pajaknya akan dikenakan PPN 12%. Barang yang akan dikenakan PPN 12%, antara lain barang elektronik seperti televisi, handphone, kulkas, dan sebagainya hingga barang konsumsi seperti makanan dan minuman yang dijual di toko swalayan.
Barang lainnya misalnya buku, kitab suci, vaksin polio, rumah sederhana, rusunami, listrik, dan air minum dan juga termasuk daftar bebas PPN. Pemerintah bahkan mengalokasikan insentif PPN hingga Rp 265,6 triliun pada 2025 untuk mendukung sektor-sektor penting.
Dampak pada Daya Beli Masyarakat
Kenaikan harga barang dan jasa berpotensi menekan daya beli masyarakat. Konsumen mungkin akan mengurangi pengeluaran mereka, terutama untuk kebutuhan non-esensial. Kondisi ini dapat berimbas pada penurunan omzet bagi pelaku usaha kecil dan menengah (UKM), yang menjadi tulang punggung perekonomian nasional.
Apa yang Bisa Dilakukan Konsumen?
Untuk menghadapi kenaikan harga, konsumen disarankan untuk lebih bijak dalam mengelola anggaran rumah tangga. Membandingkan harga, membeli produk lokal, dan memprioritaskan kebutuhan esensial dapat menjadi langkah awal untuk beradaptasi dengan situasi ini.
Kenaikan pajak 12% memang tidak terhindarkan, namun dampaknya akan dirasakan di berbagai lapisan masyarakat dan sektor usaha. Penting bagi semua pihak, baik pemerintah, pelaku usaha, maupun konsumen, untuk bersinergi dalam menghadapi tantangan ini demi menjaga stabilitas ekonomi nasional
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H