Mohon tunggu...
Priyono Budisuroso
Priyono Budisuroso Mohon Tunggu... Dokter - Dokter SpA di Purwokerto

Pangkat dan Golongan sebagai PNS sudah "mentok" IV E, tidak ada Pangkat dan Golongan yang lebih tinggi lagi, kalo di Ketentaraan berarti " Jendral" ya., Tidak cari musuh dan tidak ingin dimusuhi " Ngluruk tanpa bala, menang tanpa ngasorake"

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Hamdan Zoelva: Sistim Noken tidak berlaku untuk Pemilu.

17 Agustus 2014   18:13 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:19 2938
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

UUD 45 pasal 22E (1): Pemilihan Umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil setiap lima tahun.

Sebagaimana diketahui, pasangan capres no urut 1 menggugat KPU ke Mahkamah Konstitusi (MK) tentang hasil pemilu pilpres 2014 , termasuk mempertanyakan sistim Noken di beberapa Kabupaten di Papua yang menyebabkan pasangan tersebut sama sekali tidak mendapatkan suara atau nol.

Sebenarnya jauh hari sebelum Pemilu 2014 dilaksanakan, sudah diprediksi terjadi dilematis apabila sistim pemilih perwakilan atau Noken terjadi pada Pemilu 2014, akan menimbulkan pro kontra walaupun ada yurisprudensi pada beberapa pemilu kada, berdasarkan putusan MK , sistim tersebut diputus konstitusional, seperti di Bali dan Papua.

Di tingkat nasional, upaya untuk tidak menggunakan sistem noken pada Pemilu 2014sebenarnya telah gencar dilakukan oleh Komnas HAM. Melalui salah satu komisionernya, Natalius Pigay yang juga merupakan putra asli Papua, dikatakan bahwa pemberlakukan sistem noken di Papua telah melanggar hak asasi manusia. “Hak asasi itu hak individu, karena Tuhan tidak menciptakan hak freedom of expression itu tidak komunal”, tegas Pigay, sebagaimana dikutip di Berita Satu pada 3 Februari 2014.Komnas HAM sangat aktif melakukan kampanye penolakan ini dengan mendatangi KPU, Bawaslu hingga DKPP.

Sementara itu, KPU Pusat melalui salah satu komisionernya, Ida Budhiati, mengatakan bahwa KPU telah menerima usulan Komnas HAM untuk tidak menggunakan sistem noken pada Pileg 2014. “Terkait ini, pihak KPU Pusat telah menuangkannya dalam Peraturan KPU bernomor 26/2013 tentang Pemungutan, Penghitungan dan Rekapitulasi Suara Dalam Pemilu Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota, tegasnya pada 7 Februari 2014 lalu.

Pernyataan senada tentang sistim Noken juga diberikan oleh Komisioner KPU Ferry Kurnia saat menjawab pertanyaan detikcom melalui pesan singkat : " Tidak berlaku, menggunakan asas Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia".( Senin, 7 April 2014)

Ida melanjutkan bahwa lembaganya juga sudah menegaskan hal tersebut kepada jajaran KPU daerah khususnya di KPU di Papua ketika KPU, DKPP dan Bawaslu melakukan bimbingan tekhnis penyelenggara Pemilu di Papua.

Terkait pro kontra ini, Bawaslu sendiri mengamini langkah KPU Pusat ini. Muhammad, Ketua Bawaslu menyampaikan bahwa berdasarkan rapat koordinasi antara KPU, Bawaslu dan Komnas HAM serta DKPP memiliki pandangan yang sama di mana sistem noken tidak sejalan dengan asas Pemilu. “Memang penggunaan sistem noken tidak sesuai dengan kaidah luber (langsung, umum, bebas dan rahasia)”, tandasnya.

KetuaDewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jimly Ashiddiqie yang  dihubungi secara terpisah menyatakan bahwa apa yang telah ditetapkan KPU haruslah dihormati : " Sudah ditetapkan KPU dan tetap one man one vote"

Dalam putusan Pemilukada Bali, sebagaimana diketahui, MK memutuskan kalau sistim perwakilan pemilih tidak menyalahi konstitusi. Akibat keputusan ini, ada pemahaman bias yang akhirnya berkembang di berbagai daerah sehingga dapat dipakai sebagai yurisprudensi. Menanggapi hal tersebut, Ketua MK Hamdan Zoelva kembali menegaskan bahwa sistim perwakilan pemilih atau Noken tidak bisa dogunakan dalam Pemilu ataupun pemilukada daerah lain

MK mengakui dan mensahkan kalau sistem perwakilan pemilih ataupun noken itu konstitusional. Akan tetapi, sistem itu tidak bisa digeneralisasi berlaku di seluruh kabupaten/kota atau provinsi seluruh Indonesia. Putusan MK itu hanya berlaku untuk perkara tersebut sesuai fakta di lapangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun