Mohon tunggu...
Ipi Fernandez
Ipi Fernandez Mohon Tunggu... PNS -

syukur adalah cara tepat ketika kita tdk mampu lagi berbuat apa-apa

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Antara Jabatan dan Kebiasaan

21 Januari 2015   18:33 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:40 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tanggal 01 Oktober 2014 merupakan hari yg sangat syarat makna sekaligus membuat fenomena baru dalam karya saya , hari itu saya dilantik jadi Kepala Bagian Umum pada Sekretariat Daerah Kabupaten,memang ada sas sus sebelumnya bahkan Koran local sempat menulis berita tentang hal ini tetapi bagi saya itu sas sus, itu bahasa Koran,apalagi pejabat eselon tiga merupakan wewenang bupati kepala daerah yang kapan saja bias berubah .

Satu hari sebelumnya saya mendapat undangan dari Badan Kepegawaian,sebuah pemberitahuan untuk saya bersiap diri esok hari akan dilantik,entah jadi apa masih rahasia ,hari itu tiba pada giliran pembacaan surat keputusan bupati tentang pengangkatan pejabat daerah dan nama saya terbaca sebagi Kepala Bagian Umum , sebuah jabatan eselon tiga yang mempunyai otoritas selalu dekat dengankekuasaan sekaligusselalu nyerempet dengan masalah hukum karena akan melakukan begitu banyak kebijakan , bagi seorang pejabat public tidak ada kata tidak ada atau tidak bisa maka kita dituntut harus menerjemahkan antara tuntutan kebutuhnan pelayanan prima pejabat public dengan regulasi yang ada.

Selesai acara pelantikan sesungguhnya saya membuat syukuran eh tiba-tiba saja terbetik pemikiran ,ah belum melaksanakan tugas ko udah syukuran,walau saya bisa berkilah bahwa syukuran untuk jabatan sebelumnya tetapi orang tidak akan melihat itu tetapi berangapan saya eforia dengan jabatan baru pada hal jabatan ini sungguh tidak ringan maka saya tetap pada keputusan untuk tidak membuat apa-apa;Yang jadi masalah adalah perilaku sayayang datang dari habitat penyuluh pertanian,tidak suka yang terlalu formal,tidak suka pada acara yang terlalu terikat pada protokoler,tetapi tupoksi saya disini mewajibkan untuk harus melakukan hal yang berlawanan dengan kebiasaan saya.selesai serah terima jabatan semua staf dan rekan kerja mulai membuat label baru dengan sapaan baru ”Bapak Kabag” yang pada awal rasanya geli juga tu.

Pada rapat perdana saya mengatakan yang membuat saya jadi bapak yang nota bene adalah yang terhormat,bukan dengan cara menyapa saya tetapi dengan cara dan etos kerja kita yang baik dan benar,soal tata hubungan kita tetap sebagai sahabat,teman tidak lebih dan ini dari waktu ke waktu sayaterus bina agar ada kebaruan dalam penyelengaraan pemerintahan . yang terpenting adalah kehadiran kita bermnfaat bagi orang sekitar kita.sederhananya ketika kita meghilang orang lain cari,peduli dengan ketidak hadiran kita,itu alat ukur sederhana.

Saya akan tetap mejadi sayasebagai pribadi apa adanya ,yang berubah adalah sistim dan perilaku kerja saya agar pejabat public yang menjadi ladang pengabdian saya, bekerja maximal bagi daerah dan masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun