Mohon tunggu...
Iwan Permadi
Iwan Permadi Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja kreatif televisi dan Guru Bahasa Inggris

a freelance tv creative

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

NET TV Kolaps?

10 Agustus 2019   00:25 Diperbarui: 10 Agustus 2019   00:40 470
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hal ini jelas mengurangi porsi waktu kepermirsaan penonton kepada televisi tradisional. 

Belum lagi perkembangan big data dan algoritma memungkinkan pengiklan paham siapa penonton yang ingin ditargetnya tanpa harus memperhatikan demografi penonton seperti yang dilakukan dalam pemasaran tradisional.

Karena lewat algoritma, setiap data penonton akan terlihat profil pribadi , apa yang ditonton, jam berapa, produk yang akan dibeli jadi ada tiga data yang dengan mudah ditangkap oleh pengiklan yaitu data profil, data berselancar di media sosialnya dan data transaksi.

Hal ini semacam kekayaan yang tidak bisa didapatkan lewat media pemasaran tradisional apalagi lewat rating yang sepertinya sudah menjadi parameter usang karena hanya mementingkan jumlah penonton tapi bukan mutu yang menonton.

Terakhir beriklan di media sosial lebih murah dan lebih akurat mencapai ke target potential buyernya sehingga ini bagi pengiklan merupakan platform yang efektif dan efisien, jadi buat apa tayangkan iklan di program di televisi yang setiap commercial breaknya tidak ditonton.

Kesimpulan akhirnya media televisi tradisional harus sigap dan cepat untuk beralih platform dan mendekati penontonnya yang makin pandai dan cerdas dengan pendekatan yang lebih cerdas dengan memahami platform barunya.

Bahkan di bidang lain seperti ritel di negara maju , setiap pembeli bisa menggunakan perangkat virtual reality dan augmented reality sebelum membeli produk yang diinginkan seperti kostum atau mobil, tanpa harus membuka baju dan tanpa harus naik mobilnya, tapi lewat VR dan AR, pengalaman yang didapat tidak dapat berbohong.  

Tanpa adanya inovasi nasib Net TV dan lainnya yang pernah happening sama seperti produk handphone Nokia yang tidak mau invest di teknologi internet/android, Kodak yang tidak mau invest di bidang foto digital dan Blockbuster yang ditinggalkan penonton untuk beralih ke Netflix.  

Disruptive innovations create jobs, efficiency innovations destroy them (Clayton Christensen)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun