Mohon tunggu...
Iwan Permadi
Iwan Permadi Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja kreatif televisi dan Guru Bahasa Inggris

a freelance tv creative

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Apakah Masih Ada Peluang Kerja bagi Tamatan SMK Broadcast?

28 Maret 2019   22:10 Diperbarui: 28 Maret 2019   23:05 672
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dunia televisi sebenarnya pernah mengalami masa keemasan pada tahun 90an hingga pertengahan 2000an namun dengan berkembangnya internet banyak penonton televisi yang merupakan pangsa pasar yang menghidupkan industri ini berpindah untuk lebih banyak menonton tayangan hiburan dan informasi di media sosial.

Namun uniknya walaupun fakta menunjukkan kaum milineal yang merupakan pangsa pasar potensial televisi banyak yang dianggap jarang atau tidak menonton televisi namun itu ternyata lebih ke urusan platform karena ternyata mereka lebih banyak menyaksikan program lewat telepon pintar (Smart Phone)-artinya jangan harapkan mereka menonton televisi bersama keluarga di ruang tamu dimana hanya satu televisi disediakan.

Dan itu terlihat dari trend perolehan iklan televisi yang makin naik dari tahun sebelumnya seperti perolehan iklan tv pada 2018 naik 13,35 persen sebesar Rp.110.46 trilyun. (Tahun 2017 perolehan iklan "hanya" Rp.97.45 Trilyun) dimana jenis produk dan brand yang terbanyak beriklan adalah ditujukan untuk kaum milineal yang merupakan potensial buyer seperti produk perawatan diri, makanan olahan, internet, minuman dan rokok serta brand yang paling banyak beriklan seperti Pantene, Wardah, Clear dan Rexona. (Lihat Gambar 1 dan 2) 

jenis-produk-terbanyak-beriklan-tahun-2018-gambar-1-5c9cf06f3ba7f7512e111362.jpg
jenis-produk-terbanyak-beriklan-tahun-2018-gambar-1-5c9cf06f3ba7f7512e111362.jpg
Hal ini menunjukkan geliat televisi masih cukup menjanjikan dan mempunyai prospek yang bagus terutama buat para lulusan SMK khususnya SMK Broadcast yang jumlah lulusannya lebih banyak yang menganggur dibandingkan lulusan sekolah menengah lainnya (lihat ref banyaknya lulusan SMK yang menganggur). 

Diakui memang kualitas lulusan SMK Broadcast memang tidak siap pakai karena ada gap atau missing link dengan dunia kerja seperti industri televisi, film dan juga periklanan. Mereka memang masih memerlukan pelatihan lagi dan jam terbang yang lebih banyak agar para lulusan ini bisa kompetitif di dunia komunikasi ini.   

brand-terbanyak-beriklan-2018-gambar-2-5c9cf09097159422d560b0d5.jpg
brand-terbanyak-beriklan-2018-gambar-2-5c9cf09097159422d560b0d5.jpg
Melihat sisi ini seharusnya pemerintah dalam hal ini Depdikbud, Kominfo dan Depnaker bersinergi dan berinisiatif untuk menciptakan sebuah jembatan dan memberikan kesempatan kepada mereka agar terjalin link and match agar pasar kerja yang melimpah ini bisa dimanfaatkan oleh dunia usaha. 

Bukankah studi selama ini mengungkapkan bahwa kaum muda yang akan menjadi pewaris negeri ini populasinya akan semakin banyak dan bila tidak dikaryakan akan membuat kerawanan dan masalah sosial.

Sejumlah stasiun televisi memang telah membuat program magang dan pelatihan bagi para fresh graduate selama ini, namun masalahnya yang diminta kebanyakan/hanya lulusan sarjana (S1) padahal keterampilan dunia televisi seperti kru di sejumlah bidang seperti kameraman, audioman, lighting man, editor yang sifatnya operator saja dan beberapa lainnya yang sifatnya tehnis hanya butuh pelatihan dan jam terbang saja. 

Pengalaman kerja di sebuah stasiun televisi dan melihat fakta di sejumlah televisi lain, banyak para kru tersebut bukanlah jebolan universitas, bahkan ada yang bekas office boy atau tenaga cleaning service. 

Disadari memang banyak stasiun televisi menginginkan karyawan yang lebih berpendidikan untuk mengisi jajaran pegawainya dan itu tidak salah karena kemampuan dan jenjang akademik banyak menunjang profesi ini namun ironisnya bidang audio visual ini terbuka untuk menerima lulusan dari jebolan kuliah apa saja bahkan lulusan fakultas Sejarah, Politik, Bahasa dan Hukum bisa menjadi jajaran kru tehniknya-sesuatu yang sebenarnya mubazir dilihat dari latar belakang kuliah mereka di bidang yang berbeda. 

Pertanyaannya kalau lowongan kru tehnis di banyak stasiun televisi ini direbut para lulusan perguruan tinggi tersebut, lantas kemana lulusan SMK Broadcast  bekerja nantinya? Pertanyaan yang pasti menghantui para lulusan, pengajar, pemilik dan stake holder SMK.

Sebagai generasi yang optimis kepada kemajuan bangsa dengan cara bekerja sama dan bersatu padu untuk memecahkan masalah ini seyogyanya pemerintah dalam hal ini Kementerian Informatika bisa mengeluarkan kebijakan yang menyegarkan yaitu suatu breakthrough (terobosan) dengan mengajak setiap stasiun televisi swasta yang tayangannya secara umum hampir setiap slot waktunya hanya komersial kecuali panggilan sholat (adzan), bisa memberikan kesempatan memberikan 1 jam perhari slot tayangan yang jatahnya bisa diberikan kepada lembaga khusus atau sejumlah Rumah Produksi/Production House yang menampung program-program buatan lulusan SMK Broadcast ini contohnya. 

Dan ini bisa terbuka buat semua stasiun televisi baik yang mengkhususkan diri pada tayangan hiburan, informasi dan berita untuk diajak berpartisipasi-karena hampir stasiun televisi baik berita dan hiburan mendapatkan iklan terbanyak (Lihat gambar 3).

pendapatan-iklan-televisi-terbanyak-2018-gambar-3-5c9cf0d295760e42b104d2b2.jpg
pendapatan-iklan-televisi-terbanyak-2018-gambar-3-5c9cf0d295760e42b104d2b2.jpg
Dan jenis program yang dibuatnya bisa yang mengandung muatan pendidikan dan kebudayaan dan genrenya bisa news, features, dokumentary, talk show, stand up comedy, gag show, unplugged music show dan simple drama/fragment dan iklannya bisa Iklan Layanan Masyarakat (PSA-Public Service Announcement)  

Memang kualitas tayangan bisa jadi persoalan karena setiap stasiun televisi mempunyai kriteria dan pakem tertentu, namun hal ini  bisa jadi masukan bagi para kreator muda ini bagaimana sebaiknya program televisi dibuat walaupun ini agak kontradiktif dengan banyaknya keluhan masyarakat akan banyaknya tayangan televisi yang tidak mendidik. (Ref 3: Kesal dengan buruknya kualitas pertelevisian, anda tidak sendiri)

Memang bukan langkah mudah meyakinkan pihak Stasiun Televisi memberikan slot khusus kepada Rumah Produksi/Production House atau Lembaga yang ditunjuk untuk memproduksi program televisi atau iklan untuk ditayangkan di stasiun televisi mereka, namun kesediaan televisi pada gilirannya akan mendapatkan apresiasi dari para kreator televisi muda dan berbakat yang kelak bisa jadi dihasilkan lewat platform ini.

Pertanyaan berikutnya bagaimana pembiayaannya-pertanyaan penting untuk dijawab bukan hanya soal pendidikan dan latihannya tapi juga biaya on airnya yang tidak murah. Saya pikir dengan keuntungan yang begitu besar dari aktifitas komersial selama ini, ditambah kualitas program lewat jalur ini yang akan makin berkualitas, masukkan saja program ini ke budget CSR (Corporate Social Responsibility). Hal ini sejalan dengan ijin semua televisi swasta yang merupakan Ijin Publik karena Milik Publik lewat keputusan DPR.   

Secara image dan legacy,  Crash Program ini secara langsung dan tidak langsung akan menguntungkan pihak stasiun televisi karena siapa tahu sineas dan kru televisi handal bisa didapatkan dan diperkerjakan dikemudian hari dan secara umum ikut memecahkan masalah tenaga kerja yang teramat sulit di dapat di jaman disrupsi ekonomi dan digital ini.

Hal lainnya yang menarik adalah dengan terbukanya stasiun televisi menerima dan menayangkan program televisi dari sumber kreatif yang lain akan memberikan variasi tayangan yang beragam kepada penonton serta dapat meredam keluhan masyarakat penonton akan kualitas program televisi saat ini yang hanya mementingkan rating.

Sudah saatnya stasiun televisi menjadi pemersatu bangsa dan ikut serta mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana yang tertulis dan Pembukaan Undang Undang Dasar 1945, hampir 75 tahun yang lalu.

And I believe that good journalism, good television, can make our world a better place (Christiane Amanpour)

Ref :

https://www.indotelko.com/read/1547172949/belanja-iklan-tv-2018

https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2018/11/09/2018-lulusan-smk-paling-banyak-menganggur

https://www.kompasiana.com/santarosa/5c9979f4cc528353b9668e85/kesal-dengan-buruknya-kualitas-pertelevisian-anda-tidak-sendirian?page=all

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun