Mohon tunggu...
Iwan Permadi
Iwan Permadi Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja kreatif televisi dan Guru Bahasa Inggris

a freelance tv creative

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Apa Pentingnya Memahami Literasi Media?

12 Juni 2017   08:24 Diperbarui: 14 Juni 2017   10:24 6307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat ini banyak digaungkan kepada masyarakat agar lebih paham dan mengerti tentang fungsi media yang sekarang ada dua yaitu media massa (media tradisional) dan juga media sosial (medsos). Literasi atau melek tentang media akan memudahkan masyarakat pembaca dan konsumen berita untuk bisa memilih dan memilah berita-berita yang benar dan yang palsu (hoax). 

Masyarakat yang tidak buta huruf media akan memberikan energi positif bagi pembangunan bangsa, sebaliknya yang tidak paham akan mudah digiring untuk mempercayai berita-berita yang tidak benar dan menyesatkan yang pada akhirnya menimbulkan perpecahan dan polarisasi yang tidak terelakkan. 

Media paling tua adalah media cetak yang terdiri dari surat kabar, majalah dan billboard. Karena teknologi berkembang, muncullah radio, televisi dan sekarang internet. Televisi disebut media massa karena yang menonton tidak hanya seseorang tapi jutaan bahkan miliaran orang. Kebiasaan orang masa lalu sebelum internet berkembang, membaca koran di pagi hari, dalam perjalanan mendengarkan radio, bila macet disempatkan lihat billboard iklan di pinggir jalan, sampai di kantor membaca majalah dan malam hari menonton televisi. 

Namun saat ini fenomena melihat smart phone untuk mengecek status di medsos macam facebook, twitter, Youtube, instagram dan lainnya sudah jadi bagian yang dominan sehingga mengenyahkan peran media tradisional-artinya sosial media sudah jadi sumber berita pula. 

Informasi adalah kekuatan, sudah disadari masyarakat karena mereka haus akan berita yang diharapkannya bisa membuat hidup mereka lebih baik dan lebih berguna. Fenomena Cognitive dissonance atau tindakan untuk menjauhkan diri dari berita atau informasi ternyata hanya bisa bertahan dalam durasi pendek seperti yang dilakukan para profesional yang sedang fokus bekerja tanpa diganggu. 

Contoh ketika dokter bedah sedang mengoperasi pasiennya, karena setelah operasi selesai, para profesional tersebut kembali mencari berita terbaru, apalagi kalau bukan membuka account sosmednya? Artinya masyarakat perlu berita dan sudah menjadi bagian dari gaya hidup mereka. Tinggal sekarang situs berita yang dipercaya seperti apa, jangan malah mengakses situs yang sebaliknya malah membuat kekacauan, dan disinilah pentingnya literasi media. 

Dalam bahasa Inggris, literasi berarti "Literacy is the ability to read, understand, analyze, and create with a written language". Kemampuan membaca, memahami, menganalisa dan menciptakan "sesuatu" dengan bahasa tulisan seperti itu terjemahan bebasnya. Seseorang yang memahami komputer disebut computer literate, dan seseorang yang paham bicara media, disebut media literate. Seorang Media Literate tidak hanya paham tentang tulisan tapi juga gambar dan data-data,  mengerti maksud penting dari artikel tsb dan juga siapa yang membuat/ menulisnya. 

Seseorang yang dianggap media literate ketika naik angkutan umum terpampang didalamnya ada iklan produk tertentu semisal obat, makanan, atau film, dia paham pesan dan tujuan dari iklan tersebut. Dia mampu menganalisanya sehingga memudahkannya untuk membuat keputusan terbaik untuknya baik untuk membeli produk atau menonton film tersebut karena menyangkut anggaran yang harus dibelanjakannya.

Untuk melek media ada lima hal yang harus dipahami yaitu siapa pencipta atau pembuatnya? Artinya sang pencipta juga manusia juga seperti kita yang telah menyeleksi gambar atau potongan video siapa, apa dan bagaimana sehingga lewat gambar dan potongan video pendek tersebut maksud si pencipta sudah tersampaikan. 

Contoh dalam gambar pilihan di surat kabar, pada halaman depan, mengapa gambar si A yang dipilih padahal banyak gambar lain bisa dipilih? Kemudian dari potongan thriller film durasi dua jam, mengapa hanya gambar-gambar tertentu saja yang dipilih? Jadi sebagai media literate, kita musti paham bahwa gambar dan video itu sudah cukup mempresentasikan isi lengkap dari artikel atau film tersebut. 

Hal kedua adalah teknik yang digunakannya seperti apa? Teknik tidak lain adalah presentasi atau cara agar menarik perhatian. Lihat bagaimana mereka melakukan pendekatannya apakah humor, komedi, misteri atau lainnya. Bisa juga lewat pilihan warna dan ukuran gambar, yang disajikan agar menarik perhatian anda untuk membaca dan menonton agar pesannya tersampaikan.

Pertanyaan berikutnya adalah bagaimana orang memahami atau menginterpretasikan pesan tersebut yang mungkin berbeda dengan pemahaman kita. Hal ini terjadi karena tidak semua pembaca atau penonton mempunyai pemahaman yang sama karena ada faktor latar belakang baik usia, budaya, jenis kelamin dan kepercayaan. Sebuah tayangan iklan bagi anak muda belum tentu dimengerti oleh papa dan mamanya, sebaliknya iklan bagi orang tua terlihat aneh buat anaknya.  

Pertanyaan keempat adalah pandangan (points of view) apa dan nilai-nilai (values) apa yang diwakilkan atau dihilangkan dari pesan tersebut? Dan mengapa pesan itu dipublikasikan? Points of View (POV) adalah cara seseorang atau publik melihat dunia dan sekitarnya dan ini erat kaitannya dengan keyakinan dan pengalaman hidupnya, sedangkan Values adalah sesuatu yang orang atau publik yakini sangat penting. 

Values mengarahkan customer dalam memutuskan sesuatu seperti membeli / memilih produk tertentu. Contoh paling umum dan populer adalah Kampanye Pemilihan Presiden (Pilpres) AS tahun lalu yang keduanya dijagokan dua partai yang saling berlawanan dan masing-masing membuat image baik positif atau negatif kepada calonnya karena mereka meyakini ada nilai-nilai plus dan minus dari keduanya.    

Lantas informasi apa yang dihilangkan atau tidak dicantumkan menggambarkan bahwa media tersebut tidak menganggap nilai-nilai tersebut penting, dan disinilah para media literate musti juga paham apa maunya dari pesan ini. Contoh iklan rokok tidak akan pernah mengutarakan secara detil bahaya merokok karena durasi iklan videonya secara dominan menggambarkan keperkasaan perokok sehingga mampu menaklukkan dunia yang penuh tantangan. 

Pertanyaan terakhir adalah mengapa pesan ini disampaikan ke masyarakat? Kebanyakan pesan baik berita atau iklan lewat media tradisional atau sosial media adalah untuk menarik pembaca dan penonton untuk membelinya, dan ujung-ujungnya hanya untuk memperoleh uang atau pendapatan serta kekuasaan. 

Dengan lima pertanyaan di atas, paling tidak kita paham bagaimana pentingnya kita memahami media massa baik tradisional atau sosial media dalam mengemas dan menyampaikan pesannya. Jadi nggak ada salahnya jadi media literate di era abad 21 ini biar kita tidak gampang tertipu dan terbujuk sehingga berkomentar dan melakukan jual beli secara salah. 

The more social media we have, the more we think we're connecting, yet we are really disconnecting from each other (JR)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun