Mohon tunggu...
Iwan Permadi
Iwan Permadi Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja kreatif televisi dan Guru Bahasa Inggris

a freelance tv creative

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

[Resensi Film] Unbroken: Tidak Kenal Putus Asa!

16 Desember 2016   10:58 Diperbarui: 16 Desember 2016   13:30 466
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menyaksikan sebuah film itu bagi saya adalah sebuah “journey” (perjalanan), apalagi kalau film itu sangat meyakinkan dan “make believe” (seperti dalam kenyataan). Begitulah film Unbroken, karya dari sineas yang juga bintang top cantik Hollywood, Angelina Jolie, yang menceritakan perjalanan hidup dan karir atlit Olympiade Amerika Serikat, Louis “Louie” Zamperini yang diperankan oleh Jack O’Connel.  Zamperini  adalah atlit AS di Olimpiade Munich 1936 dalam cabang lari.

Dengan maraknya banyak tayangan dan film yang bisa dikategorikan “sampah”, film Unbroken hadir menjadi pembawa inspiratif bagaimana sportifitas, daya tahan (endurance), stamina, tahan banting dan kerja keras tercermin dari setiap shot yang dibuatnya.  Judul film “Unbroken” sendiri dapat diterjemahkan secara bebas “tak terputus” atau bisa juga tidak putus asa, menggambarkan perjalanan Louis berbulan-bulan terombang-ambing di laut dengan tantangan badai, serangan pesawat Jepang, ancaman hiu, disiksa di kamp tawanan, dirayu agar bicara yang tidak benar tentang kejahatan tentara Jepang-tapi ditolaknya, diperlakukan dengan kejam oleh komandan kamp tahanan, Sersan Watanabe 

Walaupun diakhir film ini ada statement tidak ada dendam yang ingin dibangkitkan dalam film ini, namun pengadeganan dan visualisasi adegan kekejaman Tentara Jepang sungguh luar biasa kepada tawanan, terutama kepada Zamperini.  Adegan tidak boleh melihat mata langsung ke Watanabe sungguh sangat “menghina” kepada harkat manusia. Adegan lain seperti tawanan lain harus meninju Zamperini juga sangat kejam. Belum lagi adegan mengangkat balok kayu di atas kepala dan bila terjatuh ditembak mati, sangat luar biasa aura kebengisan film ini.

Adegan-adegan kekejaman ini sempat diminta oleh sejumlah warga Jepang dengan petisi tanda-tangan hingga ribuan orang agar dikurangi atau dipotong , namun hal ini justru dilawan oleh para eks tawanan Jepang, terutama yang ada di kamp tawanan di Indonesia (Dutch Indonesian Group-Indo Project). Perkumpulan Belanda-Indonesia ini justru mendukung adegan film ini seperti aslinya karena ini cerminan apa yang dialami oleh keluarga mereka saat menjadi tahanan Jepang. Kalau Belanda atau Bule diperlakukan seperti itu bagaimana para tahanan Indonesia, sudah diimingi saudara tua, dijadikan budak seks, apa lagi...andai sineas Indonesia bisa memfilmkannya, kita tidak akan mudah “memaafkan” Jepang.

Film ini bukan berjenis Rambo atau Robocop yang selalu menang dengan cara membunuh dan menghabisi musuhnya, namun menang dengan cara bertahan (staying power) hingga Jepang bertekut lutut tanpa syarat kepada Sekutu pada tahun 1945. Film ini disamping menceritakan daya tahan Zamperini secara fisik dan mental sebenarnya juga akhirnya ikut membersitkan pemikiran, bagaimana kalau AS tidak menjatuhkan bom di Hiroshima dan Nagasaki? Apakah harus dua kota ini jadi tumbal dari hasrat perang Jepang?

Di akhir film, semangat Zamperini untuk berlari lagi di Olympiade kesampaian menjadi salah satu pelari Olympiade Musim Dingin di Nagano , Jepang 1998, 4 hari menjelang ulang tahunnya ke 81. Hebat si kakek ini masih kuat berlari. Zamperini wafat pada usia 97 tahun pada 2014.

Film karya Jolie ini mendapatkan 3 Nominasi Oscar di Sinematography terbaik dan Editing Suara serta Mixing terbaik. Film ini berbiaya sekitar 65 Juta Dolar AS ini berpendapatan untuk seluruh dunianya mencapai 163 Juta Dollar AS.

“I think the hardest thing in life is to forgive. Hate is self destructive. If you hate somebody, you're not hurting the person you hate, you're hurting yourself. It's a healing, actually, it's a real healing...forgiveness.”  (Louis Zamperini)  (Hal tersulit dalam hidup itu memaafkan. Kebencian itu menghancurkan. Bila kamu membenci seseorang, kamu tidak melukai orang yang kamu benci, kamu justru membenci diri kamu sendiri. Memaafkan itu benar-benar menyembuhkan).

Ref: https://en.wikipedia.org/wiki/Unbroken_(film)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun