Jakarta atau Batavia sejak dulu memang dikenal sebagai lokasi yang tidak pernah ada konflik horizontal antar agama dan suku  walaupun Belanda sebagai penjajah terus berusaha membenturkan antara etnis lokal (pribumi) dan pendatang (China/Tiong Hoa) . Kasus pembunuhan/ penyembelihan massal warga Tiong Hoa pada 1740an oleh Belanda terjadi karena mereka membantu etnis lokal dalam menyerang Batavia. Waktu terjadi pembunuhan itu sebagian orang Cina yang bersembunyi dan dilindungi oleh orang-orang Islam (Banten) serta tinggal bersama sampai tahun 1751. Mereka inilah yang mendirikan masjid Jame Angke.
masjid jami angke
Masjid Jame Angke (Al Anwar) yang didirikan pada tahun1751 atau 265 tahun lalu menjadi bukti pembauran keduanya tetap ada hingga sekarang. Masjid Angke terletak di Jalan Tubagus Angke RT 001 RW 05, Kampung Rawa Bebek, Kelurahan Angke, Kecamatan Tambora, Kotamadya Jakarta Barat, Propinsi DKI Jakarta. Masjid ini letaknya dikelilingi oleh rumah penduduk yang 80 persen merupakan kediaman milik warga Tiong Hoa ,sedangkan di bagian muka atau bagian timur terdapat makam
Berdasarkan sumber Oud Batavia karya Dr F Dehan, masjid ini didirikan pada hari Kamis, tanggal 26 Sya’ban 1174 H yang bertepatan dengan tanggal 2 April 1761 M oleh seorang wanita keturunan Tionghoa Muslim dari Tartar yang bersuamikan orang Banten, Nyonya Tan Nio dan masih ada hubungannya dengan Ong Tin Nio, istri Syarif Hidayatullah. Arsitek pembangunan masjid ini adalah Syaikh Liong Tan, dengan dukungan dana dari Ny. Tan Nio. Makam Syaikh Liong Tan, arsitek Masjid Jame Angke, yang berada di bagian belakang Masjid ini.
Masjid ini dibatasi oleh dinding tembok dan pada tembok tersebut terdapat pintu masuk sebanyak tiga buah yaitu di sisi timur, utara, dan selatan. Pintu di timur merupakan pintu masuk utama berukuran 334 x 180 cm sedangkan daun pintunya berukuran lebih kecil. Pada bagian atas terdapat hiasan kaligrafi dan pada daun pintu hiasannya berupa hiasan relung dan sulur-sulur. Pintu lainnya ada  di sisi utara dan selatan. Hiasan pintu selatan berupa pelipit genta, setengah lingkaran, mahkota, dan ukiran bermotif bunga dan daun. Jumlah 6 pintu ini menurut ahli waris, Bapak Muhammad Habib menyimbolkan 6 rukun Islam.
Tiang yang terdapat di dalam bangunan utama ada empat buah. Tiang tersebut merupakan tiang sokoguru berbentuk persegi empat terbuat dari beton.