Mohon tunggu...
Iwan Permadi
Iwan Permadi Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja kreatif televisi dan Guru Bahasa Inggris

a freelance tv creative

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

The Voice Season 2 - Andalkan Agnes Mo?

7 Maret 2016   18:30 Diperbarui: 7 Maret 2016   18:49 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kekuatan penyanyi dimanapun adalah kualitas suara yang dihasilkan baik karena memang bakat, kemampuan, keunikan dan juga penampilannya yang memukau. The Voice datang sebagai pembeda karena para jury yang ditunjuk untuk memberikan “apresiasi” dan “penilaian” kepada performa mereka didahului dengan mendengar mutu suara mereka terlebih dahulu lewat “blind audition”. Konsep yang memang langsung mengena kepada para calon penyanyi pendatang baru yang kebanyakan tidak pede ketika harus tampil dengan kostum dan atribut visual lainnya pada ajang talent search sejenis seperti Idol, X Factor dan lainnya.

Kebeningan dan kejernihan merancang format pencarian bakat penyanyi memang dimulai saat audisi dan itu lewat parameter utamanya yaitu kualitas audio dan tampaknya pada Blind Audition di 2 episode awal The Voice season 2 ini cukup berhasil dan menjanjikan. Dibandingkan tayangan sejenis macam Idol, X Factor dan ajang lainnya dramatisasi ditampilkan saat para jury memberikan reaksi melihat penampilan mereka bernyanyi secara audio visual serta komentar mereka antara yes dan no untuk maju ke babak berikutnya. 

Pada awal season Idol dan X Factor, momen ini dianggap baru dan menarik namun karena banyak program sejenis yang mengekor ditambah dengan komentar para jury yang dianggap kurang cerdas dan terkesan lebay, program Idol dan X Factor selanjutnya terlihat jadi tidak baru alias basi karena dianggap tidak melahirkan kreativitas baru dalam menggoreng dan mematangkan calon penyanyi – sesuatu yang amat disayangkan karena katakan dengan bantuan editing yang superhebat tidak akan mampu mengangkat konten yang boring, flat dan miskin ide.

Dalam The Voice season 2 yang ditayangkan di RCTI setelah sebelumnya (season 1) ditayangkan di Indosiar pada 2013, ada kesegaran, tekanan dan kedalaman dalam menggali potensi para calon penyanyi. Memang baru dua episode para jury “baru” : Agnes Monica (Agnes Mo), Ari Lasso, Kaka Slank dan Judika memperlihatkan pendapat mereka “tanpa pesan sponsor” karena mereka memang tidak tahu siapa calon penyanyi yang ditampilkan. Sebelumnya kita tahu bagaimana kiprah dan kualitas Agnes Mo dan Ari Lasso dalam ajang talent search lainnya, sementara Kaka dan Judika termasuk jury  baru yang penonton ingin dengar komentar, ekspresi dan visi apa yang di benaknya sehingga mampu memberikan kesegaran dan kebaruan kepada penonton.

Dibandingkan dengan season 1 pada tahun 2013, televisi penayang memberikan dampak kepada penonton program macam apa yang tepat dengan program berkualitas macam ini. Indosiar dikenal sebagai televisi yang memang kental dengan penonton menengah kebawah dari sejak jaman program tv series Hongkong/Mandarin (China ngamuk), Wayang, Dangdut, Olah raga (tinju/sepak bola), Sinetron Laga dan Religi dan lain-lain. Hal ini membuat ketika The Voice, season 1 , ditayangkan pada 2013, tidaklah sekuat dan se”happening” katakan bila dibandingkan untuk season 2 yang ratingnya sudah diatas 3-Episode 1 (Jum’at/26 February 2016), rating/share (3.3/20.0) dan Episode 2 (Sabtu/27 February 2016) dengan rating/share (3.7/20.3).  RCTI pada sisi yang lain sudah cukup lama punya jam terbang program sejenis-dan lebih dekat ke pangsa pasar menengah ke atas , walaupun rating/share program Idol seri terakhir dan X Factor season 2 tahun lalu jeblok.

The Voice yang merupakan karya John de Mol dan Roel van Velzen diadopsi/diadaptasi dari The Voice of Holland (Belanda)-De Mol dikenal dengan program hit lainnya seperti Big Brother dan Fear Factor. Format program ini reality show dan menurut kategori program berdasarkan AC Nielsen Indonesia, program ini masuk kategori Talent Search dan bersaing dengan D’Academy milik Indosiar yang sangat kuat posisinya. Strategi menayangkan 2 (dua) episode per minggu, berdasarkan tayangan perdana minggu lalu menyiratkan agar program ini tidak kehilangan momen dan dilupakan segera oleh penonton karena boom tayangan stripping dan saling bunuh sehingga banyak program baru layu sebelum berkembang karena rating tidak mencukupi.

The Voice season 2 punya modal dengan 4 (empat) jury jempolan dan daya tarik itu ada di Agnes Mo (makanya jury ceweknya hanya satu-pendapat pribadi). Dalam berbagai momen pada episode Blind Audition, sepertinya Agnes Mo mampu menjadi penengah dan “leader” dari para jury cowok yang punya latar belakang “bad boys”, kecuali Judika yang terbilang penyanyi jebolan ajang talent search dan sukses. Pilihan pada Agnes sebagai primadona cukup tepat karena penggemar dan followernya cukup banyak dan ini menimbulkan pertanyaan rating tinggi yang didapat program ini pada 2 (dua) episode perdana karena format dan presentasinya atau karena kehadiran Agnes Mo?

Kita layak tunggu kreativitas macam apa yang ditampilkan program ini sehingga tidak terjebak dramatisasi dan adu mulut antar jury dalam memilih calon penyanyi didikannya sehingga output yang dihasilkan tidak memberikan hal baru dan esensi dalam menggodok calon penyanyi dan pada akhirnya cuma mengekor pada konten rutinitas program sejenis lainnya sehingga berakhir antiklimaks pada ajang grand final. Ya time will tell..........

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun