Mohon tunggu...
Iwan Permadi
Iwan Permadi Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja kreatif televisi dan Guru Bahasa Inggris

a freelance tv creative

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Setelah Puasa Lantas Apa?

14 Juli 2015   11:55 Diperbarui: 14 Juli 2015   12:08 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketakwaan yang menjadi inti dari tujuan orang berpuasa Ramadan sebagaimana dijelaskan lewat ayat 183, Surat ke 2, Al Baqarah, seharusnya tetap menjadi dijaga kemurniannya setelah melewati bulan puasa ini.Takwa yang berarti melaksanakan perintah Allah SWT dengan menjalankan yang hak/benar dan menjauhi laranganNya, tampaknya setiap tahun Ramadan berlangsung di negeri ini begitu sering dikumandangkan, namun begitu bulan shaum ini meninggalkan kita, begitu cepatnya terkikis makna dan implementasinya. 

Inti melaksanakan syariat agama baik puasa, sholat, zakat dan naik haji kan untuk meningkatkan kualitas hidup kita baik secara materil maupun moril, tapi mengapa setelah berpayah-payah berpuasa, setelah melewati bulan latihan dan ujian ini yang terjadi di negeri ini jauh sekali dari apa yang telah diajarkan lewat bulan yang hanya satu-satunya disebut dalam Al Quran (Al  Baqarah ayat 185)

Untuk mengetahui perihal suatu masyarakat, lihatlah mereka ketika di jalan raya. Jalan raya adalah cermin bagaimana masyarakat pengguna kendaraan bertabiat saat dalam menghadapi dan memecahkan masalah. Masyarakat yang tidak sabaran akan dengan mudah menerobos lampu lalu lintas, menggunakan trotoar yang seharusnya bagi pejalan kaki dan juga melawan arus saat harus ke suatu tempat dengan alasan putaran (u turn) terlalu jauh. Bagi mereka yang tidak menghargai orang lain seperti menggunakan handphone saat mengendarai mobil sehingga membuat laju jalan jadi lambat karena mengekor mobil yang berjalan lambat tadi. Belum lagi kendaraan yang berhenti di sembarang tempat, menggunakan jalur Trans Jakarta (bus way) dan para pedagang kaki lima yang menggunakan trotoar dan badan jalan untuk berjualan. 

Tidak patuh dan tidak tertib justru bertentangan dengan ajaran puasa yang meminta yang menjalankannya untuk mematuhi ada waktu sahur, imsak,dan buka puasa, serta larangan untuk tidak makan,minum, bercampur pasutri pada siang hari serta mengguncingkan orang lain apalagi harus berkelahi dengan orang lain. Tapi fenomena tawuran seperti dalam acara Sahur on the road, saling bunuh antara anggota Korps Angkatan dan Polri, tertangkapnya perbuatan mesum, penggunaan narkoba dan pelecehan kepada perempuan dan anak kecil seolah mewarnai bulan suci ini. Artinya pada sejumlah kalangan masyarakat,agama itu tidak "ngaruh" alias nggak "ngefek". Sumpah jabatan dibawah kitab suci "Al Qur'an" pun juga dikhianati bahkan oleh oknum Menteri Agama dalam pengelolaan haji. Pembelaan rakyat yang seharusnya dilakukan oleh mayoritas anggota DPR malah berbalik menjadi pembelaan senator agar terus berkuasa dengan meminta dana aspirasi yang jumlahnya trilyunan bila 5 tahun berturut-turut dikabulkan. Terakhir kritikan pedas dengan menggunakan bahasa tidak patut dilemparkan ke pemerintahan yang seharusnya bisa dihindari atau menggunakan bahasa yang santun.

Hadits yang diriwayatkan oleh Ath-Thayyiby mengungkapkan jika orang berpuasa tidak mengharapkan pahala (dari puasanya) atau tidak menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan keji baik kedustaan, kebohongan, ghibah/gunjingan, serta perbuatan terlarang yang semisalnya, maka orang tadi tidak akan mendapatkan hasil kecuali derita lapar dan dahaga walaupun kewajiban puasanya telah gugur. 

Jadi kalau selama bulan puasa sudah tidak mendapatkan hakikat yang seharusnya dia dapat, apalagi 11 bulan kemudian? Untuk itulah seyogyanya umat yang telah tersadarkan seharusnya menjalankan kehidupan sesudah puasa mulai mengukur apa niatnya. Berlomba berbuat baik dan berguna dan bukan sebaliknya? Selanjutnya menjauhi dosa besar seperti korupsi, zinah dan pembunuhan tanpa alasan yang jelas. Berikutnya menghindari dari perkataan dusta dan perbuatan bohong, saya pikir ini cukup jelas cakupannya. Begitu pula menghindari perkataan kotor dan caci maki bodoh. Dan terakhir menjauhi segala bentuk perbuatan sia-sia dan tidak bermakna, seperti yang dinyatakan lewat surat Al Mu'minun ayat 1-3 : Sungguh telah beruntung orang-orang beriman (yaitu) Orang-orang yang khusyuk di dalam shalat mereka. Dan orang-orang yang berpaling dari hal yang sia-sia. 

Selamat merayakan Idhul Fitri 1436 H, Mohon Maaf Lahir dan Batin. 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun