#opini
Beberapa waktu terakhir marak kasus mahasiswa bunuh diri di berbagai Universitas. Seperti yang terjadi di kampus UGM, seorang mahasiswa dari jurusan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) jurusan Ilmu Komputer, angkatan tahun 2021, meninggal di kamar indekosnya di Kapanewon Mlati, Kabupaten Sleman pada hari senin 12 Agustus 2024. (Kumparan.com, 13/08/2024).Â
Selain dari UGM ada juga mahasiswa dari Universitas Dian Nuswantoro (Udinus) yang ditemukan tewas karena bunuh diri di kamar kosnya. Disamping jenasah korban ditemukan secarik surat berisi pesan kepada seseorang yang diduga pacarnya.Â
Mahasiswa fakultas MIPA dari Universitas Semarang (UNNES) juga melakukan aksi bunuh diri dengan nekat melompat dari lantai empat Mall Paragon, Jalan Pemuda, Kota Semarang. Â (Radarsemarang.jawapos, 15 Agustus 2024)
Selain dari fakta-fakta yang disebutkan diatas, masih banyak kasus bunuh diri mahasiswa dari  berbagai kampus di Indonesia. Mahasiswa dari IPB, Undip, Mahasiswi Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Semarang (USM), mahasiswa Katolik Soegijapranata (Unika) dan lain sebagainya. Penyebabnya mulai dari persoalan asmara, depresi, pinjaman online, hutang, hingga tekanan dalam proses study sebagai mahasiswa. Sedangkan cara menghabisi nyawanya juga  bermacam-macam. Ada yang menyuntikkan obat bius, gantung diri, hingga melompat terjun dari gedung lantai atas.
Banyaknya mahasiswa yang memilih mengakhiri hidupnya, menunjukkan berbagai persoalan yang kompleks yang dihadapi generasi sekarang. Kasus yang berulang dan makin marak adalah persoalan sistemik, yang  berkaitan dengan sistem hidup dan sistem pendidikan yang jauh dari aturan Allah. Ya, Sistem kapitalisme ini telah terbukti gagal mencetak generasi yang berkepribadian islam yang kuat imannya dan tidak mudah bunuh diri karena menghadapi berbagai masalah.Â
Semua jiwa membutuhkan sandaran hidup. Tempat mengeluh untuk setiap masalah yang dihadapi. Sandaran hidup itu untuk orang beriman adalah Allah SWT. Keyakinan bahwa Allah pasti akan memberikan jalan keluar dan keluasan berpikir nya akan membuat seseorang tabah menghadapi masalah, tidak asal langsung mengakhiri hidup. Dalam sistem kapitalisme ini, peran Tuhan ditiadakan, jadilah manusia tidak mempunyai sandaran kehidupan, tidak mempunyai keimanan. Karena dalam sistem kapitalisme agama hanya dianggap sebagai formalitas, Tuhan hanya berlaku di tempat-tempat ibadah, sementara hidupnya tidak mau diatur oleh Tuhan. Itulah sekulerisme yang menjadi dasar kapitalisme dan sedang diterapkan di negeri-negeri saat ini. Seharusnya sistem itu ditinggalkan oleh umat karena jelas-jelas membawa kerusakan. Sudah saatnya umat ini kembali kepada aturan Islam.Â
Allahu 'alam bishowab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H