Mohon tunggu...
Ipar Sang Fajar
Ipar Sang Fajar Mohon Tunggu... Buruh - pekicau

pekicau

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mengelokkan Tahun Politik

28 Juli 2018   20:57 Diperbarui: 28 Juli 2018   21:12 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku jemu melihat kondisi yang terjadi di tengah-tengah masyarakat saat ini. Tahun politik yang sedang berjalan benar-benar memengaruhi perilaku sosial kemasyarakatan. Entah apa yang ada dalam pikiran dan hati mereka, sampai-sampai harus memojokkan pihak yang mereka anggap lawan dengan cara-cara yang tak bagus.

Aku ambil contoh di lingkungan terdekatku, di tempat kerjaku, misalnya. Hampir setiap hari aku mendengarkan obrolan-obrolan semipolitik yang mengerucut pada pemilu presiden mendatang. Isinya tidak jauh dari menduga-duga, menuduh, serta bercuriga  kepada salah satu pihak yang belum tentu kebenarannya. Andai hal tersebut keliru, maka jadi fitnah; kalau pun benar, minimal termasuk gunjing. Sama-sama takbaik.

Apa yang terjadi di lingkungan terdekatku menjadi tak seberapa jika dibandingkan dengan apa yang terjadi di dunia maya, terkhusus media sosial. Di samping banyak manfaatnya, media sosial justru tak jarang menjadi tempat tersebarnya berita-berita yang perlu dicek kembali kebenarannya, atau yang terparah, berita bohong. 

Media sosial kini menjadi tempat favorit orang-orang yang sedang memperjuangkan pilihan politiknya. Di media sosial, mereka---yang memiliki banyak pengikut---bisa dengan mudah memengaruhi para pengikutnya yang loyal. 

Maka dari itu, di tahun politik ini tak sedikit seorang ahli politik, akademisi, bahkan ahli agama sekalipun bisa dengan mudah menggiring khalayak kepada opini tertentu. Di sini aku bukan mengkritik pada tujuan mereka, melainkan cara yang mereka pakai. Kalau dengan cara yang baik, tak masalah.

Di media sosial juga aku menyayangkan banyak sekali warganet yang mudah melancarkan umpatan, celaan, dan sejenisnya kepada orang lain yang mereka taksuka, dengan gelar-gelar yang sebetulnya tidak pantas disematkan kepada manusia.

Lebih ironisnya, hal tersebut digagas oleh orang-orang yang dianggap tokoh oleh kebanyakan pengguna internet. Mereka dengan mudahnya menggiring publik hanya dengan status mereka di facebook, atau kicauannya di twitter. Kalau di Tik Tok, saya kurang tahu deh. Ha.

Salah satu efek dari media sosial yang sangat terlihat saat ini adalah terbelahnya masyarakat kita menjadi kelompok-kelompok yang saling memperjuangkan jagoannya. Sekali lagi, aku tak mempermasalahkan tujuan dari perjuangannya, karena untuk mencapai sebuah tujuan memang harus dengan perjuangan. Tapi, bukan berarti sebuah perjuangan itu harus dihiasai dengan cara-cara yang justru mencederai tujuan mulia dari perjuangan tersebut. 

Belum lama ini ada kejadian yang cukup membuat heboh. Ada seorang kader partai politik dengan rekam jejak cukup baik---bahkan sempat digadang-gadang sebagai cawapres dari salah satu jagoan---memberikan pandangan pribadi serta sikapnya terkait pemilu presiden tahun depan. Karena pilihannya bertolak belakang  dengan mayoritas pendukungnya, maka tidak perlu waktu yang lama ia pun disudutkan, dicela oleh berbagai pihak, bahkan warganet yang tak paham pun ikut-ikutan mencela. Semudah itu media sosial memberikan efek negatifnya.

Aku mengerti bahwa di dalam politik tidak ada teman abadi atau pun musuh abadi. Jangankan hanya sebatas pertemanan biasa, pertemanan yang dituangkan dalam sebuah kesepakatan bersama saja---misal, perjanjian batu tulis---bisa kandas, karena semua tergantung kepentingan dan kesempatan. Tapi yang aku sayangkan adalah, preferensi politik seseorang kini dibawa ke segala kehidupan. Orang terkesan tidak mau duduk sekadar untuk mengeteh dengan orang lain hanya karena pandangan politiknya berbeda. Terdengar lucu, tapi itu memang terjadi. 

Aku heran, mengapa ketika kita ingin jagoan kita menang, harus dengan cara menjatuhkan pihak yang kita anggap sebagai lawan? Bukankah kita bisa mempromosikan produk yang kita jual tanpa harus menjelek-jelekan produk pedagang lain? Bukankah kita bisa mengekspos kelebihan kita tanpa harus membuka aib orang lain? Aku pikir dengan cara seperti itu tahun politik akan berjalan relatif lebih santun. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun