Kau dan Aku
 Duduk ditengah teriknya Sang Mentari
 Sambil menyaksikan Batang-batang Tebu berhamburan di tanah yang kering itu.
 Kala itu...
 Engkau menyuguhkan segelas air putih
 Dengan senyum penuh keikhlasan.
 Tak sadar diriku....
 Seketika hanyut dan terbuai
 Oleh senyum indah dari bibirmu.
 Jatuh Cinta ......???
 Ya.... Memang Itu Yang Kurasakan.
 Sudah Cukup...
 Selama ini Aku menjadi pemuja Rahasiamu.
 Semakin besar niatku
 Ingin berkata jujur tentang perasaan.
 Kembali Kau tersenyum padaku.
 Isyarat dari matamu bisa ditebak.
 Gejolak dalam dada makin besar terasa.
 Kaupun mendekat...
 Dengan Lembut Kau berbisik,
 "Maaf Aku Lebih Mencintai Dia".
 Katamu...
 Sebab Dialah yang saat ini
 Paling mengerti  perasaanku
 Menjawab semua kebutuhanku
 Meskipun secara perlahan.
 Aku layaknya Tebu
 yang ditanam di atas bebatuan.
 Layu sebelum berkembang.
 Lalu kau memberi sebuah kecupan manis
 Bagaikan Manisnya tebu saat diperah.
 Rasanya hanya sementara.
 Tak mengapa.....
 Karena pada saatnya
 Keadaanlah yang memaksa,
 Harus bersikap terima,
 Sekalipun batin tersayat setengah mati.
 Akan tetapi itu bukti dalam diri
 Bahwa aku punya memori.
      Kupang....16 Agustus 2019
        Ipang Lay Seran
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H