Ya, mutan virus Portland adalah salah satu monster yang sudah terdeteksi, dengan baru satu kasus. Tapi tak bisa disepelekan.
Mutan virus SARS-CoV-2 yang terdeteksi di Portland, Oregon, Amerika, ternyata adalah suatu "mixed mutant" yang telah bermutasi gabungan, menyerap sekaligus mutasi-mutasi yang telah ditemukan pada mutan-mutan Afrika Selatan, Inggris, Brazil, dan kota New York.
Si "mixed mutant" Portland ini jauh lebih cepat menular dan lebih mematikan. Diperkirakan juga akan membuat vaksin-vaksin unggulan yang telah ada tidak akan bekerja efektif lagi.
Kasus-kasus terinfeksi di masa-masa yang akan datang di Amerika dilihat akan jauh lebih banyak kasus terinfeksi "mixed mutant" Portland ini.
Berabe ya. Ruwet. Jangan tidak peduli.
Virus-virus mau hidup terus dalam tubuh inang manusia, tapi orang yang imun sudah makin banyak lewat kesembuhan, dan segera lewat vaksinasi jika vaksin-vaksin akan terbukti efektif untuk jangka panjang. Lantas?
Ya si virus memutasi diri, begitu rupa, besar-besaran, tak terkontrol, bahkan menggabung mutasi-mutasi yang sudah terjadi sebelumnya di seluruh dunia.
Prinsip "survival of the fittest" dalam fakta evolusi memang real. Mutasi virus adalah bagian dari evolusi virus. Untuk bertahan hidup, virus SARS-CoV-2 mengadaptasi diri dengan dunia yang makin kuat melawan dan menggempurnya. Adaptasi ya lewat mutasi-mutasi, dalam tubuh manusia di saat mereka mereplikasi diri.
Sekarang, ya.... adu pintar dan adu cepat antara si virus yang bermutasi terus dan makin kuat, dan makin "deadly", dengan para ilmuwan dan perusahaan-perusahaan farmasi pengembang vaksin-vaksin.
Kabarnya, Pfizer-BioNTech telah "menyetel ulang" atau "meng-adjust" vaksin mRNA mereka sebagai respons terhadap mutan-mutan virus corona. Sekarang, mereka sedang menguji "kehebatan" vaksin mRNA generasi kedua dalam memerangi mutan-mutan.
Tak terdengar berita apakah vaksin yang sedang dipakai di Indonesia, vaksin SinoVac, juga perlu di-"adjust", sementara kita tahu vaksin ini dikembangkan berdasarkan sekuens genetik SARS-CoV-2 yang dideteksi di Wuhan, China, Desember 2019.