Mohon tunggu...
ioanes rakhmat
ioanes rakhmat Mohon Tunggu... Penulis - Science and culture observer

Our thoughts are fallible. We therefore should go on thinking from various perspectives. We will never arrive at final definitive truths. All truths are alive, and therefore give life, strength and joy for all.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

TKA yang "Qualified" Makin Dibutuhkan Indonesia Sekarang Ini

11 Maret 2018   22:20 Diperbarui: 14 Maret 2018   10:14 695
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Biggetowercrane.com

Judul tulisan ini membuat anda kaget atau tidak? Semoga tidak. Tapi kalau kaget, ya tak apa-apa juga. 

Hingga Maret 2018 ini TKA di Indonesia meningkat hingga total mencapai 126 ribu orang, atau naik 69,85 % dibandingkan di 2016. Data ini diungkap dalam berita di sini.

Sebagian besar TKA ini datang dari China, tentu, pikir saya, karena menyewa mereka diasumsikan jauh lebih murah dibandingkan jika menyewa experts dari Barat. 

Dan jika ada kerjasama ekonomi antara pemerintah Indonesia dan pemerintah China yang menjadi koridor masuknya banyak TKA China, itu berarti China telah menanam investasi besar di Indonesia yang turut menggerakkan ke depan roda perekonomian Indonesia. 

Selain itu, jangan dilupakan, China sekarang sudah sangat maju luar biasa di banyak sekali bidang iptek yang membuat USA ketar-ketir dan jerih juga. Mengapa ambil TKA ahli jauh-jauh dari USA atau UK dll, kalau di China sudah tersedia?

Banyak orang tanpa perenungan dulu, langsung marah atas isi berita tentang TKA itu, lalu mereka sebut banyak hal negatif dari sana-sini yang tidak didukung bukti data faktual objektif. Yang menonjol adalah kemarahan, bahkan kebencian, tanpa perenungan mendalam.

Kalau saya baca dan pahami dengan cermat, poin-poin penting berita itu banyak, antara lain TKA tidak bisa selonongan masuk dan kerja di negeri kita. Pengawasan dan kontrol sangat ketat. Izin tinggal terbatas. 

Selain itu, yang dibutuhkan adalah TKA yang qualified, cakap, kompeten dan berilmu, di bidang-bidang strategis yang tidak bisa ditangani TKI sendiri karena orang kita sendiri tidak memiliki kecakapan, kompetensi dan ilmu yang mutlak diperlukan.

Dan jangan lupa fakta ini, jumlah penduduk Indonesia besar banget, sekitar 250 jutaan, seperempat milyar orang. Jumlah 126 ribu itu berapa persennya?

Penduduk NKRI berjibun, tapi kenapa kita kekurangan SDM yang cakap dan kompeten untuk mengerjakan proyek-proyek strategis?

Jika ada segelintir WNI jenius dan cakap, kompeten dan berilmu tinggi, umumnya mereka memilih kerja di Barat atau di negara-negara maju non-Barat.

Kenapa? Ya karena "scientific culture" (budaya keilmuan) dan "science literacy" (melek iptek) belum menjadi bagian dari gaya hidup sebagian besaaaaar WNI.

Dus, mereka yang cerdas itu tak betah, lalu pilih hidup dan bekerja di negeri-negeri asing yang sudah melek iptek dan budaya keilmuan di sana sudah berakar dan menjadi etos hidup sehari-hari. Lagian, gaji di sana jauh lebih tinggi kendati biaya hidup juga tinggi. 

Bukan cuma gaji yang memuaskan. Keterbukaan di sana juga begitu besar pada eksperimen-eksperimen dan temuan-temuan iptek terobosan. Untuk dapat berprestasi dan kreatif serta produktif, semua ilmuwan memerlukan kondisi ini.

Tengok negeri kita sendiri, terlihat nyata, kita jauuuuuh ketinggalan dalam sangat banyak hal. Kita takut iptek. Kita takut temuan-temuan baru. Kita takut laboratorium iptek. Kita takut menjadi bangsa dan negara yang maju dan modern. Kita takut berpikir beda dan baru. Kita takut menjadi cerdas. Kita takut memasuki kawasan-kawasan yang belum dikenal untuk menyibak berbagai misteri jagat raya. Serba takut. Why?

Kita tampak melalaikan bidang riset dan pengembangan iptek modern dan pendidikan tinggi yang kompetitif dengan pendidikan tinggi di Barat dan negara-negara maju lain yang non-Barat seperti China yang kini sedang memepet USA di bidang iptek anekaragam dan ekonomi nasional dan global.

Kenapa kita lalai di bidang kemajuan iptek? Ya mungkin karena kita terlalu banyak habiskan (99 persen) waktu dan energi otak dan tubuh untuk soal-soal agama-agama melulu.

Saya usulkan jalan keluar sementara ini: pakailah 75 persen waktu kita, energi kita, dan otak kita untuk belajar iptek, untuk melakukan riset dan pengembangan iptek dan membangun keunggulan ekonomi. Ini utama, mendesak, terpenting dan tugas yang tak pernah selesai. 

Meraih dan memajukan ilmu pengetahuan adalah jalan agung tanpa ujung menuju kemahatahuan Tuhan YMTahu yang diberi Tuhan tahap demi tahap, kumulatif, dinamis, dialektis dan progresif, kepada manusia lintas zaman dan lintas lokasi geografis.

Semakin anda mencintai Tuhan anda YMTahu, maka semakin kuat anda terdorong untuk membangun ilmu-ilmu pengetahuan dan teknologi-teknologi tinggi terobosan baru, yang perlu anda uji dan kembangkan terus-menerus tanpa batas.

Jika agama anda (apapun) membuat anda tak berakal lagi, tak mampu bernalar lagi, tak cerdas lagi, dan benci iptek, maka pastilah ada yang salah dalam ajaran agama yang anda telah terima.

Lalu, 25 persennya untuk urusan agama-agama. Tujuan utama dan terpenting dari kita beragama dan percaya pada Tuhan YMPengasih dan MPenyayang adalah untuk membuat kita berbudipekerti luhur, memiliki kebajikan, dan mampu menyayangi sesama manusia yang berasal dari anekaragam latarbelakang, dan mencintai semua bentuk kehidupan lain. 

Jika itu tujuan utama kita beragama, maka planet Bumi dan kehidupan kita menjadi indah, tenteram, damai, sejuk, semarak, beranekawarna, terpelihara dan tertopang oleh kesalingbergantungan yang seimbang dan sehat antarsemua organisme.

Jika ada ajaran-ajaran agama anda (apa pun agama yang anda anut) yang membuat anda tidak bisa mengasihi sesama manusia yang berbeda latarbelakang, tidak bisa memaafkan dengan tulus orang-orang yang (anda nilai) telah berbuat salah pada anda, dan terus-menerus makin membenci mereka, tidak bisa merawat planet Bumi ini, dan tak mampu bersahabat dengan bentuk-bentuk kehidupan lain yang memiliki kesadaran, pastilah ada yang salah dalam ajaran-ajaran agama yang telah ditanamkan ke dalam hati dan pikiran anda.

Nah, jika perubahan alokasi waktu ini kita jalankan mulai sekarang, mulai di usia dini anak-anak Indonesia, tak lama lagi NKRI akan jadi salah satu dari sepuluh besar negara termaju dunia di bidang iptek dan ekonomi. Saya optimis tentang ini.

Jika setuju, tinggal action. Jika tak setuju, ya tak apa-apa. Berdoa saja.

Cukuplah segitu. 

Ioanes Rakhmat

Update mutakhir 14 Maret 2018, pk. 10:12 AM

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun