Cuci otak pada dasarnya adalah penyerbuan terhadap privasi, yang berusaha mengendalikan bukan hanya bagaimana orang bertindak, tetapi juga apa yang mereka pikirkan. Cuci otak menimbulkan ketakutan-ketakutan kita yang terdalam karena mengancam akan menghilangkan kebebasan dan bahkan identitas manusia.
Kami menemukan bahwa cuci otak adalah suatu bentuk ekstrim pengaruh sosial yang menggunakan mekanisme-mekanisme yang makin banyak dikaji dan dipahami para psikolog sosial.
Pengaruh sosial tersebut dapat sangat bervariasi dalam intensitasnya. Dan kami mengeksplorasi sejumlah situasi yang melibatkan individu-individu, kelompok-kelompok kecil, dan keseluruhan masyarakat-masyarakat.
Dalam semua segmen ini, tipe-tipe pengaruh yang kami sebut cuci otak dicirikan oleh penggunaan kekuatan pemaksa atau tipu daya atau keduanya sekaligus.”
Taylor lebih jauh menandaskan bahwa
“kita semua mengubah dan mengganti kepercayaan-kepercayaan kita. Kita semua saling membujuk dan saling meyakinkan bahwa kita harus melakukan itu dan ini. Kita semua setiap hari menyaksikan dan mendengar iklan-iklan. Kita semua dididik dan mengalami berbagai pengalaman keagamaan.
Cuci otak, jika anda tak berkeberatan, adalah tujuan ekstrim dari semua itu. Cuci otak adalah sejenis penyiksaan psikologis yang dijalankan dengan keras dan di bawah tekanan pemaksa. Otak kita bisa digunakan untuk, pada satu pihak, mengangkat dan memajukan harkat dan martabat kemanusiaan kita; tapi pada lain pihak, untuk keperluan yang sewenang-wenang dan berbahaya.”
Fenomena cuci otak pada mulanya terpantau dalam diri para tawanan perang, “Prisoners of Wars”, atau POWs, yang dalam jangka waktu cukup lama telah mendekam dalam ruang-ruang penyiksaan pihak negara penawan. Setelah terjadi gencatan senjata atau lewat jalur diplomasi yang melibatkan pihak ketiga, para POWs ini dikembalikan ke negara asal mereka.
Yang sangat mengagetkan adalah ketika ditemukan fakta bahwa POWs ini sudah berubah pikiran dengan drastis dan radikal: mereka didapati malah membela habis-habisan negara-negara yang telah menawan mereka dan ganti memegang mati-matian ideologi dan sistem nilai negara-negara musuh yang semula mereka perangi sebagai pasukan yang ditugaskan ke sana.
POWs yang sudah tercuciotak ini malah menjadi musuh negeri mereka sendiri, yang sekarang mereka sedang diami kembali. Cuci otak selama masa ditawan, mengubah total diri dan isi otak para tawanan perang. Mengerikan, memang!
Tapi pada kesempatan ini, saya mau tambahkan info tentang suatu temuan mutakhir neurosains yang juga membantu kita dalam memahami para pelaku teror.