Mohon tunggu...
ioanes rakhmat
ioanes rakhmat Mohon Tunggu... Penulis - Science and culture observer

Our thoughts are fallible. We therefore should go on thinking from various perspectives. We will never arrive at final definitive truths. All truths are alive, and therefore give life, strength and joy for all.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Di Mana Posisi Politisi Indonesia dalam Piramida Abraham Maslow?

2 Oktober 2016   13:53 Diperbarui: 6 Oktober 2016   23:54 1057
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber image Maslow 2 http://kopywritingkourse.com/marketing-psychology/

Pada tahun 1943, dalam artikelnya yang berjudul “A Theory of Human Motivation”, psikolog Amerika, Abraham Maslow, mengetengahkan teorinya mengenai peringkat kebutuhan manusia, mulai dari yang paling dasariah sampai ke tingkat teratas, yang mencakup lima peringkat. 

Teori ini umumnya dikenal lewat “piramida hierarki kebutuhan-kebutuhan manusia” menurut Maslow,/1/ meskipun dia sendiri hanya mendaftarkan kebutuhan-kebutuhan ini, sementara bentuk piramidanya dibuat orang lain belakangan.

Dengan disusun sebagai piramida kebutuhan-kebutuhan manusia, tahulah kita dengan jelas, bahwa makin tinggi suatu jenjang, makin sedikit dicapai orang. Sebaliknya, makin rendah suatu jenjang, makin banyak orang yang diam di situ, menjadi suatu posisi massal, posisi kerumunan, posisi orang banyak.

Dalam berbagai riset sosiologi, pelatihan manajemen, dan pendidikan psikologi (untuk tingkat sarjana), teori Maslow kini masih dipakai, meskipun teori “attachment” lebih banyak dipakai sekarang ini dalam psikologi klinis, psikiatri dan pendidikan psikologi tingkat pasca-sarjana./2/

Teori hierarki kebutuhan-kebutuhan Maslow ini saya percaya sudah diketahui luas oleh kalangan terpelajar di Indonesia. Jadi, pada kesempatan ini tidak perlu lagi teori ini diuraikan panjang lebar dengan detail. Gambar yang terpasang di bawah ini dengan jelas sudah berbicara sendiri mengenai lima peringkat kebutuhan manusia menurut Maslow. Cukup beberapa hal saja dikemukakan menyangkut teori ini.

Sumber image Maslow 1 http://www.docstoc.com/docs/129551889/Maslow%EF%BF%BDs-Hierarchy-of-Needs
Sumber image Maslow 1 http://www.docstoc.com/docs/129551889/Maslow%EF%BF%BDs-Hierarchy-of-Needs
Teori ini disusun lewat kajian-kajian psikologis lapangan atas banyak orang terkenal (misalnya Albert Einstein, Jane Addams, Eleanor Roosevelt, Frederick Douglass) dan 1% mahasiswa paling sehat di Amerika. Teori ini dimaksudkannya sebagai sebuah proposisi umum dan tidak harus setiap orang mengikuti dengan kaku pola-pola perkembangan yang diusulkan.

Selain itu, dalam setiap peringkat, tidak semua kebutuhan akan seketika terpenuhi dengan lengkap, melainkan hanya sebagian-sebagian saja, bertahap. Begitu juga, Maslow menemukan bahwa sarana-sarana yang diperlukan untuk memenuhi setiap jenjang kebutuhan berbeda-beda dari satu kebudayaan ke kebudayaan lain.    

Dalam lima peringkat kebutuhan ini (ini yang orisinal diajukan Maslow), tiga kebutuhan pertama (dimulai dari yang paling bawah pada piramida) disebutnya sebagai “kebutuhan-kebutuhan karena kekurangan” atau “deficiency needs”, disingkat D-Needs. D-Needs ini juga disebut kebutuhan-kebutuhan fisiologis, yakni kebutuhan-kebutuhan dasariah hewani seperti makanan, duit, harta, udara hangat, perlindungan, rasa aman, keintiman, kekayaan, tidur, seks, komunitas, dan kebutuhan-kebutuhan ragawi lain.

Kebutuhan-kebutuhan pada peringkat keempat dan kelima teratas adalah kebutuhan-kebutuhan psikologis untuk pertumbuhan (“growth”) menuju kondisi menjadi manusia sepenuhnya (“Being”); oleh Maslow dua peringkat kebutuhan teratas ini dinamakan B-Needs.

Dalam B-Needs, kebutuhan “self esteem” mencakup antara lain kebutuhan untuk dihargai, untuk memiliki martabat diri, marwah pribadi, respek terhadap diri sendiri, kepercayaan diri, mencapai prestasi-prestasi, kebutuhan diri diterima orang lain, dan kebutuhan untuk respek kepada orang lain. Jika semua kebutuhan ini terpenuhi, seseorang akan merasa bangga dengan dirinya sendiri, melihat kehidupan ini berharga, dan memandang sesama dengan rasa hormat. Jika terjadi ketidakseimbangan dalam kebutuhan peringkat kelima ini, orang akan memandang diri sendiri tidak berharga, inferior, dan tidak bermartabat.

Kebutuhan “aktualisasi diri” sebagai kebutuhan teratas dalam B-Needs adalah kebutuhan memenuhi semua potensi dan kapasitas yang ada pada diri dan kehidupan manusia, sepenuh-penuhnya dan sebaik mungkin. Aktualisasi diri berarti menjadi diri sendiri sepenuhnya sebagai seorang insan yang berfitrah mulia dan agung, terutama bagi dan demi orang lain, bukan demi diri sendiri. Ketika kebutuhan ini tercapai, sejumlah karakteristik terbentuk:

  1. Mempersepsi realitas dengan efisien dan terbuka pada fakta-fakta;
  2. Berpikiran tajam, kreatif, dan objektif dalam memandang segala sesuatu;
  3. Senang menerima diri sendiri, orang lain dan alam;
  4. Memiliki spontanitas dalam melahirkan ide-ide dan bertindak;
  5. Memusatkan diri pada tugas dan kewajiban;
  6. Mampu memecahkan masalah;
  7. Berhati jernih dan bersih, tidak memiliki prasangka negatif;
  8. Menghargai segala sesuatu dengan konsisten, segar dan kontinyu;
  9. Bersahabat dengan umat manusia, kemanusiaan, dunia fauna dan flora, dan alam;
  10. Menghargai kehidupan;
  11. Memiliki hubungan antarpersonal yang dalam;
  12. Suka menyendiri dalam kesunyian dan kesenyapan untuk merenung;
  13. Suka berhumor dengan cerdas dan menyejukkan;
  14. Memiliki suatu sistem moralitas yang terinternalisasi dengan dalam dan tidak bergantung pada otoritas di luar diri sendiri;
  15. Memiliki pengalaman-pengalaman puncak dengan kehidupan ini.

Abraham Maslow mendeskripsikan aktualisasi diri sebagai keinginan orang untuk menjadi diri yang sepenuhnya terus-menerus, dan cenderung ingin mengungkapkan dan mewujudkan diri seluas potensi-potensi yang ada pada dirinya, tanpa tersisa, dan masuk ke dalam pengalaman-pengalaman puncak kehidupan yang besar.

Wujud aktualisasi diri tentu tidak sama dari orang yang satu ke orang yang lain, dari kebudayaan yang satu ke kebudayaan yang lain. Ada yang ingin sepenuh-penuhnya menjadi seorang ibu yang ideal, atau menjadi seorang atlit dengan kinerja puncak setinggi-tingginya, atau aktualisasi diri muncul dalam karya-karya seni yang hebat atau dalam penemuan-penemuan baru di dunia sains (Maslow, 1943, hlm. 382-383).

Tetapi kalau pemikiran Maslow diteliti dengan lebih cermat, lima peringkat itu belakangan diperluas lagi menjadi tujuh peringkat (seperti tampak pada gambar) lewat penambahan dua kebutuhan lagi pada B-Needs, yakni kebutuhan estetis (“aesthetic needs”) dan kebutuhan kognitif (“cognitive needs”) di bawah kebutuhan “aktualisasi diri”.

Kebutuhan kognitif adalah kebutuhan manusia untuk belajar, mengeksplorasi, menjelajah ke bidang-bidang kehidupan yang makin luas, menemukan sesuatu secara baru, menjadi inventor, makin sadar diri, dan mencipta. Lewat ini semua, manusia mendapatkan suatu pemahaman yang lebih baik dan lebih luas mengenai dunia sekitarnya, dan mendapatkan makna dan nilai untuk kehidupannya sendiri dan tentang kehidupan ini dengan makin dalam dan luas dan mempesona.

Rasa ingin tahu besar dan mereka berjuang untuk memenuhinya lewat observasi, eksplorasi, eksperimen dan kegiatan berpikir yang tidak biasa, “out of the box”. Di saat ini juga, mereka bisa menentukan dan menemukan sendiri makna kehidupan mereka masing-masing, sementara terus maju ke depan dengan mengikuti suara hati yang matang dan prediksi-prediksi mereka sendiri yang dibangun dengan cerdas, sistematik dan berwawasan.

Maslow percaya bahwa setiap manusia membutuhkan hal-hal yang estetis bagi kehidupan mereka. Mereka butuh citra-citra yang indah dan menawan atau sesuatu yang baru dan menyegarkan, bentuk-bentuk yang menggugah cita rasa, hal-hal yang secara estetis menyenangkan dan membahagiakan, yang semuanya dipadukan dan diselaraskan dengan seimbang, untuk selanjutnya masuk ke tahap aktualisasi diri.

Tetapi jenjang aktualisasi diri bukan jenjang terakhir. Pada titik puncak piramida Maslow, ada status atau posisi tertinggi yang dinamakan posisi transendental, posisi menjadi manusia transendental. Posisi apa ini? Terlalu tinggikah?

Pada titik puncak piramida, Maslow menempatkan posisi transendental, yakni orang yang telah kehilangan segala bentuk egotisme dan mengisi hidup mereka dengan berbagai karya kebajikan dan pencerahan untuk membawa orang lain untuk juga tiba di titik puncak yang sama, lewat aktualisasi diri. Mereka membagi ke sebanyak mungkin orang segala hal yang dipunyai mereka supaya orang lain mampu terus bergerak menanjak dari satu jenjang ke jenjang-jenjang berikutnya yang lebih tinggi.

Mereka share dengan ikhlas kekayaan material mereka ke orang-orang lain. Mereka membagi dan menyebarkan ilmu pengetahuan mereka tanpa disembunyikan satu pun. Mereka menularkan kekayaan dan keagungan semua kapasitas dan suasana dan kondisi mental dan ragawi mereka. Bahkan jika mungkin, mereka juga ingin mencerahkan budi dan pekerti rerumputan, unggas, serangga, semut, kunang-kunang, burung, sungai, lembah, sawah, gunung, awan-awan, mega-mega, udara, Matahari, bulan, hingga bintang-bintang di langit kelam.

Mungkin menolong jika saya memakai kata “buddha” sebagai status orang yang sudah tiba di titik tertinggi transendental, atau ungkapan “bodhisattva” atau “insan kamil” atau “mahatma” atau “avatar” atau “kenosis” atau “apotheosis” atau “begawan”. Terserah Anda.

Pertanyaan saya: 99,99 persen politikus di Indonesia masih berada di jenjang yang mana dari tujuh peringkat piramida Maslow dengan titik puncaknya status transendental? Jangan-jangan nyaris semuanya baru berada pada peringkat terbawah ya. Koruptor semua. Ha ha. Gak lah.

Jamppa Myllykangas : ask.fm
Jamppa Myllykangas : ask.fm
Tapi yang pasti: nyaris semua politikus kita bermental massal. Kerumunan doang. Bukan para pembangun dan inovator peradaban yang lazimnya datang dari segelintir orang.

Dalam perjalanan sejarah peradaban manusia, dari zaman ke zaman, dari satu dunia ke dunia lain, pembangun dan inovator peradaban memang umumnya muncul bukan dari kerumunan massal orang banyak, tetapi dari segelintir orang yang cerdas, berani berpikir berbeda, berani melawan arus deras kerumunan massal, berani berwawasan dan bertindak “tidak lazim”, alias “out of the box”, berani bereksperimen dengan terkendali oleh ilmu pengetahuan, dan berani hidup etis dengan segala pertaruhannya. Mereka inilah yang lazim dinamakan “the creative minority”, bukan kerumunan massal yang gagal berpikir mendalam dan tidak biasa, dan gagal bertindak penuh marwah.

Semoga tulisan ini dapat memacu dan memotivasi Anda untuk bergerak dari jenjang terbawah piramida Maslow, masuk ke jenjang-jenjang yang makin tinggi dan makin sempit pintunya, untuk akhirnya Anda (semoga) tercatat dalam sejarah kemanusiaan global sebagai bagian dari “the creative minority”. 

Jika sudah tiba di situ, tetaplah terus di situ sambil menjalankan tugas dan panggilan kebuddhaan atau kebegawanan atau kemahatmaan Anda. Waspadalah: Jangan sekali-kali terjungkal dari titik puncak ini, melorot ke bawah kembali ke jenjang terbawah atau malah ke jenjang nol, menjadi kembali manusia cecurut atau insan kutu busuk atau insan cacing perut atau insan belatung.

Jakarta, 02 Oktober 2016
The Speaking Silence
ioanes rakhmat

 

Catatan-catatan

/1/ Penjelasan pendek-pendek dan mudah dipahami tentang teori Maslow, lihat berkas PDF “Maslow’s Hierarchy of Needs”, Docstoc, pada http://www.docstoc.com/docs/129551889/Maslow%EF%BF%BDs-Hierarchy-of-Needs. Untuk makalah Maslow tahun 1943 yang membentangkan teori hierarki kebutuhan-kebutuhan manusia, lihat bukunya A Theory of Human Motivation (Martino Fine Books, June 2003) yang disunting oleh David Webb. Dalam buku yang disunting Webb ini, makalah-makalah Maslow sebelumnya yang dirujuk dalam makalah 1943 ini, disajikan apa adanya, yakni “Conflict, Frustration, and the Theory of Threat”, “The Dynamics of Psychological Security-Insecurity, dan “Preface to Motivation Theory”. Makalah 1943 muncul dalam hlm. 66-100.     

/2/ Menurut “teori kemelekatan” (“attachment theory”), perkembangan mental seseorang, baik semasa bayi dan kanak-kanak maupun saat sudah dewasa, apakah akan berkembang positif atau malah akan berkembang negatif, bergantung pada hubungannya dengan orang-orang lain yang penting baginya (“significant others”), yang memperhatikan, merawat, menjaga, membesarkan, berkawan, berhubungan, dan menyayanginya; pendek kata, dengan orang-orang lain yang tidak terpisahkan darinya, atau yang kepada mereka dia melekat (“attached”).

Ada banyak variabel yang menentukan peringkat dan kualitas kemelekatan ini dan dampaknya pada perkembangan psikologis manusia. Banyak artikel dan buku telah dan terus ditulis tentang teori ini. Lihat antara lain Marinus H. van IJzendoorn dan Abraham Sagi-Schwartz, “Cross-Cultural Patterns of Attachment; Universal and Contextual Dimensions” dalam Jude Cassidy dan Philip R. Shaver, eds., Handbook of Attachment: Theory, Research and Clinical Applications (New York: Guilford Press, 2008; edisi kedua 2010), hlm. 880-905. Lihat juga artikel “Attachment Theory” di Wikipedia, pada http://en.wikipedia.org/wiki/Attachment_theory

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun