Alih-alih menemukan makna harfiah teks-teks suci, si pembaca kitab suci malah membiarkan prapaham-prapahamnya sendiri menentukan makna teks-teks suci yang sedang dibacanya dan menganggap prapaham-prapahamnya ini sendiri sebagai firman Allah. Ketimbang menemukan satu pesan teks suci yang jelas, pendekatan literalis malah menghasilkan sangat banyak dan beranekaragam pesan teks sejalan dengan banyak dan beranekaragamnya prapaham-prapaham para penafsir.
Jangan anda mau dibodohi seseorang jika dia menyatakan bahwa pemahamannya atas teks-teks suci sungguh-sungguh puritan, sama seratus persen dengan kehendak dan pikiran Allah sendiri! Teologi seseorang itu tidak terpisah dari psikologinya, dan juga dari sosiologinya dalam arti yang luas, dan juga sebaliknya!
Sebaliknya, penafsiran yang bertanggungjawab adalah penafsiran yang tidak dikendalikan atau didikte prapaham, kendatipun prapaham ini masih bisa ada gunanya hanya di langkah-langkah awal penafsiran sebagai ancang-ancang saja, yang kemudian harus dilepaskan demi menemukan makna sebenarnya suatu teks suci sebagaimana dikehendaki penulis-penulisnya di zaman kuno dan dalam dunia mereka. Menolak pendiktean oleh prapaham-prapaham kita hanya mungkin jika kita menafsir teks-teks kitab suci tidak literalistik, tetapi dengan memakai sebuah pendekatan lain, yang kedua.
Dalam situasi sosialpolitik yang tidak menguntungkan seperti sudah disinggung di atas, untuk meniadakan atau minimal mengurangi tekanan sosiopsikologis dan sosiopolitis terhadap kaum homoseksual, teks-teks skriptural yang tampak melarang dan mengutuk homoseksualitas perlu ditafsir ulang untuk melepaskan teks-teks ini dari dominasi konstruksi tafsiran tradisional literalis yang umumnya memang tidak memihak kaum ini.
Pendekatan yang kedua ini pendekatan yang saintifik terhadap teks-teks kuno kitab suci manapun, disebut sebagai pendekatan historis kritis. Digolongkan sebagai pendekatan saintifik karena memang dijalankan dengan melibatkan berbagai cabang ilmu pengetahuan, seperti ilmu sejarah (sejarah sosial dan sejarah politik), linguistik, arkeologi, antropologi budaya, sosiologi, berbagai jenis kritik sastra, sains modern, dan lain-lain.
Dengan pendekatan historis kritis, semua teks kuno kitab-kitab suci mutlak harus diperlakukan sebagai teks-teks yang terikat pada sejarah, kebudayaan dan sistem sosial zaman-zaman kuno yang di dalamnya para penulis teks-teks ini hidup, bergaul, bermasyarakat, berpikir, memahami dan menjelaskan berbagai kenyataan sesuai dengan tingkat pengetahuan mereka masing-masing di zaman dan tempat mereka. Dengan demikian, makna atau pesan teks-teks kuno kitab suci selalu terikat dengan konteks sejarah dan konteks kebudayaan masa lalu yang di dalamnya teks-teks ini ditulis (siapapun atau apapun yang dianggap sebagai para penulis teks-teks ini).
Jadi, dalam penafsiran historis kritis adalah mutlak untuk kita mengenali konteks sejarah dan konteks kebudayaan di masa lampau ini, sebelum kita membawa teks-teks ini ke zaman kita di tempat kita. Hanya dengan kembali dulu ke masa lampau di dunia yang lain, prapaham-prapaham kita tidak akan mendikte kita dalam proses menafsirkan teks-teks kuno.
Setelah kita menemukan makna dan pesan teks-teks itu untuk orang di zaman kuno dan di dalam sistem sosial mereka sendiri, barulah kita dapat mengayunkan langkah yang kedua (disebut sebagai langkah hermeneutis), yakni menilai dengan teliti apakah teks-teks kuno ini masih relevan untuk zaman sekarang di dunia kita ataukah sudah tidak relevan lagi sehingga tidak perlu kita gunakan lagi.
Sebagai sebuah sumbangan dalam mendekonstruksi tafsiran tradisional literalis terhadap teks-teks homoseksualitas dalam kitab suci, tulisan ini fokus pada teks-teks Alkitab yang dalam pandangan pertama tampak dalam arti harfiah mengutuk kaum homoseksual. Teks-teks ini mau dipahami dalam konteks sejarah dan konteks kebudayaan serta sistem-sistem sosial di zaman-zaman kuno dan di tempat-tempat yang berbeda dari tempat kehidupan kita sekarang.
Ingatlah selalu, makna atau pesan sebuah teks suci kuno ditentukan bukan oleh Tuhan Allah di langit, tetapi oleh sistem-sistem sosial yang di dalamnya para penulis kitab-kitab suci hidup. Relevansi atau irelevansi teks-teks ini untuk kehidupan zaman sekarang di dunia kita dengan mudah kita akan dapat temukan sejauh kita memiliki kesadaran sejarah dan kesadaran konteks kontemporer kita sendiri.
Tujuh teks utama Alkitab