Gubernur Ahok mau meniadakan kekumuhan. Bukan menggusur manusia, tetapi membongkar bangunan-bangunan kumuh. Bukan mengusir penghuni lama bangunan-bangunan kumuh itu, tapi merelokasi mereka.
Ketahuilah, di Jakarta sekarang ini ada 360 perkampungan kumuh, dari yang lumayan kumuh sampai yang sangat kumuh. Pemprov DKI di bawah kepemimpinan Gubernur Ahok sudah dan sedang merealisasi rencana untuk dalam 1 tahun 100 kampung kumuh akan ditata dengan anggaran Rp. 30 M sampai Rp. 50 M per kampung. Dalam penataan ulang ini, perkampungan-perkampungan kumuh itu akan berubah menjadi rusun-rusun (yang menciptakan jauh lebih banyak ruang yang bisa didiami ketimbang rumah deret), ruang terbuka hijau (RTH), perpustakaan, komplek umum olah raga, dengan ditopang sistem drainase air yang baik, alhasil rusun-rusun itu akan layak huni dan bebas banjir.
Tak pelak lagi, Rm. FMS salah, kalau bilang Gubernur Ahok menggusur orang atau mengusir manusia. Ahok bukan Soeharto. Ahok merelokasi penduduk yang mendiami tanah-tanah negara dengan ilegal atau kawasan-kawasan yang oleh hukum di atasnya dilarang dibangun rumah-rumah asal jadi, yang dengan cepat berubah menjadi kawasan-kawasan kumuh.
Penduduk di sana dipindahkan ke rusunawa (rumah susun sederhana sewa) atau rusunami (rumah susun sederhana milik sendiri) di tempat-tempat lain, yang dilengkapi dengan berbagai sarana-prasarana dan fasilitas lain yang menunjang. Tentu saja ada “S dan K” yang diberlakukan dengan terkontrol untuk menetapkan siapa yang berhak berdiam di rusunami dan siapa yang akan menghuni rusunawa, demi tertib administrasi dan memenuhi ketentuan hukum dan keadilan sosial.
Jadi, bukanlah suatu permainan kata jika yang dipakai kata “relokasi”, bukan kata “menggusur” atau “mengusir”.
Banyak orang mencurigai bahwa Gubernur Ahok sebetulnya mau mendirikan mall-mall baru atau kondominium-kondominium baru atau apartemen-apartemen baru bagi kalangan kaya di atas lahan-lahan yang telah dibebaskan lewat penggusuran, dengan sang gubernur ini kongkalikong bersama para konglomerat pengembang. Curiga terus! Kapan habisnya?
Orang yang selalu mencurigai orang lain mustinya mencurigai dirinya sendiri dulu, apa dirinya sendiri jujur atau tidak jujur, apa dirinya sendiri baik atau jahat, apa dirinya sendiri masih makan nasi atau malah sudah lama dengan nikmat memakan kertas-kertas berharga warna-warni tanpa pernah kenyang hasil tilepan.
Setahu saya, Gubernur Ahok sudah menetapkan larangan untuk sebuah mall baru dibangun lagi di DKI yang hanya akan banyak menguntungkan para kapitalis pengembang dari berbagai latarbelakang etnis. Selain itu, Jakarta juga memerlukan lebih banyak lahan atau ruang terbuka hijau (RTH) yang luas, yang berfungsi utama sebagai lahan serapan curahan air hujan untuk ikut mengatasi banjir di DKI.
Nah, kalau anda (yang selalu curiga dan paranoid terhadap Ahok) mau tahu mana fakta (Pemprov DKI) dan mana fiksi (ciptaan Yusril dan FPI) tentang penataan kawasan Luar Batang dan kawasan Pasar Ikan, baik yang sudah dijalankan maupun yang sedang dan akan dilakukan berdasarkan suatu perencanaan yang matang, infonya sudah dibeberkan oleh Pemprov DKI dengan gamblang dan terang. Dalam hal ini, oleh Deputi Gubernur bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup DKI Jaya, Oswar Muadzin Mungkasa. Silakan klik link ketiga yang saya cantumkan di akhir catatan pendek saya ini./3/
Kalau anda atau, misalnya, Rm. FMS, masih juga tidak percaya setelah mengetahui fakta-fakta yang sudah dibeberkan itu, ya jalan satu-satunya yang masih tertinggal adalah ini: lewat doa yang khusuk, anda tanya langsung ke Tuhan di langit yang sunyi tanpa ada demo apapun di sana, mana yang faktual dan mana yang fiksional.
Nah, terkait relokasi apapun, tentu masih ada soal-soal lain yang tidak bisa dengan secepat kilat terselesaikan, sama seperti kalau kita pindah ke sebuah rumah lain di kota lain atau di luar negeri. Perlu waktu untuk betah. Untuk adaptasi diri. Untuk cari pekerjaan atau usaha baru. Untuk bergaul dan berbudaya baru. Pendek kata, untuk hidup baru, bukan untuk mati berkali-kali.