Mohon tunggu...
I Nyoman  Tika
I Nyoman Tika Mohon Tunggu... Dosen - Dosen
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

menulis sebagai pelayanan. Jurusan Kimia Undiksha, www.biokimiaedu.com, email: nyomanntika@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sains Banyak Dibutuhkan, Namun Tak Banyak Peminatnya?

10 Juni 2024   21:57 Diperbarui: 10 Juni 2024   22:59 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Siswa sedang Melakukan Percobaan (Sumber : AA. Rosmayuni )

Pendidikan sains di Indonesia memang masih dibawah negara negara lain, artinya perkembangan ilmu sains di negeri ini masih kedodoran. Hasil penelitian PISA banyak menginformasikan bahwa penguasaan sains pelajar  masih tergolong rendah.

PISA mendefinisikan kemampuan sains sebagai "kemampuan menggunakan pengetahuan ilmiah untuk mengidentifikasi persoalan, memperoleh pengetahuan baru, menjelaskan suatu fenomena, dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti tentang isu-isu terkait sains".Untuk mengukur kemampuan tersebut, PISA melakukan tes dan survei kepada sampel pelajar berusia 15 tahun dari puluhan negara.

Indonesia berada di peringkat 62 dalam bidang sains, 64 untuk membaca dan di posisi 63 untuk matematika. Posisi Indonesia berada di belakang Thailand yang ada di peringkat 54 (sains), 57 (membaca), dan 54 (matematika). "Artinya ada sesuatu yang salah dalam pembelajaran.

Pada 2022 pelajar Indonesia memperoleh skor kemampuan sains 383 poin, turun dibanding hasil penilaian PISA tahun 2015-2018. Skor tersebut juga jauh di bawah skor rata-rata negara anggota OECD yang kisarannya 483-488 poin. Dengan perolehan skor 383, pada 2022 kemampuan sains pelajar Indonesia masuk ke level 1a. Artinya, secara umum pelajar Indonesia mampu menggunakan ilmu pengetahuan dasar untuk mengidentifikasi fenomena ilmiah sederhana. Mereka juga mampu mengidentifikasi hubungan sebab-akibat atau korelasi sederhana, serta menafsirkan data grafis dan visual sederhana.

Minat siswa  kepada Sains memang tak semenarik yang lain. Kini anak-anak muda , tak mau banyak tantangan, belajar sains memang perlu ekstra tekun. Oleh karena itu perlu dibangun kesadaran bahwa sains menentukan kemajuan negara. Kalau tidak kita akan terus sebagai bangsa pemakai produk tenologi. Teknologi membutuhkan   fondasi  sains yang mumpuni.

Dulu, saya ingat, MENTERI Riset, Teknologi Pendidikan Tinggi (Menristek) Mohamad Nasir pernah mengatakan penyebab Indonesia masih kalah bersaing dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) karena minat pelajar Indonesia di bidang sains masih kurang. Sains masih dianggap sebagai hal yang sulit untuk dipelajari."Tingkat kompetensi kita untuk bidang sains yakni nomor 62 dari 71 negara.  Kita jauh tertinggal dari Vietnam yang sudah masuk ranking 10 besar," Ketika itu tahun 2018. memang sangat miris mendengarnya. 

PENDIDIKAN SAINS

Sebuah buku, Science of Education (full title: Science of Education: Its General Principles Deduced from Its Aim and the Aesthetic Revelation of the World) adalah sebuah buku yang ditulis olehpenulis  asal  Jerman, yaitu  Johann Friedrich Herbart.  Buku Ini pertama kali diterbitkan dalam bahasa Jerman pada tahun 1806 dan cetakan bahasa Inggris pertama pada tahun 1902. Herbart menekankan pendidikan sebagai cara bagi seseorang untuk memenuhi potensinya dan menciptakan metode ilmiah untuk membantunya mencapai hal tersebut. Ilmu Pendidikan menganjurkan metodologi lima langkah yang menarik minat pelajar dan menerapkan konten kembali ke moral dan kehidupan sehari-hari.

 Guru dapat ditemukan di Jerman, Inggris, dan Amerika Serikat yang masih menerapkan pedagogi ini hingga saat ini.

Teori pendidikan Herbart disebut Herbartanisme. Ia berpendapat bahwa proses psikologis pembelajaran harus diperhitungkan ketika merancang kurikulum dan tujuan pendidikan. Dia menekankan pentingnya menggunakan lingkungan sosial dan fisik untuk mendorong pembelajaran di kelas. Herbart berpendapat bahwa ada lima langkah formal untuk mengajar:

  • Kaitkan materi baru dengan ide-ide masa lalu yang relevan untuk melibatkan siswa.
  • Menyajikan materi baru melalui pengalaman dan/atau manipulatif.
  • Mengaitkan ide-ide baru dengan ide-ide lama melalui perbandingan persamaan dan perbedaan.
  • Generalisasi materi, terutama dengan siswa yang lebih muda untuk menunjukkan hubungan antara ide dan objek di dunia.
  • Menerapkan pengetahuan yang diperoleh dengan cara yang relevan untuk menafsirkan kehidupan dengan jelas. Pada langkah ini, siswa harus menjadikan hubungan ini sebagai miliknya, menerapkannya dalam kehidupannya sendiri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun