Mohon tunggu...
I Nyoman  Tika
I Nyoman Tika Mohon Tunggu... Dosen - Dosen
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

menulis sebagai pelayanan. Jurusan Kimia Undiksha, www.biokimiaedu.com, email: nyomanntika@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Nature

Keindahan Anggrek Bulan: sang Puspa Pesona

17 Mei 2024   19:35 Diperbarui: 17 Mei 2024   20:04 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aneka bunga anggrek itu   berjejer di pasang di bandara  I Gusti Ngurah Rai Bali,  di ruang tunggu itu sangat indah. Banyak orang  berswafoto disana untuk mengabadikan berada di lingkungan bunga anggrek yang sangat mempesona. Dan,penempatan bunga itu sejatinya diharapkan pengunjung bisa mendalami  filosofi yang dikandung di dalam bunga itu, getar-getar vibrasi dari  bunga anggrek putih bermakna kemunrnian hati dan ada semangat baru untuk menyongsong hari lebih baik, sedangkan merah ungkapan cinta yang penuh gairah dan mendalam, Kuning, menggambarkan kekuatan dan kebahagiaan. melihat itu semuanya, kita berdecak kagum bahwa sungguh kekayaan bumi Nusantara dalam pesona anggreknya sulit mencari bandingannya.

Hal yang sama juga terlihat di salah satu hotel -hotel,  sebut saja Hotel 'Sunari ' di Lovina lobi hotelnya,  ditandai dengan dua pasang bunga anggrek yang sangat indah.  Bunga anggrek ini tentu menambah suasana kian semarak, dan serasi dengan alam.

Bunga anggrek warna warni itu,sangat mempesona, memanjakan mata memberikan suasana hati yang damai, ketika di pandang, seberkas pemikiran syukur sebab Indonesia merupakan wilayah yang di anugerahi bergam jenis anggrek , paling tidak diperkirakan terdapat 4.000 - 5.000 jenis, sedangkan di Jawa tercatat 971 jenis dari 139 marga (Backer and van Den Brink 1968). Comber (1990) mendeskripsikan kembali sebanyak 731 jenis, di antaranya 231 jenis berstatus endemik di pulau  Jawa.

Berbagai upaya terus dilakukan untuk melestarikannya, selama  ini tidak sedikit spesies unik dan unggul anggrek Indonesia kerap dijual secara ilegal ke  luar negeri, tanpa sebelumnya diidentifikasi genetikanya, sehingga kekayaan plasma nuftah itu, menjadi milik bangsa lain.

Pembibitan Anggrek Bulan di Kebun raya Bedugul (Dokpri)
Pembibitan Anggrek Bulan di Kebun raya Bedugul (Dokpri)

Permasalahan yang kerap dihadapi oleh bunga anggrek itu, tidak sedikit ,     tidak kurang dari  28.000 spesies, anggrek adalah salah satu keluarga terbesar tanaman berbunga, dan mereka juga salah satu yang paling terancam, sebagian karena strategi kehidupannya   yang kompleks. Ancaman termasuk perusakan habitat dan perubahan iklim, tetapi banyak anggrek juga terancam oleh panen yang tidak berkelanjutan (seringkali ilegal dan/atau tidak tercatat) untuk hortikultura, makanan atau obat-obatan. kebakaran hutan juga kerap menjadi biang kerok kepunahan beberapa jenis anggrek khas Indonesia.

Dokpri
Dokpri

Tingkat ancaman ini sekarang melampaui kemampuan kita untuk memerangi mereka berdasarkan spesies demi spesies untuk semua spesies dalam kelompok besar seperti Orchidaceae; jika kita ingin berhasil dalam melestarikan anggrek untuk masa depan, kita perlu mengembangkan pendekatan yang memungkinkan kita untuk mengatasi ancaman pada skala yang lebih luas untuk melengkapi pendekatan terfokus untuk spesies yang diidentifikasi memiliki risiko tertinggi.

Namun  bunga anggrek ini tetap mempesona, dan merupakan salah satu dari tiga bunga nasional Indonesia yang dikenal dengan nama anggrek bulan,

SELAYANG PANDANG ANGGREK BULAN

Phalaenopsis amabilis, umumnya dikenal sebagai anggrek bulan, anggrek ngengat, atau anggrek mariposa, adalah spesies tumbuhan berbunga dalam keluarga anggrek Orchidaceae. Ini banyak dibudidayakan sebagai tanaman hias hias. Ini adalah ramuan epifit atau litofit dengan akar yang panjang dan tebal, antara dua hingga delapan daun tebal dan berdaging dengan pangkal menyembunyikan batang dan bunga hampir rata, putih, tahan lama pada batang berbunga bercabang dengan hingga sepuluh bunga di setiap cabang. .

Phalaenopsis amabilis berasal dari Maritim Asia Tenggara, New Guinea, dan Australia. Ia memiliki tiga subspesies: P. a. amabilis, asli Filipina (Palawan), Malaysia (Kalimantan), Indonesia (Kalimantan, Sumatera, dan Jawa); hal.a. moluccana, asli Kepulauan Maluku (Kepulauan Seram dan Buru) dan Sulawesi di Indonesia; dan P.a. rosenstromii, berasal dari Papua Nugini dan Australia (Queensland timur laut).

Anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis (L.) Bl.) merupakan anggrek asli dari Indonesia dan salah satu bunga nasional Indonesia, dikenal sebagai Puspa Pesona, serta masuk ke dalam daftar spesies yang terancam kepunahannya. Anggrek bulan juga merupakan salah satu tanaman anggrek yang banyak diminati oleh berbagai kalangan karena keindahan bentuk dan warna bunganya, tetapi produksi anggrek bulan di Indonesia masih tertinggal jauh dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Thailand, Taiwan, Singapura dan Australia. Penyakit layu Fusarium dan cekaman kekeringan masih merupakan kendala produksi dalam budidaya anggrek bulan [Phalaenopsis amabilis (L.) Bl.]. Penyakit layu Fusarium disebabkan oleh jamur Fusarium oxysporum (Fo) yang sampai sekarang masih belum bisa diatasi secara efektif. Selain penyakit, ketersediaan air yang tidak memadai menjadi permasalahan bagi para petani anggrek. Kekeringan hampir terjadi di setiap tahun, sehingga mampu menjadi pembatas utama pertumbuhan tanaman yang diakibatkan oleh tingkat kekeringan. Penggunaan bibit (varietas) anggrek bulan P. amabilis yang tahan penyakit layu Fusarium dan cekaman kekeringan dengan hasil tinggi diharapkan merupakan alternatif pengendalian penyakit dan cekaman kekeringan yang penting. Hasil penelitian pada ketahanan layu fusarium menunjukkan bahwa:

Pertama,   Konsentrasi asam fusarat toleran untuk seleksi planlet P. amabilis adalah 40 ppm. Kedua,  Terjadi peningkatan aktivitas enzim peroksidase, kandungan klorofil total, klorofil a, klorofil b, serta kandungan karbohidrat terlarut total l pada planlet P. amabilis seiring meningkatnya konsentrasi Asam Fusarat, serta hasil penelitian pada ketahanan cekaman kekeringan adalah 1). Konsentrasi PEG 6000 10% dan atonik 0 mL/L yang optimum untuk pertumbuhan planlet P. Amabilis. 2). Kandungan klorofil a, b, total rendah, indeks stomata menurun, karbohidrat total dan prolin tinggi. Ketiga . Tidak ada interaksi antara larutan atonik dan PEG 6000. Pita DNA spesifik dengan ukuran 1300 bp (OPB_20) dan 1500 bp (OPB_14) dapat diprediksi sebagai kandidat marker RAPD untuk ketahanan planlet P. amabilis terhadap Fusarium oxysporum. Pita DNA spesifik tersebut dapat dijadikan sebagai karakter untuk mengelompokkan dan memisahkan planlet P. amabilis yang tidak diimbas (kontrol) dan diimbas AF. Kata kunci: cekaman kekeringan, Fusarium oxysporum, Pengimbasan Ketahanan, Phalaenopsis amabilis; Pola DNA.

Dokpri
Dokpri

Anggrek Bulan Lokal (Phalaenopsis amabilis) merupakan salah satu jenis anggrek yang memiliki bunga yang sangat indah sekali, masih merupakan anggrek spesies atau dikenal dengan anggrek alam (lokal), karena mengingat penyebaran terbanyak ditemukan di Pulau Jawa dan Sumatera. Anggrek Bulan ini juga bermanfaat sebagai hiasan taman dan rumah yang dinikmati keindahannya. 

Anggrek ini tergolong jenis epifit yakni menempel di pohon untuk mendapatkan sari makanan akan tetapi tidak merugikan sama sekali bagi inangnya. Anggrek bulan ini tidak suka terlalu lembab atau bahkan kering, karena masih tergolong anggrek alam, maka perlakuannya jika dikoleksi harus disesuaikan dengan kondisi alam asli tempat hidupnya demi kelangsungan hidup dan kecepatan berbunga. Phalaenopsis amabilis ini sekarang sangat langka, jarang dijumpai karena plasma nutfahnya sudah banyak yang diambil untuk dijadikan indukan persilangan dengan jenis anggrek alam lainnya.

 Sebagai komoditas bisnis, Anggrek Phalaenopsis amabilis ini pernah menduduki rangking atas dalam perdagangan tanaman anggrek, karena harganya yang relatif terjangkau namun memiliki sosok bunga yang sangat indah dan bahkan bunganya tahan sampai kisaran hampir 6 bulan. 

Pada era sebelum ditemukannya atau baru sedikit ditemukannya anggrek silangan, Phalaenopsis amabilis inilah yang mendominasi pasar anggrek nasional. Sampai sekarang pun jenis Phalaenopsis amabilis ini masih banyak sekali peminatnya karena harganya masih relatif terjangkau.

Indonesia mempunyai banyak jenis tumbuhan termasuk tumbuhan epifit.  Salah satunya adalah jenis anggrek yang diperkirakan jumlah anggrek spesies lebih dari 5000 spesies. Indonesia yang kaya dengan tanaman anggrek sangat menguntungkan karena ditunjang oleh kecocokan iklim dan banyaknya jenis anggrek yang potensial.

Indonesia merupakan negara dengan tingkat kekayaan plasma nutfah anggrek terbesar kedua setelah Brasil. Banyak di antara spesies anggrek itu yang merupakan anggrek endemik Indonesia.

Potensi Indonesia dalam tanaman anggrek mempunyai harapan baik, karena ditunjang oleh kecocokan iklim dan banyaknya jenis anggrek bermutu sudah terbukti, anggrek Indonesia merupakan bahan induk yang berpotensi. Anggrek dalam penggolongan taksonomi termasuk Orchidaceae.  Famili ini terdiri dari 800 genus yang beberapa diantaranya hampir punah.  Salah satu anggrek yang hampir punah adalah dari genus Grammatophyllum. Jenis Grammatophyllum yang ada di Indonesia termasuk  Riau adalah anggrek tebu (G. speciosum), anggrek sendu (G. stapeliaeflorum), anggrek macan (G. scriptum) dan beberapa varian yang ada di alam.

BEBERAPA RISET YANG MENARIK DILAKUKAN TERHADAP ANGGREK INI YAKNI PADA ASPEK,

Orchidaceae adalah keluarga tanaman berbunga yang beragam dan tersebar luas yang bernilai tinggi dalam penelitian hias, medis, konservasi, dan evolusi. Keanekaragaman morfologi, bentuk pertumbuhan, sejarah hidup, dan habitat yang luas menyebabkan anggota Orchidaceae menunjukkan berbagai sifat fisiologis. Anggrek epifit sering dicirikan oleh daun sukulen dengan dinding sel tebal, kutikula, dan stomata cekung, sedangkan anggrek terestrial memiliki rimpang, umbi, atau umbi. Sebagian besar anggrek memiliki masa juvenil yang panjang, laju pertumbuhan yang lambat, dan kapasitas fotosintesis yang rendah. Potensi fotosintesis yang berkurang ini sebagian besar dapat dijelaskan oleh konduktansi difusi CO2 dan struktur internal daun.

Jumlah cahaya yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup tanaman tergantung pada mode nutrisi, bentuk pertumbuhan, dan habitat. Sebagian besar anggrek dapat beradaptasi dengan lingkungan cahayanya melalui penyesuaian morfologi dan fisiologis tetapi sensitif terhadap perubahan radiasi yang tiba-tiba. Anggrek yang berasal dari daerah hangat rentan terhadap suhu dingin, sedangkan anggota alpine rentan terhadap suhu tinggi. Untuk anggrek epifit, penyerapan air yang cepat oleh velamen radicum, penyimpanan air di pseudobulb dan daunnya, kehilangan air yang lambat, dan Metabolisme Asam Crassulacean berkontribusi pada keseimbangan air tanaman dan toleransi terhadap cekaman kekeringan. Kehadiran velamen radicum dan jamur mikoriza dapat mengkompensasi kurangnya rambut akar, membantu dengan cepat menyerap nutrisi dari atmosfer.

Dalam kondisi budidaya, bentuk dan konsentrasi nitrogen mempengaruhi pertumbuhan dan pembungaan anggrek. Namun, keterbatasan nitrogen dan fosfor pada anggrek epifit di alam liar, yang mengharuskan tanaman ini bergantung pada jamur mikoriza untuk nutrisi sepanjang siklus hidup, tidak dipahami dengan jelas. Karena mereka tidak memiliki endosperm, perkecambahan biji tergantung pada memperoleh nutrisi melalui jamur mikoriza. Tanaman dewasa dari beberapa anggrek autotrofik juga memperoleh karbon, nitrogen, fosfor, dan elemen lain dari mitra mikorizanya. Studi masa depan harus memeriksa mekanisme yang menentukan pertumbuhan lambat dan induksi bunga, penyebab fisiologis variasi perilaku pembungaan dan umur bunga, efek nutrisi dan deposisi nitrogen atmosfer, dan aplikasi praktis jamur mikoriza dalam budidaya anggrek.

keindahan itu membuatnya sangat diminati,sehingga memiliki panduan untuk didanamai dengan itu.  Biodiversitynya yang dimilikiIndonesia memang sangat beragam dan banyak, namun tidak ada yang bisa dilakukan selain menjaganya agartetaplestari.  Anggrek adalah salah satu suku yang mempunyai anggota jenis terbanyak dibandingkan dengan beberapa suku tumbuhan berbunga lainnya. Anggrek hidupnya tersebar dari dataran rendah sampai pegunungan, atau hutan basah sampai hutan kering. Di seluruh dunia, jumlah anggrek diperkirakan 17.000 - 35.000 jenis dari 450 - 850 marga.

PERLU DIKETAHUI   TENTANG ANGGREK DI  INDONESIA.

Ditinjau dari jeni anggrek ,  diketahui beberapa jenis, yaitu Berikut adalah nama-nama genus anggrek yaitu  populer: Cattleya, bunganya besar dan spektakuler, namun sulit dipelihara, kedua  Dendrobium, tanaman hias paling populer dari antara jenis-jenis anggrek, Grammatophylum, anggotanya termasuk Grammatophyllum scriptum yang dikenal juga dengan nama lokal anggrek Papua raksasa Oncidium, termasuk di dalamnya anggrek "golden shower" Phalaenopsis, kepopulerannya mendekati Dendrobium. Anggrek bulan adalah salah satu jenisnya Spathyphyllum, anggrek tanah Vanda, biasanya sebagai bunga potong

Cattleya, Anggrek Cattleya adalah spesies tanaman asli dari Brasil. Ahli hortikultura William Cattley dikaitkan dengan nama tanaman ini karena menerima pengiriman bunga yang indah ini di London dalam keadaan layu dan merawatnya kembali hingga sehat. Dia lebih lanjut mempopulerkan tanaman dengan memiliki katalog dan diterbitkan dalam jurnal.

JENIS ANGGREK BULAN ,ATAU DENGAN NAMA ILMIAH PHALAENOPSIS AMABILIS,

Salah satu diantara itu adalah anggrek yang indah itu adalah anggrek  bulan.  Anggrek Bulan  memililik nama ilmiah Phalaenopsis amabilis,  atau puspa pesona adalah salah satu bunga nasional Indonesia. Pertama kali ditemukan oleh seorang ahli botani Belanda, Dr. C.L. Blume. Anggrek bulan termasuk dalam tanaman anggrek monopodial yang menyukai sedikit cahaya matahari sebagai penunjang hidupnya. Daunnya berwarna hijau dengan bentuk memanjang. Akar-akarnya berwarna putih dan berbentuk bulat memanjang serta terasa berdaging. Bunganya memiliki sedikit keharuman dan waktu mekar yang lama serta dapat tumbuh hingga diameter 10 cm lebih.

Tanaman anggrek ini tersebar luas mulai dari Malaysia, Indonesia, Filipina, Papua, hingga ke Australia. Cara hidupnya secara epifit dengan menempel pada batang atau cabang pohon di hutan-hutan dan tumbuh subur hingga 600 meter di atas permukaan laut.

Anggrek termasuk dalam  Famili Orchidaceae adalah salah satu famili tanaman berbunga  yang  memiliki  keragaman  spesies  yang  tinggi dan    telah    menghasilkan    berbagai    pola    diferensiasi genetik  antara  populasi  (Niknejad et  al.,  2009).  Indonesia memiliki  kekayaan  ragam  spesies  anggrek  yang  sangat penting  untuk  dilestarikan  karena  spesies-spesies  tersebut semakin   mendekati   kepunahan.   Berbagai   spesies   perlu diteliti  kekerabatannya  dalam  rangka  mendukung  program pemuliaan     tanaman.    

Keunggulan     tanaman     anggrek ditentukan  oleh  warna,  ukuran,  bentuk,  susunan,  jumlah kuntum bunga per tangkai, panjang tangkai dan daya tahan kesegaran bunga (Widiastoety et al., 2010). Areal  hutan  di  Jawa  sudah  banyak  yang  terkonversi menjadi  pemukiman  atau  perkebunan  sehingga  populasi anggrek di alam mulai terancam. Selain itu para pedagang anggrek alam yang secara ilegal memanen di alam tanpa ada usaha untuk membudidayakannya, turut memacu penurunan jumlah populasi anggrek alam (Puspitaningtyas, 2005)

Program  pemuliaan  tanaman  memerlukan  informasi tentang keragaman dan klasifikasi yang dapat menunjukkan tingkat  dan  hubungan  antara  kultivar  sebagai  dasar  untuk seleksi  (Nandariyah,  2010).  Xue et  al.  (2010);  Yulia  dan Russeani (2008)  menyatakan bahwa semakin jauh hubungan kekerabatan  suatu  spesies  tanaman,  maka  semakin  sulit untuk   disilangkan.   Penentuan      hubungan   kekerabatan dapat  dilakukan  secara  fenotipik  dan  genotipik.  Hubungan kekerabatan    secara    fenotipik    dilakukan    berdasarkan pengamatan morfologi.

Penyebutan jenis anggrek hias biasa disebutkan dengan nama genusnya saja karena banyak sekali hibrida antarspesies dan antargenus yang telah dibuat. Akibatnya, penamaan anggrek memiliki semacam aturan khusus yang agak "menyimpang" dari aturan penamaan botani biasa.

Dokpri
Dokpri

Selama perubahan iklim tidak membuat kondisi tidak cocok untuk spesies, melestarikan habitat di mana anggrek dan, untuk epifit, pohon inang mereka tumbuh harus diperlakukan sebagai prioritas tertinggi, dan beberapa negara telah menetapkan cadangan khusus untuk anggrek (lihat, misalnya, Cribb dkk. 2003). Rasmussen dan Rasmussen (2018) meninjau hubungan antara anggrek epifit dan pohon inangnya, menyerukan penelitian lebih lanjut tentang mekanisme pengendalian distribusi anggrek pada spesies pohon yang berbeda.

Beberapa organisasi konservasi anggrek memiliki tujuan utama mendirikan cagar alam, salah satunya adalah Orchid Conservation Alliance (OCA), yang menyatakan bahwa "pelestarian habitat alami anggrek melestarikan anggrek, penyerbuknya, keanekaragaman genetiknya, dan fauna lainnya, serta keanekaragaman hayatinya. burung, katak, serangga, reptil, dan mamalia di hutan tempat mereka tinggal" (OCA 2017). Namun, ini saja tidak cukup, mengingat tekanan yang dihadapi anggrek dari perusakan habitat, pemanenan yang tidak berkelanjutan, dan perubahan iklim. Memenuhi tantangan ini dalam banyak kasus juga akan melibatkan kombinasi penciptaan habitat baru, transplantasi dan konservasi ex situ di bank benih dan koleksi hidup. Makalah dalam edisi ini oleh Kendon et al. (2017), Zettler dkk. (2017) dan Higaki dkk. (2017) fokus pada beberapa aspek konservasi ex situ.

Melestarikan anggrek dalam isolasi dari penyerbuk, rekan jamur dan tanaman inangnya berarti bahwa kompleksitas biologi mereka hilang, meskipun spesiesnya masih ada. Untuk alasan ini, konservasionis anggrek adalah beberapa pendukung paling tajam dari "konservasi terpadu", menggunakan teknik ex situ untuk mendukung konservasi in situ sebagaimana mestinya.

MEMAHAMI PENYERBUK DAN PENYERBUKAN

Anggrek terkenal karena berbagai mekanisme dan sindrom penyerbukan (misalnya Darwin 1862; Micheneau et al. 2009) dan keragaman spesies dalam familinya telah dikaitkan, sebagian, dengan keragaman mekanisme serbuk sari (misalnya Cozzolino dan Widmer 2005) . Karena keragaman mekanisme penyerbukan, Roberts (2003) menekankan pentingnya memahami biologi penyerbukan untuk konservasi anggrek yang efektif, menyatakan bahwa "konservasi anggrek akan memerlukan kasus per kasus, pendekatan ekosistem fungsional", dan mencatat kebutuhan untuk melestarikan tidak hanya anggrek dan penyerbuk, tetapi juga dalam beberapa kasus "sumber makanan penyerbuk, tempat bersarang, spesies inang larva, dan dalam kasus penyerbuk parasit, tanaman inang larva dari spesies inangnya". Jika penyerbuk tidak hadir dalam jumlah yang cukup (atau tidak sama sekali), produksi buah dapat dibatasi atau tidak ada, dan ini dapat berdampak besar pada pilihan lokasi untuk program reintroduksi (Reiter et al. 2017). Hutchings dkk. (2018) menunjukkan bahwa perubahan iklim dapat memisahkan fenologi spesies penyerbuk dan anggrek, yang berpotensi menyebabkan kegagalan reproduksi anggrek.

Terlepas dari kebutuhan yang teridentifikasi akan pengetahuan tentang komponen yang diperlukan untuk memastikan bahwa penyerbuk hadir dan tersedia untuk penyerbukan, kami masih jauh dari pemahaman biologi penyerbukan banyak spesies anggrek, dan, terlepas dari sejarah panjang studi penyerbukan anggrek, penemuan baru masih dilakukan secara rutin. Makalah terbaru telah menyelidiki burung (misalnya Micheneau et al. 2006; van der Niet et al. 2015), jangkrik (Micheneau et al. 2010), agas jamur (Phillips et al. 2014) dan pengusir hama (Bogarn et al. 2018) sebagai penyerbuk khusus. Banyak spesies anggrek menarik penyerbuk dengan tipu daya, dengan bentuk penipuan termasuk penipuan makanan, tiruan tempat bertelur, tiruan tempat berteduh, daya tarik pertemuan dan penipuan seksual (Jerskov et al. 2006), dan penemuan penipuan ganda baru-baru ini (pseudopollen tidak memiliki nilai makanan; Davies et al. 2013), mimikri bangkai (van der Niet et al. 2011) dan produksi feromon agregasi lalat buah (Karremans et al. 2015) menunjukkan bahwa kita masih jauh dari memahami kompleksitas penuh penyerbukan anggrek.

MEMAHAMI ASOSIASI MIKORIZA

Perkembangan benih dan protokorm diulas dalam edisi ini oleh Yeung (2017), termasuk diskusi tentang asosiasi mikoriza dan kelangsungan hidup benih anggrek dan planlet di habitat aslinya. Jelas, peran jamur mikoriza sangat penting untuk kelangsungan hidup populasi mandiri anggrek, tetapi masih banyak penelitian yang harus dilakukan sebelum kita sepenuhnya memahami asosiasi mikoriza, terutama dengan spesies anggrek epifit. Bahkan dengan spesies terestrial beriklim sedang, proses yang terlibat tidak sepenuhnya dipahami, tetapi teknik termasuk pengukuran pengayaan isotop karbon, nitrogen, dan hidrogen sekarang memungkinkan kita untuk menunjukkan kontribusi jamur terhadap nutrisi anggrek, bahkan ketika tanaman tampaknya mampu melakukan fotosintesis (misalnya Gebauer et al. 2016). Teknik-teknik ini baru-baru ini digunakan, misalnya, oleh Fay et al. (2018).

Mengontrol perdagangan: dapatkah pemanenan anggrek dari alam yang berkelanjutan?

Dengan perusakan habitat dan perubahan global, koleksi anggrek untuk hortikultura, makanan atau obat-obatan merupakan salah satu ancaman utama bagi kelangsungan hidup beberapa kelompok anggrek, mengapa demikian?   Hinsley et al. (2018) menyoroti empat prioritas utama untuk mengatasi masalah ini. Yaitu pertama, Sebagian besar panen anggrek dan perdagangan selanjutnya tidak diatur dan tidak terdokumentasi, Kedua  penelitian tentang dinamika perdagangan dan dampak panen akan menjadi sangat penting jika kita ingin mencegah anggrek menuju kepunahan.

Ketiga,   Memperkuat perdagangan legal dan menangani perdagangan ilegal keduanya diidentifikasi sebagai prioritas---kecuali kita memberikan dukungan yang diperlukan untuk perdagangan legal, perdagangan ilegal akan terus berlanjut.

Keempat, meningkatkan profil perdagangan anggrek di antara pembuat kebijakan, konservasionis dan publik ditekankan oleh Hinsley et al. sebagai dasar dalam menopang prioritas lainnya.

Kesimpulan

Karena sejarah hidupnya yang kompleks, anggrek dapat sangat terpengaruh oleh perusakan habitat dan perubahan iklim, dan panen yang tidak berkelanjutan (seringkali ilegal dan tidak terdokumentasi) menghadirkan risiko tambahan yang besar bagi beberapa kelompok anggrek. Untuk melestarikan anggrek secara efektif, kita perlu memahami aspek biologinya, dan ini akan memerlukan penelitian lebih lanjut ke bidang-bidang termasuk penyerbukan, asosiasi mikoriza, genetika populasi, dan demografi.

Namun demikian, oleh  karena banyaknya spesies yang terlibat, pendekatan spesies demi spesies hanya akan layak untuk spesies yang diidentifikasi sebagai prioritas tertinggi (karena, misalnya, perbedaan filogenetik, kelangkaan ekstrim atau distribusi sempit) atau pada risiko terbesar, dan kita perlu melengkapinya dengan pendekatan skala yang lebih luas.

Ini harus mencakup konservasi habitat, terutama untuk lingkungan yang kaya anggrek, perencanaan konservasi untuk kelompok spesies (misalnya yang terkait erat, terpengaruh oleh ancaman serupa atau tumbuh secara simpatrik) dan peningkatan pemantauan dan pengendalian panen untuk memastikan bahwa ini legal dan berkelanjutan. . Tanpa pendekatan gabungan seperti itu, kita tidak akan dapat memastikan kelangsungan hidup spesies karismatik ini di masa depan. latar belakang: Mengingat keragaman anggrek yang luar biasa (26.000+ spesies), meningkatkan strategi konservasi anggrek akan menguntungkan banyak taksa. Selain itu, dengan peningkatan pesat jumlah anggrek yang terancam punah dan tingkat keberhasilan yang rendah dalam program translokasi konservasi anggrek di seluruh dunia, terbukti bahwa kemajuan kita dalam memahami biologi anggrek belum diterjemahkan ke dalam konservasi efektif yang tersebar luas. Cakupan: Kami menyoroti aspek yang tidak biasa dari biologi reproduksi anggrek yang dapat memiliki konsekuensi penting bagi program konservasi, seperti spesialisasi sistem penyerbukan, set buah rendah tetapi produksi benih tinggi, dan potensi penyebaran benih jarak jauh. Selanjutnya, kami membahas pentingnya ketergantungan mereka pada jamur mikoriza untuk perkecambahan, termasuk mengukur kejadian asosiasi mikoriza khusus versus umum pada anggrek. Mengingat teori konservasi terkemuka dan biologi anggrek, kami memberikan rekomendasi untuk meningkatkan manajemen populasi dan program translokasi.

Selain itu,  keuntungan besar dalam konservasi anggrek dapat dicapai dengan memasukkan pengetahuan tentang interaksi ekologis, baik untuk spesies generalis maupun spesies spesialis. Misalnya, pengelolaan habitat dapat disesuaikan untuk mempertahankan populasi penyerbuk dan lokasi translokasi konservasi yang dipilih berdasarkan ketersediaan penyerbuk yang dikonfirmasi. Demikian pula, penggunaan jamur mikoriza yang berkhasiat dalam perbanyakan akan meningkatkan nilai koleksi ex situ dan kemungkinan meningkatkan keberhasilan translokasi konservasi. Mengingat diferensiasi genetik yang rendah antara populasi banyak anggrek, pencampuran genetik eksperimental adalah pilihan untuk meningkatkan kebugaran populasi kecil, meskipun diperlukan kehati-hatian di mana terdapat sitotipe atau ekotipe bunga. Menggabungkan data demografi dan eksperimen lapangan akan memberikan pengetahuan untuk meningkatkan keberhasilan manajemen dan translokasi. Akhirnya, fekunditas per buah yang tinggi berarti bahwa anggrek menawarkan peluang yang kuat tetapi diabaikan untuk memperbanyak tanaman untuk eksperimen yang bertujuan meningkatkan hasil konservasi. Mengingat prediksi perubahan lingkungan yang sedang berlangsung, pendekatan eksperimental juga menawarkan cara yang efektif untuk membangun populasi yang lebih tangguh. Moga bermanafaat****

Referensi

  • Fay, M. F. (2018). Orchid conservation: how can we meet the challenges in the twenty-first century?. Botanical studies, 59(1), 1-6.
  • PUSPITANINGTYAS, D. M., & HANDINI, E. (2021). Seed germination evaluation of Phalaenopsis amabilis in various media for long-term conservation. Biodiversitas Journal of Biological Diversity, 22(11).
  • Meng, X., Li, G., Gu, L., Sun, Y., Li, Z., Liu, J., ... & Zhu, M. (2020). Comparative metabolomic and transcriptome analysis reveal distinct flavonoid biosynthesis regulation between petals of white and purple Phalaenopsis amabilis. Journal of plant growth regulation, 39, 823-840.
  • Salsabila, S. N., Fatimah, K., Noorhazira, S., Halimatun, T. S. T. A. B., Aurifullah, M., & Suhana, Z. (2022, November). Effect of coconut water and peptone in micropropagation of Phalaenopsis amabilis (L.) Blume orchid. In IOP Conference Series: Earth and Environmental Science (Vol. 1102, No. 1, p. 012002). IOP Publishing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun