Mohon tunggu...
I Nyoman  Tika
I Nyoman Tika Mohon Tunggu... Dosen - Dosen
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

menulis sebagai pelayanan. Jurusan Kimia Undiksha, www.biokimiaedu.com, email: nyomanntika@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Imlek dan Dinamika Politik yang Melingkupinya

10 Februari 2024   16:35 Diperbarui: 10 Februari 2024   23:02 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu Pura Ratu Subandar di Kompleks Pura Besakih-Dok-Nusa Bali

Beberap tetua di bali mengatakan bahwa "Ida Ratu Subandar tempat memohon berkah dan perlindungan bagi kaum saudagar. Ida Ratu Ulangalu diyakini sebagai tempat memohon restu dan perlindungan bagi para pedagang kaki lima.

Anak saya, juga setia mengunjungi temannya yang merayakan Imleks di Kintamani  Bangli, tepat di desa lampu. Keberadaan memang ada kaitannya dengan sejarah Bali.  Pada abad VI., Ketika itu Raja Sri Jaya Kesunu memiliki seorang istri dan anak bernama Mayadenawa. Raja Jaya Kesunu murung dan akibatnya, kerajaan tidak terurus. Maka Mayadenawa dinobatkan sebagai Raja Bali menggantikan ayahnya Jaya Kesunu, untuk menghilangkan kesedihan Jaya Kesunu, penasihat kerajaan berinisiatif menjodohkan dengan salah seorang putri dari saudagar Cina bernama Kang Cing We sebagai istri kedua dari Jaya Kesunu.

dokpri
dokpri

Kecantikan Kang Cing We membuat Jaya Kesunu pun menerima perjodohan itu. Sejak itu Raja Jaya Kesunu pun kembali terlihat gembira. Namun  sayang, harapan  dari Raja Jaya Kesunu untuk memperoleh  keturunan dari Kang Cing We tak terwujud , karena sang permaisuri  di duga mandul. Walaupen demikidan, rasa cinta Jaya Kesunu dengan Kang Cing We tidak pernah memudar. Saking cintanya pada putri Kang Cing We, Raja Jaya Kesunu memerintahkan salah satu penasehat kerajaan yaitu  Empu Liem untuk nmembuat satu tarian yang melambangkan dirinya dengan putri Kang Cing We.

Tak perlu waktu lama, Mpu Lien kemudian membuat dua patung besar menyerupai manusia yang bisa ditarikan, kini dikenal sebagai Barong landung. Patung laki-laki  berwarna hitam , dengan karakter wajah lokal sebagai perlambang   Raja  Jaya Kesunu.  Dan, patung perempuan berwarna putih dengan muka cemberut tetapi memancarkan sinar keibuan sebagai perlambang putri Kang.

Barong Landung-Dok: Alit Mahardika 
Barong Landung-Dok: Alit Mahardika 

Tetua di Bali, kerap mengutif ajaran-ajarannya dari China, seperti (1) Ren -- ajaran Cinta Kasih , yaitu merupakan  karakter mulia dari kepribadian  seseorang terhadap moralitas, cinta kasih, kebajikan, kebenaran, tahu-diri, halus budi pekerti, tenggang rasa, perikemanusiaan. (2) Yi -- menyangkut  aspek kebenaran, Keadilan dan Kewajiban sifat ini membangun  solidaritas teguh membela kebenaran  (3) Li --  sifat Kesusilaan dan  Kepantasan, karakter ini  menunjukkan kepribadian seseorang  yang  bersusila, penuh dengan sopan santun, tahu tata krama, serta  budi pekerti baik,  (4) Zhi --  karakter bijaksana ditunjukkan dengansifat  arif bijaksana dan penuhsaling  pengertian. (5) Xin -- karakter yang Dapat dipercaya ditunjukkan dengan  rasa percaya diri, serta dapat dipercaya oleh orang lain, serta selalu  menepati janji.

IMLEKS DI INDOENESIA

Di seluruh dunia, Tahun Baru Imlek merupakan perayaan budaya. Namun di Indonesia, Imlek sudah banyak diperebutkan. Hal ini antara lain karena umat Konghucu di Indonesia merayakan Imlek sebagai hari suci yang memperingati lahirnya Konghucu, sama seperti umat Kristiani merayakan Natal untuk mengenang kelahiran Yesus Kristus.

Meskipun Konfusianisme secara umum dipahami oleh orang Tionghoa di tempat lain sebagai seperangkat aturan etika atau filsafat moral, di Indonesia agama ini telah menjadi agama yang dilembagakan sejak awal abad ke-20. Di bawah pemerintahan Orde Baru, status Konfusianisme sebagai agama dicabut, dan ekspresi etnis dan budaya Tionghoa dilarang. Namun setelah jatuhnya Soeharto pada tahun 1998, Majelis Agung Agama Konghucu di Indonesia (MATAKIN), yang mengaku mewakili hingga satu juta masyarakat Indonesia, meminta agar pemerintah menetapkan Imlek sebagai hari libur nasional. Organisasi Tionghoa lainnya di Jakarta menyambut baik usulan ini dan mendukungnya dengan melobi pemerintah.

Kalangan Konghucu membenarkan penetapan tahun Imlek berdasarkan tahun lahir Konghucu dengan menyamakan peringatan Anno Domini dalam penanggalan Barat sebagai tahun Masehi, dan penanggalan Hijrah umat Islam yang menghitung tahunnya dari tahun Nabi Muhammad SAW. ziarah dari Mekkah ke Madinah. Untuk mempertahankan 'tradisi' tersebut, organisasi Tionghoa dan budayawan Tionghoa-Indonesia harus menciptakan kembali versi sejarah Tiongkok kuno yang menunjukkan bahwa penghitungan tahun Imlek ini dilakukan di Tiongkok kuno. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun