Namun kondisi itu belum dilakukan, mereka masih bereoporia dengan dukung paslon A atau B, sehingga banyak pihak menuduh para akademisi atau intelektual itu seakan akan melakukan politik praktis, atau mendorong dan menyeret kampus mereka berpolitik praktis. Ini tak banyak berguna, selain meruntuhkan kehormatan intelektual kampus, dia tidak menjadi menara api, Â dan intelektualnya harus netral, bisa memberikan penerangan dan kehangan pada semua lapisan dan golongan masyarakat.Â
Padahal, demikian pula Guru Besar mempunyai tanggung jawab mengembangkan dan menjaga nilai-nilai akademik, dan berkontribusi dalam pengembangan institusi. Selain itu, seorang Guru Besar diharapkan mempunyai kapasitas dan tanggungjawab untuk mengembangkan konsep dan pemikiran tentang keilmuan masa depan, serta berperan dalam pengembangan peradaban dan penyelesaian permasalahan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia dan dunia.
Dan itu sangat kentara , mengapa demikian, momennya saat ini tidak dari dulu-dulu, padahal kalaulah terjadi penyimpangan , seharus mulai sejak awal dikritisi, pada aspek keberanian bersuara, saya masih simpatik dengan Rocky Gerung' yang terus bersuara mengkritisi kebijakan Jokowi. Namun yang lain belum sepenuhnya punya nyali.
Kondisi demikian, sangat terbaca oleh masyarakat bahwa para professor dan kaum akademik mencari panggung, dan memberikan petisi yang menurut saya sangat memihak, sebagai Gerakan moral harus memberikan solusi yang bijak.
Maka Gerung, sejatinya menyadarkan kita bahwa "Kebebasan tidak terdiri dari melakukan apa yang kita sukai, tetapi memiliki hak untuk melakukan apa yang seharusnya kita lakukan
Sorotan para kaum akademisi kampus itu , lebih disebabkan oleh keberpihakan pada paslon sulit terbantahkan karena para kandidat memang dekat dengan pencetus petisi di masing-masing PT tersebut, sebut Ganjar sebagai ketua alumni UGM, denganmudah memobilisasinya, makan tudingan seperti itu tidak salah.
Kajian para akademis memang kerap terbawa alur media on line, serempak untuk cenderung memojokkan dan partisan. Kemunculan media yang lebih partisan berkontribusi terhadap polarisasi politik dan menyebabkan public mendukung kebijakan dan kandidat yang lebih partisan.
Intelektual dan dunia akademik condong menggunakan beberapa media baru dan telah menambahkan lebih banyak pesan partisan ke dalam pasokan berita yang sebagian besar berhaluan paslon.
Meskipun sikap politik sebagian besar kaum akademisi masih cukup moderat, bukti menunjukkan adanya polarisasi di antara mereka yang terlibat secara politik.
Menjamurnya pilihan media menurunkan jumlah pemilih yang kurang berminat dan kurang partisan, sehingga menjadikan pemilu lebih partisan.
Namun bukti adanya hubungan sebab akibat antara pesan-pesan yang lebih partisan dan perubahan sikap atau perilaku masih beragam. Masalah pengukuran menghambat penelitian mengenai paparan selektif partisan dan konsekuensinya. Pemberitaan yang bersifat sepihak secara ideologis mungkin terbatas pada kelompok kecil masyarakat, namun sangat terlibat dan berpengaruh. Tidak ada bukti kuat bahwa media partisan membuat masyarakat kita menjadi lebih partisan.