Mohon tunggu...
I Nyoman  Tika
I Nyoman Tika Mohon Tunggu... Dosen - Dosen
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

menulis sebagai pelayanan. Jurusan Kimia Undiksha, www.biokimiaedu.com, email: nyomanntika@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pura Gelap dan Kedamaian Itu

14 Agustus 2022   23:57 Diperbarui: 15 Agustus 2022   00:23 1097
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang Wanita berumur setangah abad lebih, berjalan pelan, dengan nafas berat menapaki lorong jalan yang kian mendaki, udara berdesir sejuk, karena memang itu adalah kaki gunung Agung yang digunakan sebagai tempat suci, pura.

Pemedek, orang-orang yang ingin sembahyang, membludak berbaur dengan para pelancong/ tourist, diantara pelancong itu mereka juga masuk untuk bersembahyang. Kalau pelancong tak sembahyang, jangan harap bisa masuk ke areal Utama mandala, tempat dilakukan pemujaan. Jro mangku akan segera mempersilahkan keluar dari areal pura

Sampai ditempat pemujaan itu Wanita itu merasa bebas, kayakinan berbahur dengan kenyataan, bahwa dia bisa sampai di puncak merupakan sebuah impian, bagi orang yang menderita sesak nafas, berjalan dari pura paling bawah, Dalem Puri sampai di Puncak Pura gelap, adalah sebuah prestasi, sebab perang antara ketinggian dan alunan nafas menjadi ' perang tanding yang sulit dimenangkan oleh seorang yang nafasnya berat dan tersengal-sengal. Seperti perempuan setangah abad itu.

Perjalanan mendaki itu berbaur dengan suara belalang, yang bersembunyi dibalik perdu indah yang ada lingkungan itu.

 Keindahan lain terasa ketika jiwa merasakan desau angin yang kian terasa segar, bersih terhirup oleh paru-paru . Inilah fase tradisi masyarakat Hindu di bali terasa unik, bersembahyang, sekaligus berolah raga dan olah rasa, untuk merasakan keagungan Yang Maha Memberi hidup.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi

 Suara burung yang menggericau, hadir pada pohon-pohon besar yang memberikan kesan yang sangat memukau pelancong, Udara dan kabut tipis mulai beranjak karena kena sinar matahari. pemandangan itu membawa asa menjadi penuh kebahagian, Rasa hati seakan menyatu dengan pemandangan berkabut sutra awan antara gunung dengan langit.

Wanita setengah abad itu, menuju Pura suci itu, yang disebut dengan nama Pura Gelap, yang menstanakan dewa Iswara yang berposisi di arah timur dan merupakan salah satu bagian dari 20 kompleks Pura Besakih itu. Di areal Pura Gelap itu, seakan makna yadnya (korban suci) mendapatkan tempatnya yang utama, dalam bentuk cakra yadnya. Cakra yajna inilah hendaknya diputar secara harmonis dalam suatu kesatuan.

Apabila salah satunya saja putus dunia ini tidak dapat bekerja. Bagaikan rantai makanan antara satu dengan yang lainnya saling membutuhkan Cakra yajna ini harus  bergerak dan gerakannya berputar agar roda penyangga kehidupan berjalan tanpa adanya gangguan dan benturan, maka dari itulah umat Hindu amat didorong  menyadari keberadaannya secara histolistik. Yang menjaga  hubungan karena  saling membutuhkan di dalam usahanya melakoni nilai kemanusiannya di dunia ini  (Gita III.14).

 Perlu diketahui bahwa Ada empat pura di kenal oleh masyarakat Hindu di Bali sebagai  Pura Catur Dala atau Catur Loka Pala , yakni y Pura Gelap, Pura Kiduling Kreteg, Pura Ulun Kulkul dan Pura Batu Madeg. Lalu yang menjadi pusat ditengah-tengah adalah Pura Penataran Agung Besakih.Pura penataran ini  terdiri atas tujuh Mandala, atau banyak menyabeutkan dengan  tujuh lapisan alam atas (Sapta Loka).

Kembali ke Pura Gelap , marupakan  salah satu Pura Catur Lawa, kehadirannya  sebagai Pura Pemujaan Tuhan dalam manifestasinya sebagai Batara Iswara pelindung arah timur alam semesta (Bhuwana Agung.). Ishvara terutama merupakan julukan Dewa Siwa. Dalam Shaivisme dan bagi sebagian besar umat Hindu, Ishvara identik dengan Shiva.

Kekhasan  nilai local Bali  sangat menonjol  sebagai nama-nama  pura di kompleks Pura Besakih itu Namun di balik ciri khas lokal itu terbungkus konsep yang sangat universal.  Kearifan local Bali telah  menjadi piranti utama menjaga tradisi oleh para pemuka -pemuka Hindu masa lampau  dengan menggunakan  menggunakan konsep ''berpikir universal berlaku lokal''.

Misalnya,  Istilah ''gelap'' dalam nama Pura Gelap ini tidak  berasal dari bahasa Indonesia. Kata ''gelap'' dalam nama Pura Gelap ini diambil  dari bahasa Kawi  (Jawa Kuno) yang artinya kilat  atau  petir  dengan sinarnya yang muncul itu  berwarna  putih  nyang sangat menyilaukan itu.  Dewa Iswara dalam konsepsi Hindu di Bali menunjukkan dengan warna putih dalam konsep dewata nawa sanga.  

Konsep Dewata Nawa Sanga mengakui sembilan dewa di sembilan mata angin, masing-masing memerintah dan melindungi arah yang berbeda. Diagram matahari yang menggambarkan Dewata Nawa Sanga ditemukan dalam simbol Surya Majapahit pada bendera kerajaan Kerajaan Majapahit. Kesembilan dewa bersemayam di sembilan pura besar di pulau yang disebut 'Kahyangan Jagat.'

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi

Lokasi Pura Gelap paling ujung dengan posisi paling tinggi, sehingga anda bisa menyaksikan keindahan alam di bawahnya, termasuk sejumlah pura lainnya di komplek pura Besakih dengan lebih leluasa, udara terasa sejuk menyelimuti, suasana alamnya damai, ideal untuk tujuan wisata rohani  bagi siapa saja yang ingin berselancar dalam keheningan dan kedamaian.

Pura Gelap  adalah tempat suci  untuk  pemujaan Tuhan dalam manifestasinya sebagai Dewa Iswara. Dewa Iswara  sebagai penguasa Cahaya.  Filosofi pemujaan ini sangat penting, sebab cahaya yang merupakan bersumber dari matahari  merupakan penyokong kehidupan di Bumi. Tentu  Bumi ini, tanpa sinar matahari, memiliki wajah berbeda. Sinar matahari sangat memungkinkan kehidupan berlangsung  dengan adanya fotosintesis. Fotosisntesis menyebabkan  terjadi biosintesis karbohidrat dari air dan karbondioksida, dengan adanya reaksi gelap dan terang.

Pura gelap ketinggiannya sangat kentara , lingkungannya eksotik banyak ditemukan belalang.  Belalang hidup Pada fase soliter, artinya sendiri, bisa sendiri Bersama pasangannya, atau tidak berkelompok. Banyak terlihat  belalang kembara hidup sendiri-sendiri dan tidak menimbulkan kerusakan bagi tumbuhan disekitarnya. Karena Iklimnya sejuk dan cenderung dingin, maka belalang tak berkelompok (gregaria), tentu fase perubahan iklim jarang terjadi, sehingga belalang tak merusak tanaman di sekitar Pura Gelap itu

Dari puncak pura ini kita bisa berpikir sejenak, bahwa Bersama bintang. Bersama bulan. Bersama langit malam. Cukup dengan melihat alam, anda merasakan kedamaian. Kedamaian itu hadir  dari menerima yang tak terhindarkan dan menjinakkan keinginan kita. Salam Rahayu****

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun