Mohon tunggu...
I Nyoman  Tika
I Nyoman Tika Mohon Tunggu... Dosen - Dosen
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

menulis sebagai pelayanan. Jurusan Kimia Undiksha, www.biokimiaedu.com, email: nyomanntika@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Presiden Jokowi dan Kesetimbangan sesuai Azas Le Chatelier

18 Juni 2022   22:07 Diperbarui: 20 Juni 2022   06:49 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika melihat pergantian menteri (reshuffle cabinet), masyarakat di kampung saya tak hirau, mereka amat khusuk untuk menyambut hari raya Kuningan (sabtu 18/6 2022), tandanya pasar ramai, untuk membeli bahan untuk menyambut hari raya itu. Cuma mereka kaget, karena harga -harga sudah pada naik, sehingga para ibu harus pintar mengatur keuangan agar tidak norok.

 Diantara   pengunjung  bergumam lirih, minyak goreng masih   tetap harganya  tinggi, kini disusul dengan harga cabai, bawang merah ikut-ikutan merangkak naik.Ya... mereka tak menyalahkan pemerintah, yang penting komoditas itu  ada yang masih  menjualnya. Mereka tak permasalahkan kondisi itu. Mereka tahu ini adalah permainan spekulan, mereka juga heran mengapa pemerintah kalah oleh hal-hal seperti itu.

Orang desa memang damai, karena tak banyak yang menggunakan barang import, kalau minyak goreng tak ada. Mereka akan membuat masakan  yang  sedikit mungkin  untuk    goreng-menggoreng, mereka menikmati  makanan yang  dikukus, atau direbus, malah tambah sehat karena mengurangi kolesterol. Kata mereka sedikit memberikan nasihat.

Pasar  di Kota Singaraja, memang tidak melulu  dikunjungi oleh para Pegawai  (negeri atau  swasta), namun  kota Singaraja yang menjadi kota dari kabupaten Buleleng yang  memiliki luas wilayah hampir  setengah dari pulau Bali itu, memang seakan tak  terpengaruh nyata, siapapun menterinya.

 Pasar bergeliat sendiri, ketika pandemic Covid-19, Singaraja tetap eksis, walaupun Bali secara keseluruhan  anjlok ekonominya, namun masyarakat bali utara itu tetap  bergairah. Alasannya Bali utara tak melulu tergantung sektor pariwisata , pekerja hotel kembali ke kampung, menggarap   sektor perkebunan pertanian dan  perikanan, ketiga sector itu   di daerah ini terus bertumbuh, apa lagi  perkebunan cengkeh, vanili , mangga adalah sector  masih produktif ketika pandemik mengguyur,  dan harga  jual cengkeh harganya tetap bagus.

Di pasar di Singaraja, seperti pasar pada umumnya di Bali, selalu dipadati para ibu yang berbelanja, dan biasanya  bapak-bapak menunggu di parkiran,  ruang parkir inilah kerap menjadi wilayah diskusi yang Panjang, baik masalah politik , ekonomi  dan lain-lain, pokoknya , khas obrolan  pasar,  namun tak jarang alasan mereka sangat rasional dan tajam.

Salah seorang, ketika dikenalkan namanya , bernama Made Regig, dia berprofesi penjual  makanan ringan di warungnya, dia mengantar istrinya ke pasar,  Ketika ditanya komentarnya reshuffle Kabinet, dia tertawa, lebar,  ya memang tak banyak yang bisa komentari, masalah itu  jauh di Jakarta, kita di kampung ini, hanya berharap  bahan baku tetap murah , stabil dan tak ada yang bergejolak.

Dia berkata, demokrasi  di Indonesia sudah berjalan baik  dengan  sistem politik yang menunjukkan bahwa kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik. Kadang hiruk pikuk kebebasan kerap kebablasan, penegak hukum terasa masih tebang pilih.

Pun demikian nam, banyak petualang politik yang berteriak membela rakyat, itu ga ada mereka semua mencari panggung, mereka ingin popular dan akhirnya bisa dilirik oleh penguasa, sehingga bargaining power- nya bisa meningkat. Ya... orang baragam cara  dilakukan agar bisa mencari makan  hidup itu sah-sah saja,. Begitulah benak masyarakat luas.

Dan, di situ ada juga Nyoman Rideng, yang juga mengantar istrinya ke Pasar dan berkata " Ketenangan atau kedamaian itu penting, namun kebutuhan pokok harus terjamin, seperti  basic needs Abraham maslow. Kebutuhan dasar terpenuhi, baru rasa aman, kedua aspek itu adalah permintaan rakyat

Diskusi sepintas  semacam itu menggambarkan harapan, masyarakat  di  kampung yang jauh di antara  bukit dengan pemandangan yang sangat indah menjadi sebuah  tanda bahwa agar  pemerintah bisa mempertahankan kestabilan harga bahan pokok, dan rasa aman  warga bangsa.

Saya mencoba melihat bahwa masyarakat dari dekat mereka  berangkat ke kota pagi hari misalnya, mereka bisa berjualan sayur mayur hasil kebun, lalu balik membawa kebutuhan pokok yang cukup untuk beberapa hari, siklus demikian terus terjadi tak hirau tempat transaksi berjualan pagi itu di jalan besar,  walaupun Pemda buleleng telah membuat 'pasar yang asri' tetap saja para pedagang tumpah rumah di jalan.  Pedang yang ada di dalam pasar ber AC, kerap berteriak taka da pembeli, dan rugi dengan ongkos operasional kiosnya , karena para pedagang lain kerap bebas  berjualan di jalan-jalan. Tindakan penertiban yang berbudaya sangat dibutuhkan.

Kondisi demikian mendesak diwujudkan  agar masyarakat tertib. Para warga masyarakat juga disodorkan  banyak poster besar  untuk memikat hati sang warga, seperti  poster Puhan Maharani, Prabowo, dan Airlangga Hartanto yang besar namun para pedagang itu pun tak tahu, siapa itu, karena dia mungkin tidak mengalami hubungan langsung, tidak bekerja yan tidak makan. Setiap hari hanya bergantung pada BLT itu tak mungkin,  saya harus bekerja, pupuk murah, kebutuhan pokok murah, listrik murah, dan  rumah sakit gratis itulah, harapan sederhananya.

Khabar Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan reshuffle kabinet pada Rabu (15/6), pun tak mengganggu aktivitas, berita itu tidak menarik, kalau harga-harga kebutuhan pokok tidak stabil, sama saja, Ia, kalau membawa barang saat berjualan ada  tibun, paling diusir, ya... nasib rakyat kecil memang begitu.

Oleh karena itu, banyak orang berbicara atas nama rakyat, itu bukan sesungguhnya mereka sedang berjualan, agar perut mereka terisi penuh, untuk meninggikan harga mereka. Orang yang meramaikan itu memunculkan Pertanyaan menarik yang tidak hanya  di media, banyak komentar para pakar dan analisis politik berseliweran. 

Diskusi -diskusi kecil kerpa menyindir peran anggota  anggota DPR, tempat tidur paling enak itu bukan kasur tapi kursi gedung DPR saat rapat. Saat ini budaya bukan cuma tarian atau lagu daerah saja, tapi juga ada budaya korupsi.Begitulah kerap rakyat berteriak sinis, namun semakin ke atas suara itu nyaris tak terdengar.

Makna lain juga terlontar oleh masyarakat kecil yang saya temui,  Kalau semua orang jadi politikus, lalu siapa yang jadi rakyatnya. Politik itu santai, yang repot yang para politikusnya.Sekarang teman, besok musuh, besoknya berkoalisi lagi. Begitulah politik.

Lalu, Made Bayur di tempat parkir itu , juga berkomentar " Politisi tidak pernah percaya atas ucapannya sendiri. Mereka justru terkejut bila rakyat mempercayainya. Ketika politik mengajarkan bahwa tugas politikus sesungguhnya melaksanakan kehendak rakyat, namun, yang terjadi mereka hanya mementingkan dirinya sendiri."

Saya sendiri menyaksikan diskusi itu, kebetulan ikut ke pasar, sama seperti bapak-bapak yang lain , mengantar istri untuk memenuhi kebutuhan  di dapur.

Dari diskusi ringan-ringan itu, saya melihat dalam perspektif keseimbangan. Dalam keseimbangan ada system dan lingkungan. Sistem dalam hal ini adalah pemerintahan Republik Indonesia, dalam hal ini pengatur nya adalah Presiden joko widodo.

Kita rakyat dan yang lain bisa juga dalam system namun saya lebih suka menyebutnya dalam lingkungan. Sistem  ini ada berbagai sistem terbuka, sistem tertutup dan semi terbuka, nampaknya Presiden Joko Widodo, saya melihat sebagai sistem terbuka, ingin mendapatkan masukan dari semua pihak tentu masukan itu, yang konstruktif, berada dalam koridor NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.

Ketika kita petakan apa yang dihadapi Presiden Joko Widodo saat ini Indonesia  yang menganut sistem multipartai tentu tekanan, akan selalu ada,  yang melahirkan suhu politik meningkat, serta jumlah demonstrasi n meningkat , maka perlu dilakukan penyiembangan itu. Akhirnya presiden selalu dihadapkan pada dua masalah pelik, yaitu stabilitas politik dan kinerja yang baik. Disini presiden Jokowi selain wajib menjadi manajer yang baik, juga harus menjadi leader yang mumpuni.

Seorang manajer adalah ibarat pintar memilih menempatkan tangga untuk mencapai puncak, sedangkan leadernya adalah bagaimana membangun tangga untuk mencapai puncak itu.

Di dimensi kesetimbangan  tekanan public pada suatu situasi yang semakin runyam  secara global, akibat pandemic Covid-19 dan perang ukraina -rusia, membuat ekonomi global tak menentu, dan tentu berimbas ke Indonesia, tekanan itu akan semakin menguat oleh  aktor pemain politik yang tak sejalan untuk menggoreng issue ini, untuk meminimalkan tekanan itu

Presiden Joko Widodo wajib menerapkan kesetimbangan system, yang diformulasikan oleh  Henry-Louis Le Chatelier, yang lahir 8 Oktober 1850, Paris, Prancis,

Dia adalah ahli kimia, yang mengemukakan asas Le Chatelier, yang memungkinkan untuk memprediksi efek perubahan kondisi (seperti suhu, tekanan, atau konsentrasi komponen reaksi) akan terjadi pada reaksi kimia. Apabila pada suatu sistem kesetimbangan dilakukan gangguan dalam bentuk perubahan temperatur, tekanan, atau konsentrasi spesies yang terlibat dalam reaksi, maka sistem akan bereaksi sedemikian rupa, yang akan sedikit mengganggu kesetimbangan, dalam rangka mencapai kesetimbangan yang baru."  Prinsipnya terbukti sangat berharga dalam industri kimia untuk mengembangkan proses kimia yang paling efisien. 

Azas atau prinsip Le Chatelier, sangat kentara Ketika reshuffle kabinet baru baru ini , ada beberapa hal yang menarik sebagai narasi penulis untuk memperkuat dugaan itu, pertama, tekanan  muncul  dari berbagai pihak khususnya lawan politik Jokowi, karena rakyat berteriak tentang mahalnya harga minyak goreng.

 Padahal kita penghasil kelapa sawit terbesar di dunia, artinya dari sisi manajemen dan leadership presiden  seakan  tak mampu memerintahkan bawahannya, dalam hal ini Menteri perdagangan, dalam mengatasi mafia minyak goreng.

 Tekanan tinggi dalam sektor ini, tentu akan berakibat  Presiden Jokowi terganggu bekerja, tidak akan tenang meneruskan misinya. Tekanan itu bisa jadi karena harga-harga kebutuhan pokok meningkat, minyak goreng  belum selesai. Perut rakyat lapar.  Kondisi ini mudah dibentuk agregat menjadi protes kolektif masyarakat luas.

Oleh karena itu, penetrasinya adalah dengan mengganti Menteri Perdagangan.  Jokowi ingin mendapat dukungan semua elemen masyarakat untuk menyukseskan kerja dan idenya , sehingga  bisa lebih tenang bekerja. Kerja akan terganggu kalau banyak riuh. Dan orang yang dipilih adalah Zulkifli Hasan, menurut saya, tokoh ini memang memiliki jaringan yang amat luas, khususnya dalam pembukaan kebun kelapa sawit di masa lalu,  ada indikasi balas budi' dari para pelaku kelapa sawit.

Kedua, azas Le Chatelier, pada perubahan tekanan  karena kenaikan harga  mengakibatkan suhu politik naik, Suhu politik akan membuat energi kinetic massa akan mudah bergerak kemana-mana, dan melahirkan tumbukan. Agar terjadi tumbukan yang efektif diperlukan syarat orientasi tumbukan molekul harus tepat. Orientasi merupakan arah atau posisi antar molekul yang bertumbukan. Sebelum tumbukan terjadi, partikel partikel memerlukan suatu energi minimum yang dikenal dengan energi pengaktifan atau energi aktivasi. Namun karena ada reshuffle  kenaikan suhu politik kehilangan isu, masyarakat diharapkan tidak masalah dalam memenuhi kebutuhan pokoknya. Masyarakat masih menunggu beberapa minggu ke depan, benarkan pergantian  Menteri , dapat menurunkan harga minyak goreng? Inilah yang ditunggu masyarakat? Jika terjadi penurunan, Kondisi tumbukan tidak menghasilkan kegaduhan.

Ketiga, keseimbangan yang diharapkan   Jokowi, di sisa masa jabatannya   berharap agar suksesi kepemimpinan Indonesia berjalan damai pada tahun 2024, Presiden Jokowi  berharap  agar  dikenang sebagai negarawan dengan happy ending.  Sama halnya seperti pergantian SBY ke Jokowi tahun 2014, mulus dan damai

Ketiga,  kesimbangan  perlu dipertahankan dengan mengeliminasi tekanan, suhu politik tetap terjaga, serta konsentrasi massa  demonstrasi tak banyak terjadi, Kalau demikian maka  Presiden Jokowi tentang bekerja  untuk menggolkan gagasannya  untuk mensejahterakan masyarakat. Jika tidak maka sisa pemerintahan Jokowi  bakal cacat. Itu sebabnya reshuffle kabinet dilakukan dengan mengakomodir partai politik, sehingga  goreng-menggoreng issue yang tak bermanfaat dapat diminimalisir.

Keempat Jokowi ingin semua elemen masyarakat Bersatu untuk melihat ke depan,  semua yang diabadikan adalah untuk kesejahteraan rakyat. Walaupun kondisi dunia lagi sangat rentan akibat pandemic dan perang Ukraina -Rusia yang entah kapan bisa  berakhir. Multikultural adalah untuk pandangan mengesampingkan perbedaan dalam kehidupan masyarakat yang mementingkan tujuan hidup bersama dalam menciptakan kedamaian, ketentraman, dan membentuk persatuan serta kesatuan. Pandangan multikultural ini mendeskripsikan bahwa perbedaan adalah hal yang wajar dan harus diterima oleh semua golongan demi menghindari dampak dinamika kelompok sosial dalam masyarakat.

Bung Karno menulis, "Wadah yang bernama Negara Republik Indonesia yang terdiri dari berbagai agama, suku, adat istiadat ini supaya utuh tidak retak."  Moga bermanfaat*****

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun