Angin pagi berdesir dengan kecepatan sedang, berderik diantara daun-daun yang masih melambai bebas. Laut kerap menjadi tujuan untuk melepaskan rindu yang dalam akan sesuatu yang berjuluk 'kedamaian". Tempat yang indah untuk menyamakan persepsi atas nama cinta dan kedamaian. Pantai Sanur yang memukau mata itu menjadi latar kehidupan pagi yang sangat eksotik.
Atas desiran angin  arah timur  itu, kerap  membawa jiwa  yang hadir  jatuh cinta pada keindahan. Hal demikian  terjadi pada seniman  Belgia , Andrien Jean Le Mayeur,  yang terobsesi  dan mendaratkan cintanya yang agung pada wanita muda Bali, Ni Pollok, yang kemudian  menjadi istrinya serta menjadi pusat  inspirasi berkesenian di wilayah Bali Dwipa itu
 Cinta dan keindahan asa, seniman  Le Mayeur itu, tertuang indah dalam kanvas-kanvas, yang menjadi saksi hingga kini , betapa cintanya menggebu pada wanita penari muda Bali, yang terkenal kemudian karena dipromosikan lewat aneka lukisannya ke seluruh dunia.
Demikian adanya, bahwa seni termasuk seni lukis itu bisa melembutkan batu, apalagi hati manusia. Hati Ni Pollok, pun meleleh pada sang pelukis itu. Ni Pollok pun sepertinya berkata dari ekpresi dalam berbagai lukisan Le Mayeur itu, Mencintai itu seni. Suatu seni untuk memperlakukan orang yang kita cintai, dengan sebaik baiknya, dengan sehormat hormatnya. Jadi bagaimana cara kita mencintai, akan menunjukkan sejauh apa dan setinggi apa kualitas kemanusiaan kita.
Tanda-tanda kecintaan itu, kini terus seakan berbicara dalam keabadiannya, bahwa  karya -karya Le Mayeur itu, adalah jiwa  yang  menangkap keindahan alam Bali dan budayanya sejak dulu. Dengan setiap sapuan kuas, kita diajak berdialog dengan sebuah rasa untuk  membayangkan gairah yang dia miliki untuk seninya dan istrinya Ni Pollok.
Tak hanya, La mayeur yang merasakan magis keindahan pantai  Sanur,  yang bercerita tentang cinta yang abadi pada keindahan Bali, dan unsur pantai yang sangat memikat hati itu. Banyak pengunjung berkesempatan  menikmati ombak yang membias bergulung  diantara pasir putih nya . untuk menyentuh bibir pantai, kerinduannya seperti banyak orang yang berdiri di pinggir pantai, untuk memandang jauh, bercengkeram dengan  suasan pagi untuk lanjut  menjadi siang dengan suasana  megah tentang alam yang sangat  mempesona jiwa.
Ombak yang beriak  merdu, dan ritmis itu  memberikan suasana magis dan misteri. Dalam dengung suara angin dalam ombak itu seakan terhubung  nyaris sempurna pada  bangunan megah  yang Tampak dari pinggir Pantai itu, Hotel bali Beach Sanur ,menjulang, dan memiliki aura misteri pada kamar 327 di hotel bali beach -- yang selalu dikaitan dengan sosok penguasa alam gaib  pantai selatan  Ratu Kidul yang menjadi penguasa dari seluruh pantai selatan di Indonesia.
Di  Bali, Cerita mistis juga mengendap dalam benak  masyarakat Bali hingga kini,  sebagai Ida Bhatara Kasuhun Kidul dalam bahasa Bali.  Betara (bhatara)  dalam konsepsi masyarakat Bali yang Hindu disebut 'aktivitas Sang Hyang Widhi sebagai pelindung ciptaanya, karena itu dalam pandangan agama Hindu semua hal dialam semesta ini dilindungi oleh Sang Hyang Widhi dengan gelar bhatara.
 Oleh karena itu misteri kamar 327 ini berawal dari sebuah kamar yang disiapkan untuk Presiden Republik Indonesia pertama, yakni Presiden Soekarno untuk bermeditasi. Namun kini sejak tahun 1992, kamar itu dibuka sebagai salah satu  obyek wisata di Hotel  Sanur beach, yang kini Bernama Inna Sanur beach.
Dalam remang pagi itu, seutas cerita terbangun , bahwa dialektika dengan matahari menjadi impian banyak orang.
*****
Seorang laki-laki tua duduk  dengan damai dengan pandangan mata melayang jauh  ke pusara lautan dengan sembul matahari di ufuk timur. Dia membawa  membawa pancing, dia memandang kea rah laut  dengan senyum yang tipis. Saya mendekatinya dengan tenang, salamat pagi, pak, pagi, swastyastu,  sambutnya  penuh hangat.
Apakah hari ini baik untuk memancing? Â tanya saya sekenanya, "setiap hari bagiku baik, tak ada hari yang buruk. Pesanku, adalah, Jangan pernah berhenti percaya pada harapan karena keajaiban terjadi setiap hari, setiap saat.
Cuaca cerah itu, seakan menghadirkan kisah dan cerita lama. Â Ketika duduk di tepi pantai yang indah itu, sebutir kisah menjadi saksi riwayat, bahwa hidup tak selama tetap, telah berubah menjadi saksi bisu, dalam lembayung mentari pagi. Pagi selalu menghajarkan kita, bahwa lupakan apa yang membuat duka di masa lalu. Tapi, jangan pernah melupakan apa yang diajarkan itu kepada diri kita.
Apakah, sesuatu yang special di di pantai sanur yang indah ini? Tanya saya Kembali.  Ya.... Saya mengenangnya  berbagai misteri melintas di Kawasan ini, aku percaya, katanya lagi, "Tidak ada badai, bahkan yang ada dalam hidupmu, yang bisa bertahan selamanya, itusebabnya aku  selalu ke pantai ini, agar keindahan itu tidak hilang dalam ingatanku yang kian uzur.
Ketika  sinar Mentari pagi menerpa rambut-rumbut penghujung, pantai . Sinar mentari  menyeruak dalam awan pagi  di pantai itu.  Lambaian burung camar terbang disitu menajdi saksi  kehidupan terus berjalan, aku belajar bahwa' Jangan pernah berhenti melakukan yang terbaik hanya karena seseorang tidak menghargaimu. Katanya pelan.
Aku rasakan pada pagi yang membiru, keita merasa  beradu, Mengalun rindu dalam kesementaraan waktu, namun itu lebih baik dari pada tidak, karena  berbagai bersyahdu muncul sebagai getar-getar sang jiwa  yang merindu, dimana  raga mengambigu anatar senang, resah dan gelisah.Â
Maka, kedamaian akan ke  hati untuk  mengundah rindu. Kata nya seperti berpuisi.  Yang selalu memberikan vibrasi menjadi sebuah hiasan dalam perjalanan, untuk memaknai hidup, dan  pagi hari dalah  awal setumpuk kehidupan dalam sejarah kehidupan manusia
Apakah lamunan itu terus ada? Dan,   Adakah  wanita berwarna hijau hadir dalam lamunanku itu? Katanya memulai
Apakah itu yang anda temuai ratu pantai selatan,tanya saya mendesak? Â Aku tidak tahu, Cuma dia berpesan dengan aku, bahwa jalani hidup dengan baik, Â Disini hati tergetar membiru dalam keremangan pagi yang masih bersinar.
Oh... aku selalu terinpispirasi  mana kalau memandang langit  yang semakin membiru, disertai gugur daun telah mengembus. Itu lah musim telah terganti. Pertanda dikau tetap ternanti. Pada hari dimana cerah menyengat retinaku hingga terkedip Namun yang terhati tetap saja ternanti.
Apakah misteri ini sama seperti  ruang hotel di Hotel Bali Bach itu, kah? Ya... dia mengangguk setuju. Ketika  anda bertemu denganny, apa pesannya yang sangat baik untuk dilakukan? Tanya saya,
Bibir tua itu berkata dengan suara seperti orang membawakan naskah puisi, , Â Kalau anda tidak menemukan kebaikkan yang bisa diceritakan tentang seseorang, lebih baik mengunci bibir anda erat-erat dan anda akan bersyukur kemudian. Lembayung pagi mengundang cakrawala. Membawa angan-angan , serta asa.Sejuk semilir menerpa raga ini . Terkatup kalbu membawa rindu pada mu yang selalu menginspirasiku
Dia berkata lagi, pesannya adalah, pesan yang sangat dalam, Â Manusia melakukan banyak pelanggaran, sadar atau tidak sadar, tidak hanya dalam kehidupan ini, tetapi juga dalam kehidupan sebelumnya. Jejak dari tindakan ini dibawa oleh Chitta (ingatan asosiatif) atas banyak kehidupan.Â
Ketika cermin pikiran dikotori oleh relik ini, pikiran tidak dapat melihat apapun dalam keadaan sebenarnya. Inilah alasan mengapa manusia tidak dapat mengenali sifat aslinya sendiri.
Bapak, Â saya sendiri tidak paham, ceritakanlah dengan contoh yang sederhana, Kata saya kembali. Dia tersenyum, lalu berkata, " Ya... negkau harus perhatikan, seperti pohon-pohon menghasilkan buah untuk kepentingan orang lain; Sungai membawa air untuk membantu orang lain; Sapi memberi susu untuk memberi manfaat bagi orang lain; Tubuh diberikan kepada manusia untuk membantu orang lain.
Pohon menghasilkan buah untuk dinikmati orang lain. Mereka punya perasaan suci seperti itu. Sungai membawa air untuk memenuhi kebutuhan orang lain. Mereka tidak mengkonsumsi air yang mereka bawa. Semua air mereka ditawarkan untuk kepentingan dunia.Â
Dengan semangat tolong menolong, sapi menawarkan susu mereka kepada orang-orang. Mereka tidak mengkonsumsi susu mereka. Namun, kawan, lupa bahwa dia telah diberkahi dengan tubuh untuk memberikan bantuan kepada orang lain tenggelam dalam keegoisan keprihatinan dan mengejar tujuan yang sempit.
Manusia hari ini tidak menunjukkan bahkan seperseribu bagian dari semangat membantu tanpa pamrih kepada orang lain yang ditunjukkan oleh pohon, sungai atau sapi.
Bapak tua itu, menambahkan pesan dari Wanita dalam benaknya itu, dia berkata' Dari matahari terbit hingga terbenam, manusia hari ini tenggelam dalam pengejaran yang mementingkan diri sendiri. Semua penyakit yang menimpa orang-orang hari ini berasal dari keegoisan ini. Memperhatikan kepentingan diri sendiri dapat dimengerti.
Tapi, seperti kata pepatah, tidak ada hal besar yang bisa dicapai tanpa mengamati pengendalian yang tepat dan batas. Harus ada batas yang jelas untuk keegoisan. Dengan tidak adanya batasan seperti itu, keilahian menghindari manusia.
Oleh karena itu, perlu untuk membersihkan cermin dari kotoran di atasnya. Bagaimana ini dilakukan? Oleh mengatur makanan dan kebiasaan rekreasi seseorang. Penting untuk memastikan bahwa makanan yang dimakan diperoleh dengan cara yang benar.
Apa lagi yang dipesankan  tanya saya lagi, Orang tua itu berkata, " Banyak dari Penyakit yang diderita manusia saat ini disebabkan oleh fakta bahwa apa yang mereka konsumsi telah diperoleh sarana yang tidak benar. Oleh karena itu, untuk menyucikan pikiran, prasyarat pertama adalah makanan murni.Â
Tapi itu tidak selalu mungkin untuk memastikan kemurnian seperti itu dalam segala hal setiap saat. Untuk mengatasi kesulitan ini, jalan keluarnya adalah membuat persembahan makanan kepada Tuhan dan menganggapnya sebagai hadiah dari Tuhan.
Untuk pertanyaan, "Siapa itu? Tuhan?" jawabannya dikatakan  bahwa Tuhan bersemayam dalam diri setiap orang sebagai Vaisvanara dan mencerna makanan yang dikonsumsi. Saat sebelum makan, makanan dipersembahkan kepada Tuhan, itu menjadi Prasada (hadiah dari Tuhan).Â
Semua kotoran dalam makanan dengan demikian dihilangkan. Oleh sebab itu, Ini membantu proses pembersihan pikiran. Amalan ini harus terus dilakukan secara terus menerus.
Perlu engkau ketahui, bahwa  cacat dalam pikiran yang disebabkan oleh kebimbangan dan kurangnya kemantapan.
Layaknya seperti Arjuna dalam medan perang Kurukstera, dia  mengaku bahwa ia tidak mampu mengendalikan pikiran, yang gelisah dan selalu berubah seperti angin. Berbagai praktek seperti meditasi, konsentrasi dan doa telah direkomendasikan untuk memantapkan pikiran.
Dirimu harus ingat  bahwa engkau  tidak mencoba untuk membersihkan pikiran mereka dengan metode yang tepat. Sebaliknya mereka mencemari pikiran mereka dengan segala cara yang mungkin. Hanya ketika Anda memiliki tubuh, indra dan pikiran di bawah kendali Anda, bahwa Anda akan menjadi tuan atas diri Anda sendiri. Om Gam Ganapateye namaha****
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H