Di bingkai itu, pemimimpin menjadi titik strategis untuk mengakhiri perang, dan harus menjadi inisiator sekaligus managerial yang andal, kapan bernegosiasi untuk mencapai perdamaian dengan bargainning untuk menghilangkan rasa malu atau mengalahkan musuh tetapi tidak memalukannya.
Ketika sampai di ranah itu, maka berlaku "Pemimpin yang sukses adalah yang berhasil menaklukkan kesombongan dalam dirinya, dan menggantinya dengan kerendahan hati untuk mau belajar.
Kesombongan hanya akan membuat seseorang tidak berkembang, bahkan membawanya kedalam lubang hitam kehancuran.
Apakah Rusia dan Ukraina, keduanya masuk perangkap lubang hitam kehancuran karena pemimpinnya?, Yang pasti keduanya mengalami kerugian, menang jadi arang kalah menjadi abu, keduanya terbakar dengan nafsu saling merusak, dan saling membunuh.
Namun politik menjadi alasan mengapa perang harus dilakukan. Politik memuaskan dahaga untuk eksistensi yang lebih luas, seperti dikatakan dalam teori Ockham 's razos (pisau cukur) penjelasan yang bersahaja merupakan yang paling rasional dalam berkecamuknya perang.
Adalah bagaimana model bargaining harus dilakukan untuk mengakhiri perang itulah pertanyaan yang bersahaja.
Di bingkai itu, menarik melihat pernyataan Dan Reiter dalam karyanya berjudul Exploring the Bargaining Model of War.
Di awal tulisannya yang mengesankan dia bertanya, Apa hubungan antara politik dan perang? Adalah mereka memisahkan fenomena, di mana perang mewakili kegagalan politik? Atau seperti Carl von Clausewitz yang terkenal menyarankan, haruskah perang dianggap sebagai bagian dari politik---yaitu, politik dengan cara lain? Masih penuh kesangsian karena perang Rusia dan Ukraina masih berlangsung entah sampai kapan.
Ketika perang berlangsung, kini, orang akan membawa kepada tawar menawar untuk menyelesaikan konflik perang. Diplomasi damai harus dikedepankan. Lalu, pertanyaan turunannya perlu diajukan, model seperti apa untuk mengatasi perang? Mengapa demikian penting pencarian model itu?
Model tawar-menawar menempatkan perang sebagai politik semua jalan menurun. Ia memandang politik internasional sebagai perselisihan barang langka, seperti penempatan perbatasan, susunan pemerintahan nasional, atau penguasaan atas alam sumber daya.
Negara menggunakan kedua perang dan kata-kata sebagai alat tawar-menawar untuk membantu mereka mencapai optimal alokasi barang.