Krisis semacam itu dapat mengambil dua bentuk hadir dalam diri manusia  merasa tidak mampu untuk memasuki peran dewasa) atau bentuk terkunci (merasa terjebak dalam peran dewasa).Â
Krisis seperempat kehidupan secara teoritis dapat dipahami sebagai kondisi yang terletak di antara masa dewasa yang muncul dan awal dewasa, dan memiliki peran integral dalam skema neo-Eriksonian.
Kini kondisi itu,kini  dimaknai dengan quarter life crisis, yakni  kondisi seseorang memasuki umur  kehidupannya, rentanganya antara 18- 30 tahun.Â
Atau dengan kata lain quarter life crisis atau krisis seperempat abad adalah periode saat usia seperempat usia seseorang  merasa tidak memiliki arah, tidak menentu, tentang perasaan emosi yang campur aduk, merasa terjebak, menginginkan perubahan, karier, penyakit, sekolah, dan keluarga.Â
Bahasa mereka cenderung terfokus pada masa depan, khawatir, bingung, dan galau akan ketidakpastian kehidupannya di masa kehidupan pada masa depan.Â
Umumnya, kekhawatiran ini meliputi masalah relasi, percintaan, karier, dan kehidupan social. Fase kegamangan kerap hadir pada diri seseorang, kegamangan ini haruslah  disadari.
Menarik untuk memahami usia ini karena orang berada dalam kegamangan  akan identitasnya. Perlu diketahui bahwa  ada  beberapa  tahap krisis yang dapat muncul, yaitu mulai bekerja, tinggal sendiri, memiliki pasangan, lalu merasa terkurung memulai hidup baru dan pekerjaan baru, tak lagi berpasangan, dan merasa kesepian mengisolasi diri, merombak berbagai rencana hidup jangka panjang mencari hobi dan komunitas baru, dan kembali merasa bahagia dan termotivasi.
Dalam kaitan ini, perlu diungkapkan survei yang dilakukan dengan metode wawacara semi tersrtruktur yang dilakukan Gardens & Stapleton pada tahun 2012 mengenai quarter life crisis ditemukan bahwa tantangan besar yang dialami oleh kelompok yang berada dalam fase ini adalah seputar identitas, tekanan dari dalam diri sendiri, perasaan akan ketidakpastian, dan depresi. (Stapleton & Gardens, 2012), kekhawatiran terhadap pekerjaan, hubungan asmara hingga finansial (Fitrianti, 2020). Quarter life crisis ini muncul pada kisaran usia 18-30 tahun.
Upacara potong gigi di Bali dapat diletakan sebagai wahana penyadaran diri ini pada kelompok remaja, sanga anak dihargai dengan dibuatkan event yang membuat dirinya dihargai, dirihas dengan pakaian yang terbaik yang mereka mampu lakukan, dibelikan perhiasan, diminta untuk mengundang teman-teman dekat sesusianya, disediakan makanan yang enak, sesuai dengan kemampuan keluarga itu, didokumentasikan, persis dan sebangun peryayan ulang tahun.
Upacara pototng gigi, dapat mereliasikan ditatran perilaku bagi seseorang yang bertumbuh karakternya pada tahap-tahap yang lebih tertata, yaitu, mengandung tiga aspek utama yaitu:Â
- Faktualitas, Â sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan, karena dihadiri banyak keluarga, didoakan bersama agar sang anak menjadi pribadi kuat dan tangguh dalam menghadapi tantangan kehidupan.
- Universalitas, yakni  kemampuan  kesadaran akan kenyataan atau sense of reality, kemampuan  menggabungkan hal yang praktis dan konkrit dengan pandangan mengenai seluruh semesta.Â
- Aktualitas, yaitu kemampuan yang tumbuh  untuk memperkuat hubungan dengan orang lain agar mencapai tujuan bersama.
Pada akhirnya menghasilkan  perkembangan mengenai persamaan ego, suatu perasaan sadar yang kita kembangkan melalui proses interaksi sosial.Â