Hatinya mulai mekar, seperti  kuncup bunga mawar  penuh embun kena sinar matahari pagi, tampak indah dan mempesona jiwa, maka ada semacam vibrasi semesta menghampiri hatinya, dan berseru lembut selembut kabut tipis di pegunungan, "Semulia-mulianya orang, ialah mereka  yang mempunyai adab, merendahkan hati ketika memiliki kedudukan dan jabatan tinggi, memaafkan ketika berdaya membalas dan bersikap adil ketika kuat.
****
Siang itu , Rama Dewa berbicara kepada Wibisana, sebelum mengangkatnya menjadi raja Alengka, mengganti Rahwana yang telah tewas. Dalam perang dengan pasukan Rama.
Sri Rama berkata, dengan bijak, Wibisana, bahwa janganlah dibiarkan pikiran, kata-kata dan perbuatan untuk melakukan hal-hal yang buruk. Kebaikan akan dibalas kebaikan sedangkan kejahatan pasti berpahala celaka dan kenistaan, selalu menghampiri dirimu, Oleh karena itu jangan juga berpikir untuk membunuh, jangan berkata-kata untuk membunuh, dan jangan melakukan perbuatan membunuh. Di wilayah demikian, lintasan vibrasi pikiran yang membuncah, serta  perkataan dalam lembutnya lidah, dan perbuatan yang dilakukan dalam kesucian hati, akan otomatis beriringan dengan rasa  kasih sayang dan kebajikan.
Lalu apa hakikat manusia yang sesungguhnya Paduka, tanya Wibisana kembali. Sri Rama berkata lagi, Karena sesungguhnya manusia diciptakan untuk melakukan kebajikan, kebenaran dan kesusilaan; mereka yang taat akan mampu memahami tujuan dari diciptakannya semesta raya ini oleh Tuhan. Ketiga dunia akan tunduk dan dapat dikuasai oleh orang yang beretika dan bertatasusila baik, tidak ada sesuatu apapun yang tidak dapat dicapai oleh orang yang teguh dan taat pada susila dan etika.
Wibisana terdiam, nampak  wajahnya mulai berbinar dan cerah, lalu memandang Sri rama penuh takjub, Lalu Sri Rama berkata lagi,  "Perlu engkau camkan Wibisana, bahwa Manusia menjadi utama karena kesusilaannya dan sesungguhnya kelahiran manusia bertujuan untuk melaksanakan kesusilaan itu; kekuasaan dan kebijaksanaan menjadi tanpa guna jika tidak dijabarkan dengan tindakan-tindakan yang susila. Walau  tokoh agamawan yang telah berusia lanjut  sekalipun, jika ia tidak memiliki perilaku susila, tak ada guna disegani. Namun, Wibisana,  Sekalipun  ia orang miskin dan dianggap hina, dia sungguh patut sihormati dan disegani, bila berperilaku susila  dan berpegang teguh kepada kebenaran.
Engkau harus mengetahui dengan jelas, bahwa kebenaran dan kebajikan dijaga dengan perilaku yang baik; sastra-sastra suci dijaga dengan keteguhan hati dan pikiran; kerupawanan fisik dijaga dengan kebersihan; sedangkan kelahiran mulia dijaga dengan budi pekerti dan susila yang baik. Orang keturunan mulia dikenal melalui tingkah lakunya yang baik; walaupun asal-usul ketekunan seseorang telah hilang termakan zaman, melalui kelakuannya yang susila pastilah ia keturunan orang-orang mulia. Tanpa guna dan sia-sia , bila tidak berpegang pada susila dan kebajikan, meskipun dia adalah trah  bangsawan, atau agamawan yang  mulia, keturunan dari ilmuwan cerdik  pandai.
Engkau harus tahu, bahwa Tiada sanak dan keluarga yang dapat membebaskan orang dari rasa sedih, pun tidak juga emas, kelahiran mulia, sastra-sastra, ataupun mantra-mantra; kesedihan hanya dapat dilenyapkan oleh diri sendiri melalui tindakan penuh susila. Mereka yang suka memberi pengetahuan kepada orang bodoh, menghibur orang yang sedang dirundung duka dan kesedihan, melindungi orang yang ketakutan dan terancam, suka membantu kesusahan orang-orang miskin; mereka yang seperti ini akan dimuliakan dalam hidup dan matinya.
Perlu engkau ketahui, Biarpun orang itu pernah menjahati nya, pernah menghina, membuat sengsara, jika mereka datang padanya untuk minta pertolongan, akan tetap ditolong oleh orang yang berbudi luhur dan utama. Hubungan mu dengan sesama manusia, keluargamu, dan belajar untuk menjalani gaya hidup sederhana. Pesanku sekali lagi adalah makanan - jangan membuang-buang makanan, hormati dan hargai makanan, dan bercocoktanamlah (tanamlah makananmu sendiri) - dan semua hal-hal sederhana ini dalam hidup. Kualitas ini langsung berkembang di dalam dirimu.
Terakhir, semua tidak akan sia-sia semuanya akan berjalan baik adanya, Masih ada setitik harapan, mimpi yang kita jaga. Masih ada cita-cita yang bisa kita bagikan. Kebebasan  itu bukan sekadar ritual semata, tetapi ajang membangun bangsa kita." Perih dan sakit  dalam perjuangan itu hanya sementara dan akan berlalu. Namun jika menyerah, rasa sakit itu akan terasa selamanya. Moga bermanfaat****
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H