Malu menjadi hiasan masa silam,  Tak ada contoh, tak ada teladan, dan tidak  ada kesetiaan, atas penegakan hukum, sebuah demokrasi  dimana hukum tak tajam. Inilah sisi gelap negeri ini, yang selalu bisa dipengaruhi karena keterdekatan, karena berkuasa, atau karena memiliki masa yang di klaim banyak. Atau memiliki logistik  yang melimpah untuk membeli atau memberi pekerjaan agar turun ke jalan.
Hambalang, menjadi sebuah elegi yang lengkap dari negeri yang cinta damai, mengapa, karena kasusnya tetap mengambang tak pernah diselesaikan, karena banyak hal, sistem pelaporan dan audit yang ada, atau memang dibiarkan mengambang untuk bisa digunakan sebagai alat, entah oleh siapa lagi setelah ini?
 Hambalang  yang mangkrak dan karatan ditumbuhi  lalang  dengan  subur,  adalah bukti bahwa di sana ada sebuah fenomena umum di mana ditunjukkan sistem yang  salah urus, ada salah kelola, ada ketidak valid atas studi kelayakan, yang dilakukan oleh banyak orang pintar dan cerdas, atau mungkin dominan cerdik (cerdas dan licik) , kaum intelektual itu menjadi perangkat politik dia tidak  berada diatas awan, namun telah memihak,  meminjam kata  Julien  Benda  (ilmuwan Perancis)  merka menjadi  Pelacur intelektual.Â
Dengan meloloskan amdal Hambalang , kajian kemungkinan longsor dan lain-lain diabaikan, penasihat yang sebagian para cendekiawan, yang memihak untuk kepentingan politik, dan kini mangkrak, maka  benar adanya  kata Harys Rusli, (https://rmol.id/read/2014/04)  " Kaum intelektual dengan prinsip kejujuran akademik, seharusnya menjadi pelita, yang berdiri dengan obor menerangi gelapnya keadaan sebuah masyarakat. Tapi, kenyataannya justru mereka ambil bagian turut menciptakan situasi gelap bersama para politisi,"
Kakak saya tersenyum sinis, mereka yang sudah terseret kemeja hijau, menunggu bebas, dengan sisa uang yang banyak, masih memungkinkan uang yang di korupsi itu juga masih bisa digunakan untuk hidup layak, karena 'malu sudah tidak ada'
Hal menarik dari pencermatan kaka saya, adalah, mengapa mereka dahulu yang se kubu, kini baru berteriak mengapa dahulu tidak? Sungguh terlambat,  Dugaannya jelas,  seperti pepatah' Bumi berputar, zaman beredar'  kemungkinan ganda, ikut bernyaman-nyaman, atau tidak terlihat, karena semuanya  sama -ikut mendapat rembesan nya, walaupun hanya setetes-setetes. Kini mungkin rembesan nya tak ada lagi atau mau mencari sumber lain, memang benar  tak ada kawan  dan lawan yang abadi, yang abadi adalah kepentingan, Kata kakak saya sambil terkekeh.
Maka, kakak  saya pun berbicara  kata-kata  Nelson Mandela ' untuk mencerahkan  " Saya menyukai teman yang memiliki pikiran terbuka karana mereka akan melayanimu untuk melihat segala masalah dari berbagai sudut pandang"
Dia  menyindir  teman-teman sekubu dengan SBY, tentu terbongkar  kini,  dahulu persahabatan dibangun bukan atas keterbukaan, namun atas nama "egoisme diri'  Dahulu ikut berfesta  ikut ke Puri  Cikeas, kini pergi karena tak ada kekuasaan disana,  kesetiaan bersifat sementara, dan berlaku kalau ada untungnya. Kakak saya mengutip pepatah  melayu " Mengalih kain ke balik rumah, mengalih kata ke hadapan- mengingkari janji secara tiba-tiba. Jadilah orang yang bertanggung jawab dengan memenuhi segala janji yang sudah Anda ucapkan. Dengan begitu, orang akan bisa lebih percaya kepada Anda,  Saya tersenyum mendengarkannya. Kini,  sangat sulit mencari orang setia pada janji.Â
Kehadiran isu Hambalang, membangun sinisme baru menjadi alat untuk memojokkan pihak lain, tanpa penyelesaian, karena sengkarut Hukum seakan  menegaskan penyelesaiannya  memang benar tebang pilih. Masyarakat tetap saja  berteriak, emosi selalu dibangkitkan namun tetap menggantung tanpa penyelesaian,  Apakah ini ada kaitannya dengan memori kita pendek, cepat melupakan jasa dan kejadian, sehingga harus diulang -ulang menjadi 'alat politik" si apapun yang mau berkuasa atau yang sedang berkuasa.
 Manusia terlahir sebagai makhluk mono dualisme. Artinya bahwa dia sebagai makhluk sosial sekaligus makhluk individu. Dari pengertian tersebut sudah semestinya mampu untuk memfungsikan diri sebagai makhluk sosial terkadang juga sebagai makhluk individu, sehingga Hambalang tak perlu harus berlarut.
Menarik untuk merenungi Kata-kata Nelson Mandela. " Untuk bebas tidak hanya membuang satu rantai. Tetapi, untuk hidup dalam rasa saling menghargai dan memperbesar kebebasan orang lain. Â Kebencian adalah seperti meminum racun dan berharap musuhmu yang terbunuh"