Mohon tunggu...
I Nyoman  Tika
I Nyoman Tika Mohon Tunggu... Dosen - Dosen
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

menulis sebagai pelayanan. Jurusan Kimia Undiksha, www.biokimiaedu.com, email: nyomanntika@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Biogas dan Peran Mikroorganisme Termofilik

7 Januari 2021   23:00 Diperbarui: 15 Oktober 2023   00:37 670
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dunia kehidupan di bumi ibaratnya seperti soup mikroorganisme dalam sebuah mangkuk. Di semua tempat pun selalu ada mikroorganisme itu, dalam suatu flora kehidupan yang mini, yang melakukan tugasnya sebagai pengubah material besar menjadi komponen yang lebih sederhana.

Itu sebabnya, bahan organik sisa pun diuraikan karena jasanya, sehingga keseimbangan kehidupan terjadi di Bumi ini. Ada sintesis (penggabungan), dan pihak lain ada  penguraian (katabolisme), berpadu  dalam ekosistem.

Biogas merupakan salah satu produk yang dihasilkan karena peran aktif mikroorganisme dari kelompok 'methanogen', yakni mikroorganisme yang mampu menghasilkan gas metana, walaupun sesungguhnya biogas bukan gas metana saja, namun ada gas-gas lain seperti karbon dioksida, Hidrogen , H2S dan air. Tanpa mikroorganisme , biogas sulit terbentuk.

Pemanfaatan mikroorganisme dalam proses biogas merupakan langkah yang penting dalam pengolahan berbagai limbah, seperti limbah rumah tangga, limbah peternakan maupun pertanian. Biogas yang kandungannya dominan  gas metana  sangat berguna untuk bahan bakar rumah tangga, antara lain untuk penerangan, pemanas dan untuk memasak.

Namun di Indonesia instalasi biogas belum menjadi gerakan yang masif, hal ini dapat dilihat pada tempat-tempat  pembuangan sampah (TPA) sebagian besar  belum memiliki instalasi biogas yang mumpuni. Padahal limbah atau sampah menjadi momok yang terus menakutkan di kota-kota besar.

Di Bali dengan konsep Sistem pertanian terintegrasi (Simantri) merupakan salah satu program unggulan daerah Pemprov Bali untuk peningkatan peran sektor pertanian, keberadaan biogas sebagai salah satu produk unggulan nya, namun karena kelemahan pada sumber daya petani yang masih terbatas maka, biogas itu kerap menjadi monumen yang mangkrak. Kendalanya adalah biodigester kerap terjadi endapan sehingga terjadi penyumbatan. Hal ini disebabkan, tingkat homogenitas atau likuid dari substrat (kotoran hewan) tidak maksimal. Selain itu, kurang terkontrol dari para anggota dan dinas terkait. Salah satu yang saya amati di Simantri di Desa kejaran Kintamani Bangli  memang instalasinya, mampat, dan setelah di bongkar memang terjadi pengendapan,  dan diperbaiki kemudian baru bisa menyala.

Proses pengendapan itu terjadi karena suhu fermenter turun dan kurangnya pengadukan, peningkatan suhu bisa dilakukan, namun mikroorganisme mesophilic yang tidak mampu tumbuh, oleh karena itu, pemanfaatan mikroorganisme termofilik (tahan pada suhu tinggi) sangat menarik dikaji lebih jauh.

Mikroorganisme Termofilik dan Biogas.

Ditinjau dari suhu optimum lingkungan hidupnya, mikroorganisme dibedakan menjadi 4 jenis mikroorganisme , yaitu mikroorganisme psikrofil, yaitu kisaran hidupnya pada rentangan suhu antara 0-- 30 C, dengan suhu optimum 15 C, (2) Mikroorganisme mesofil, yang kisaran hidupnya pada daerah suhu antara 15 -- 55 C, dengan suhu optimum 25 -- 40 C., (3) mikroorganisme termofil ( termofilik, suku pada suhu tinggi) , yaitu yang kisaran hidupnya di daerah suhu tinggi antara 40 -- 75 C, dengan suhu optimum 50 - 65 C, (4) Mikroorganisme hipertermofil, yaitu mikroorganisme yang hidup pada kisaran suhu 65 - 114 C, dengan suhu optimum 88 C.

Dalam proses biogas memang faktor suhu memegang peranan penting, adanya energi panas yang dihasilkan selama proses fermentasi, menyebabkan mikroorganisme mesophilic (yang tahan pada suhu rendah) akan mengalami hambatan untuk mendegradasi substrat. Dalam kondisi yang terus meningkat, sehingga mikroorganisme yang tahan suhu tinggi (termofilik) yang masih bisa hidup dan bekerja untuk memproduksi biogas. Jika suhu tinggi bisa terus dipertahankan, maka keuntungannya adalah reaksi pembentukannya akan semakin cepat, karena suhu mempercepat reaksi kimia.

Mikroorganisme termofilik hidup pada suhu tinggi 50--122 C. Kebanyakan mikroorganisme ini termasuk dalam kelompok /domain bersel satu. Mikroorganisme ini tergolong prokaryote, yang berarti arcae tidak memiliki inti sel atau organel yang dibatasi membran.

Mikroorganisme termofilik  juga dapat diklasifikasikan, menurut suhu pertumbuhan optimalnya, sebagai termofil (50-64 C), ekstremofil (65-79 C) dan hipertermofil (80 C). Mikroorganisme termofilik dapat diisolasi  dari sumber air panas (hot spring), air limbah, limbah asam dari   tambang, panas bumi dan vulkanik, ventilasi hidrotermal bawah laut, cadangan minyak dan sumur minyak yang dipanaskan secara geotermal, sampah yang terpapar sinar  matahari, dan tanah / sedimen, di seluruh dunia.

Kajian mikroorganisme termofilik pada  proses produksi dan oksidasi metana, belum banyak diungkap dalam produksi biogas. Telah ada informasi bahwa tumpukan kompos jamur mengandung 2 108 methanogen termofilik per gram bahan kering. Proses yang terlibat dalam oksidasi metana penting karena 90% metana yang mencapai atmosfer berada dalam bentuk teroksidasi. Selain itu, biodigester dengan menggunakan mikroorganisme termofilik menghasilkan gas dalam waktu yang lebih singkat dibandingkan ketika penguraian anaerobik dilakukan dalam kondisi mesophilic (suhu sedang). Keuntungan lain dengan menggunakan mikroorganisme termofilik benih gulma mengalami denaturasi yang efektif dan pengurangan mikroorganisme patogen. Pengurangan patogen, setelah 20 hari, hampir 100%, artinya suhu termofilik sangat penting untuk eliminasi patogen. Digester biogas lainnya, yang beroperasi pada suhu kamar, memiliki tingkat eliminasi patogen yang jauh lebih rendah.

Perlu dicatat bahwa mikroorganisme termofilik dapat terlibat dalam proses methanogenesis, namun keanekaragaman nya pada tanaman biogas mesophilic masih belum terkarakterisasi dengan baik, terutama yang berkaitan dengan pengaruh variasi substrat. Selain itu, perubahan distribusi termofilik dalam kondisi mesophilic juga tidak pernah dipelajari dengan baik.

Di satu sisi, tampak bahwa mikroorganisme ini tidak akan dapat tumbuh dalam kondisi mesophilic (40--50C) karena pertumbuhannya terlalu lambat dan tidak mampu bersaing dengan mesofil, namun di sisi lain, hipotesis ini tidak pernah telah dipelajari dalam konteks ini. Memang, terdapat kekurangan informasi tentang aktivitas metabolisme mikroorganisme ini dalam kondisi mesophilic dan masih ada kemungkinan bahwa mereka dapat terlibat dalam proses methanogenesis. Prevalensi populasi termofilik pada instalasi biogas mesophilic dan komposisinya sehubungan dengan rasio substrat yang berbeda jarang diteliti. Penelitian ini bertujuan untuk mengurangi kesenjangan pengetahuan tersebut.

Kelimpahan Mikroorganisme  dalam Digester Biogas.

Mikroorganisme termofilik selalu bisa hadir pada biodigester,  disebabkan oleh tingkat amonia yang tinggi dan menyebabkan  oksidasi asetat syntrophic, suatu proses yang terjadi di fermenter mesophilic. Oksidasi asetat  merupakan tahap  yang sangat disukai oleh kelompok termofilik.

Selain itu, ada spesies baru  yaitu bakteri  Syntrophaceticus schinkii yang  diisolasi dari lumpur dan dari fermenter methanogenic mesophilic pada  konsentrasi amonium tinggi. Syntrophaceticus schinkii adalah bakteri yang sangat anaerobik, mesophilic, pengoksidasi asetat, membentuk  spora pada suhu pertumbuhan mulai dari 25 hingga 40 C. Syntrophaceticus schinkii mampu mengoksidasi asetat dan menghasilkan metana selama  pertumbuhan  methanogen hydrogenotrophic. Genus dominan lain yang terdeteksi di setiap fermenter adalah Thermogymnomonas.

Itoh dkk (2007)  mengisolasi Thermogymnomonas acidicola dan regangan ini digambarkan sebagai archaeon tanpa dinding sel termoasidofilik dengan ukuran sel variabel dan kisaran suhu pertumbuhan 38-68C (optimum 60C) dan pada kisaran nilai pH 1,8--4,0 ( pH optimum 3.0). Mikroorganisme ini berbeda dengan mikroorganisme lain yang kami identifikasi karena merupakan archeon aerobik wajib. Genus ini sangat sering dijelaskan dalam kaitannya dengan fermentasi anaerobik terutama ketika hidrolisis selulosa terjadi.

Mikroorganisme lain yang juga sangat melimpah di fermenter berasal dari genera Gelria dan Oceanotoga. Salah satu mikroorganisme Gelria glutamica ini untuk pertama kalinya diisolasi dan dikarakterisasi dari kultur pengayaan methanogenic pengoksidasi propionat (perhatikan bahwa habitatnya adalah lumpur granular methanogenic).

Gelria glutamica adalah bakteri anaerobik ketat, termofilik sedang, pembentuk spora, syntrophic obligat, pengurai glutamat, bakteri yang dapat tumbuh antara 37 C dan 60 C dengan kisaran optimum dari 50 C hingga 55 C dan pH optimum 7. Dapat tumbuh dalam kultur yang mengandung asam glutamat, prolin, dan kasamino dengan metanogen hidrogenotrofik  seperti Methanobacterium thermautotrophicum. Dalam media itu, maka glutamat diubah menjadi H2, CO2, propionat dan suksinat, rendah, karena terbentuknya  sulfat, sulfit, tiosulfat, nitrat, atau fumarat, namun semua itu tak dapat   digunakan sebagai akseptor elektron. Genus Oceanotoga ditemukan permukaan  sumur pada  produksi minyak lepas pantai di Bombay High (India Barat). Misalnya, novel Oceanotoga teriensis adalah bakteri termofilik, kemo-organotrofik yang tumbuh pada kisaran antara 25 dan 70 C, dengan suhu optima berkisar antara 55 hingga 58 C. Salah satu Bakteri dalam genus ini, Oceanotoga teriensis, memanfaatkan berbagai karbohidrat atau zat berprotein kompleks dan mengubahnya menjadi H2, CO2 dan mereduksi tiosulfat dan unsur sulfur menjadi hidrogen sulfida.

Keragaman mikroorganisme methanogenic dan produksi biogas   bergantung pada keberadaan bakteri lain dalam bioreaktor, termasuk populasi bakteri pereduksi sulfat. Bakteri ini juga menggunakan senyawa organik dan  menghasilkan hidrogen sulfida yang bersifat racun. Persaingan dalam produksi hidrogen sulfida  pada konsentrasi tinggi ini dapat menghambat Archaea methanogenic dan mikroorganisme acetogenic, sehingga menghambat terbentuknya metana.  Salah satu solusi untuk membatasi penghambatan ini dengan menggunkan mikrorogansime termofilik baik bersifat spontan maupun ditambahkan dari luar. 

Menurut penelitian Kushkevych,et al., (2020)  Kelimpahan dan keragaman mikroorganisme termofilik bergantung pada komposisi substrat di setiap fermenters. Variasi mikroorganisme tertinggi pada sebaran (11 genera) dan jumlah (40,8%) ditemukan pada fermenter di instalasi pengolahan air limbah. Kehadirannya dalam fermenter anaerob mesophilic mungkin berasal dari silase, di mana kondisi tersebut bisa lebih dari 50 C.

Akhirnya, mikroorganisme termofilik dalam fermenter anaerob mesophilic selalu ada,  tetapi masih belum diketahui seberapa aktif mikroorganisme ini secara fisiologis atau metabolik, sehingga perlu dilakukan pengkajian lebih jauh dan mendalam. Walaupun demikian, mikroorganisme termofilik pada fermenter biogas dan keragaman serta kelimpahannya ditentukan berdasarkan pengaruh berbagai substrat input dan kondisi operasi instalasi biogas. Kehadiran berbagai mikroorganisme termofilik dalam instalasi biogas dan methanogen daat bersinergi dalam t membantu mengoptimalkan produksi biogas dengan lebih baik. Moga bermanfaat *****

 ***

Daftar rujukan

Ahring, B.; Ibrahim, A.A.; Mladenovska, Z. Effect of temperature increase from 55 to 65 C on performance and microbial population dynamics of an anaerobic reactor treating cattle manure. Water Resour. 2001, 35, 2446--2452. [Google Scholar] [CrossRef]

Itoh, T.; Yoshikawa, N.; Takashina, T. Thermogymnomonas acidicola gen. nov. sp. nov. a novel thermoacidophilic, cell wall-less archaeon in the order Thermoplasmatales, isolated from a solfataric soil in Hakone, Japan. Int. J. Syst. Evol. Microbiol. 2007, 57, 2557--2561. [Google Scholar] [CrossRef] [PubMed]

Kushkevych, I.; Vtzov, M.; Vtz, T.; Barto, M. Production of biogas: Relationship between methanogenic and sulfate-reducing microorganisms. Open Life Sci. 2017, 12, 82--91. [Google Scholar] [CrossRef]

Kushkevych, I., Cejnar, J., Vtzov, M., Vtz, T., Dordevi, D., & Bomble, Y. J. (2020). Occurrence of thermophilic microorganisms in different full scale biogas plants. International Journal of Molecular Sciences, 21(1), 283.

Wilkie, A. Biomethane from Biomass. In Biowaste and Biofuels; Harwood, C., Demain, A., Eds.; ASM Press: Washington, DC, USA, 2008; pp. 195--205. [Google Scholar]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun