Seuntai canang wangi, berisi bunga dan dedaunan, dalam rangkaian buah dan kue serta aroma alam yang menggetarkan sukma, berpadu ritmis, sebagai tanda bentuk bakti. Semua itu dilandasi hati bersih, sujud kehadapan yang Maha Memberi. Tak ada yang kita miliki, semuanya adalah milik-Nya. Kita hanya memiliki hati hening (hridayam puspa) menghadap-Nya, dan rutin setiap periode waktu, bisa jam,hari, minggu, bulan dan tahun.Atau setiap tarikan nafas, keterjagaan tertuju pada-Nya. Itulah siklus penanda perayaan' bahwa manusia rindu kepada Tuhan, yang Maha kasih
Rabu ini, tanggal 8 Juli 2020, umat Hindu merayakan Hari Raya Pagerwesi. Hari raya yang didasarkan siklus 210 hari itu jatuh pada Rabu kliwon di wuku Sinta menurut penanggalan Bali-Jawa. Dasar pijakan perayaan ini tertulis rapi dalam manuskrip Bali kuno, Lontar Sundarigama.
Dalam lontar itu, Perayaan Pagerwesi, sejatinya adalah pemujaan pada Hyang Pramesti Guru.Tuhan dalam personifikasi-Nya sebagai guru sejati alam semesta. Dalam keyakinan Hindu ada 4 jenis guru, yang patut dihormati , yaitu pertama Guru Rupaka (ayah dan ibu), Guru Pengajian (Guru yang mengajar ilmu pengetehuan, bsa di sekolah/asrama) , Guru wisesa (Pemerintah), dan Guru Swadyaya, Tuhan, sebagai pencipta alam semesta beserta isinya. Semangat penghormatan itu, adalah atas karya para guru' yang selalu diyakini, sebagai guru adalah sosok yang dapat melihat dan melakukan kebenaran, sesuai dengan makna 'Guru: Gu-guna tita, dan ru- rupa warjita.
Lalu rasa hormat pada guru, dapat muncul bilamana ada kerendahan hati berpendar dalam diri seseorang. Dian menyala dalam hati itu, harus selalu dipagari dengan kuat dan penuh kesabaran. Atas dasar itu Umat Hindu di Bali, meyakini Hari raya Pagerwesi, saat yang tepat untuk 'merfleksikan diri'kita teguh memegang amanah untuk menghormati mereka yang teguh memengang kebenaran dan tanpa pamerih.Â
Keteguhan itu, tersurat dan tersirat dalam "kata Pagerwesi' Yang isa diurai menjadi kata "pager" yang berarti pagar atau pelindung, dan "wesi yang berarti besi. Oleh karena itu, secara sederhana Pagerwesi, dapat diartikan adalah pagar besi, yakni memagari hati dengan pagar yang kokoh sehingga sulit ditembus oleh ' anasir jahat' yang mengotori hati.
Membersihkan hati murid adalah tugas guru. Maka kerja seorang guru tidak ubahnya seperti kerja seorang petani yang sentiasa membuang duri serta mencabut rumput yang tumbuh di celah-celah tanamannya.Oleh karena itu, yang mampu melakukan pembersihan itu hatinya harus bersih terlebih dahulu. Diterminal itu, maka kebahagiaan datang ketika pekerjaan dan kata-kata kita menjadi manfaat bagi diri kita dan orang lain.
Simbolisasi Pagerwesi itu bermakna bahwa pagari diri anda dengan tekad yang kuat, tentu dengan pikiran-pikiran positif. Pemikir positif itu melihat apa yang tak terlihat, merasa tidak berwujud, dan mencapai hal yang tidak mungkin. Berpikir positif akan membiarkan diri kita melakukan segalanya dengan lebih baik. Pikiran positif ibarat memagari rumah anda dengan pagar yang kokoh, atau kasihlah jendela rumah anda dengan terali besi agar maling tidak mudah masuk. Besi lambang kekuatan. Itulah makna yang bisa dimuat dalam perayaan hari pagerwesi yang selama ini, secara rutin diperingati oleh umat Hindu di Bali
Hari raya Pagerwesi juga dapat dimaknai sebagai suatu pegangan hidup yang kuat bagaikan suatu pagar dari besi yang menjaga agar ilmu pengetahuan dan teknologi yang sudah digunakan dalam fungsi kesucian, dapat dipelihara, dan dijaga agar selalu menjadi pedoman bagi kehidupan umat manusia selamanya.
ASPEK RENUNGAN HARI PAGERWESI
Pagerwesi memiliki makna suatu sikap keteguhan dari bakti untuk mencari dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang dimiliki manusia, sebab tanpa ilmu pengetahuan kehidupan manusia akan mengalami kegelapan (Awidya).
Tekad bulat selalu kokoh menerima cobaan api semangat sebagai suluh dilorong gelap yang yang terus tak menentu. Dan, renungan Pagerwesi perlu dibangkinkan, sebagai motivasi harus tetap sabar dan padu menghadapi berbagai cobaan yang dihadapi bangsa kita saat ini.Â
Bangsa kita yang sedang bergulatadapi pandemi Covid-19, pencemaran lingkungan dan kerusakan lingkungan yang parah karena ulah segelintir orang. Zaman hedonisme dan sarat dengan kepentingan diri yang tinggi. Semua itu semakin terasa. Oleh karena itu membutuhkan kekuatan bakti, untuk mengabdi tanpa pamerih.
Penyucian hati diawali dengan pengendalian pikiran "Manah eva manushyanam karanam bandhamokshayo (pikiran adalah penyebab perbudakan dan pembebasan manusia). Oleh karena itu pesan Kitab Manawa Dharsastra menarik untuk direnungi, "Satyam bruuyaat, priyam bruuyaat, Na bruuyaat satyamapriyam,Artinya,'Ucapkan kebenarankan, jangan sekali-sekali mengucapkan ketidak benaran walau itu menyenangkan'.Jika itu terjadi maka tegaklah nilai-nilai moral, sosial, dan spiritual. Manusia merupakan gabungan ketiga nilai ini. Sesungguhnya ia tidak dapat disebut manusia, jika ia tidak mempunyai nilai-nilai ini.
Di bingkai itu, saat kita memandang Pagerwesi, adalah ibarat memandang sebuah rumah yang dipagari dengan hiasan pagar dengan aneka, sifat-sifat kebajikan, dan pengendalian diri. Agar banyak hal dan informasi tidak bisa masuk ke dalam diri, yang siap membakar diri ini. seorang melihat pagar atau secara rohani, psikologi adalah menarik untuk di renungi.Artinya tinggalkanlah ( Leave it Alone): Janganlahn kita bangun dipagi hari dan berkata, "Baiklah, aku merasa sudah lebih kuat sekarang, kupikir aku bisa menaganinya (masalah/beban) mulai sekarang."
Mengapa kita berpikir bahwa kita merasa lebih kuat sekarang? Sederhana saja. Karena kita menyerahkan beban hidup ini pada Tuhan dan Tuhan menanganinya. Tuhan juga memperbaharui kekuata kita dan melindungi kita dalam kedamaian Tuhan. Dalam Upanisad, menyebutkan, "Tidakkah engkau tahu bahwa jika Kuserahkan kembali masalahmu kembali, engkau akan kembali seperti engkau memulainya?! Tinggalkan masalahmu itu padaKu dan lupakan. Biarlah Aku melakukan pekerjaanKu.
Sebagaimana tidak akan ada lautan tanpa gelombang, dan tidak ada matahari tanpa sinar, demikian pula tanpa kasih, seseorang tidak dapat disebut manusia. Sebagaimana gelombang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari lautan dan sinar merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari matahari, maka demikian pula halnya kasih merupakan asas yang paling mendasar bagi manusia.
Karena itu, manusia harus memenuhi hidupnya dengan kasih. Janganlah ia membenci siapa pun atau melakukan kekerasan. Hatinya harus penuh belas kasihan. Yang penuh daya 'welas asih' adalah hridaya 'hati'. Ego dan aneka keinginan yang tidak terbatas menyebabkan timbulnya sifat-sifat jahat dalam diri manusia. Orang yang memiliki ego tidak akan mempunyai welas asih di dalam hatinya.
Manusia itu bukan sekadar individu ( vyashti ). Ia merupakan bagian dari masyarakat (samashti ). Ia tidak dapat hidup sendirian. Mau tak mau ia tergantung pada masyarakat. Karena itu, janganlah ia menempuh hidup yang mementingkan diri.Â
Ia harus mempertimbangkan waktu serta keadaan dan menempuh hidupnya secara harmonis dengan masyarakat. Alam ( prakriti ) itu merupakan gabungan antara individu ( vyashti ), masyarakat (samashti), ciptaan ( srushti), dan Tuhan ( Parameshti ). Individu harus melayani masyarakat dan ( dengan pandangan batinnya ) berusaha melihat Tuhan dalam ciptaan.
Di hari Pagerwesi, kami sembahnya di rumah, lalu ke pura sedahan carik, ulun suwi, dan ke pura dalem, setelah itu makan bersama, dan dilanjutkan ke kompleks pura yang ada di lingkungan Kampus, dan terakhir pura Jagatnata di Singaraja.
Apa makna prosesi itu?, Pagarwesi adalah maknasejatinya adalah pagari diri dengan pagar yang kokoh, sekokoh pagar dari besi baja. Kanapa harus dipagari, sebab untuk menjaga dari pengaruh eksternal yang kadang sulit ditebak.Â
Sebab, lewat hari pagerwesi ini kita selalu dituntun dan disadarkan bahwa pengaruh dunia luar eksternal, tidak pernah berhenti, menggoda manusia, dalam bentuk enam musuh (sadripu dan sad atatayi) yang yang hebat, dan perkasa. Namun, kita seestinya melunakkan diri kita dengan selalu memagari, perasaan dan kehendak agar tidak terjerumus jauh ke dasar jurang. Caranya  adalah.
Pertama, saat ini dunia luar sedang dimabuk fragmateisme dan kecongkakan akan kepemilikan materi, pangkat dan gemerlap duniawi. Kepemilikan akan dunia ini tidak bisa dibendung ketika diri tidak merasa puas, sebab ibarat api semakin terus diberi kayu bakar semakin besarlah kobaran api itu, demikian hal nya dengan nafsu dimabuk materi, padahal bukan materilah yang diusung dalam keabadian diri, sejatinya adalah Ahmanityam" rendah hatilah itu semua menjadi SIM kita dalam hidup bermasyarakat. Itu sebabnya " pakailah perihasan rendah hati, agar orang selalu memandang diri kita takjub akan perbuatan baiknya.
Kedua, agar bisa tidak dimabuk fragmatisme, maka berusahalah pada diri yang selalu memuat diri tidak loba, serakah, sebab serakah itu ibarat memupuk kebusukan dalam diri ini. Oleh akrena itu, dalam ruang ini menarik kembali pesan Guruji Gede Prama, "Di dunia harta, rasa enak muncul setelah seseorang mendapatkan sesuatu. Di dunia cinta, keindahan muncul setelah seseorang memberi kan sesuatu. Di dunia cinta, bahkan binatang pun menemukan hal indah dengan cara mencintai.". Selamat Hari Raya Pagerwesi, Moga Pikiran baik datang dari segala arah *****
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H