Mohon tunggu...
I Nyoman  Tika
I Nyoman Tika Mohon Tunggu... Dosen
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

menulis sebagai pelayanan. Jurusan Kimia Undiksha, www.biokimiaedu.com, email: nyomanntika@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Politik Teror Hanuman di Kota Alengka

12 Juni 2020   14:11 Diperbarui: 12 Juni 2020   14:28 1343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik pada dasarnya sebuah seni yang elegan. Lewat politik, artikulasi kepentingan rakyat banyak untuk keadilan sering dititipkan. Namun kini, politik itu berbiak dengan cabang baru yang lebih seru, yakni politik teror.

Politik teror lebih mengedepankan strategi kekerasan sehingga mengubah wajahnya menjadi horor. Orang yang melakukannya pun dicap sebagai "teroris'. Walaupun definisi teroris masih penuh dengan perdebatan, karena dari sudut mana dia dipandang. Paling tidak para teroris akan menjadi pahlawan bagi kaumnya, karena mereka menyuarakan kepentingan politiknya.

Hanuman bisa jadi adalah pahlawan bagi pihak Sri Rama, namun dia adalah teroris bagi Rahwana dan bangsa raksasa di Bumi Alengka. Karena dia menebarkan kebakaran hebat yang meluluhlantakkan gedung lambang supremasi Rahwana. 

Hanuman seolah-olah tidak memiliki rasa belas kasihan karena ulahnya, banyak orang mati terbakar, atau mati karena terjun bebas untuk menyelamatkan diri dari bangunan yang terjebak asap. Tidak terhitung jumlah mereka yang luka bakar, patah tulang. Pun tidak terhitung jumlah mereka yang menjadi janda dan yatim piatu karena ulahnya itu.

Dalam wajahnya, Hanuman sedikitpun tidak merasa bersalah. Dia menganggap kejadian itu adalah bagian dari tugas suci untuk menghentikan prilaku jahat Rahwana. 

Lambang keangkuhan dan arogansi Rahwana seolah sirna dalam hitungan menit. Gedung yang menjadi kebanggaan bangsa raksasa ternyata ludes oleh seekor kera kecil tetapi memiliki tingkat profesionalisme yang mengagumkan. Akibatnya, gedung yang bak pasar itu, luluh lantak. Ekonomi negara menjadi kacau, resesi meliputi seluruh bangsa di muka jagat.

Rahwana sendiri telah berpidato pada rakyatnya. Bangsa raksasa tidak akan kalah kita akan selalu menang. Kita nyatakan perang terhadap terorisme. Kita akan mengadakan retiliasi yang bersifat unilateral dan militeristik yang terjadi secara menyeluruh.

Namun dengan pernyataan itu jelas Rahwana kini harus berpikir ulang dengan gaya pendekatan baru. Tetapi tetap saja Rahwana memungkiri bahwa keamanan tidak pernah absolut, strategi adalah ilusi dan yang terakhir ada lingkaran setan yang mengglobal yang dikumandangkan oleh Hanuman, seharusnya menjadi pertimbangan Rahwana bahwa akumulasi power militer dalam menjaga keamanan negara harus segera diakhiri . Namun Rahwana memang keras kepala.

Para menteri dan ahli penasehat tidak dihiraukan oleh Rahwana. Rahwana terjebak dalam lingkaran setan kekerasan global. Rahwana bisa membunuh dan membasmi musuhnya, atau rakyat musuhnya, juga sebaliknya musuhnya, seperti Hanuman dan Sri Rama juga dapat melakukan hal yang sama. Kekerasan yang dibalas dengan kekerasan akan melahirkan kekerasan baru. Pada akhirnya perang tidak memberikan apa-apa selain penderitaan bagi rakyat sipil.

Satu solusi yang ditawarkan adalah ahimsa, yaitu anti kekerasan " Ahimsa paramo dharmah" tanpa kekerasan adalah dharma utama. Untuk kasus teror meneror diperlukan keharifan yang tinggi, karena aksi teror seperti yang juga dilakukan oleh Hanuman secara ilmiah terbukti gagal menimbulkan ketakutan, akan memunculkan kemarahan, resistensi dan tekad kuat untuk membalas, diperlukan kasih tanpa pamerih untuk membalasnya.

Namun Hanuman berargumen "pejahat masyarakat seperti Rahwana" adalah benalu pada phon kehidupan manusia di Bumi, menumpasnya dengan memotong dahan yang sudah ditumbuhi benalu wajib hukumnya untuk dibinasakan, agar pohon itu sehat kembali"

***

Hanuman sementara waktu terjebak oleh kekuasaan Rahwana. Penguasa Alengka itu menduga bahwa riwayat Hanuman sudah berakhir. Namun, keadaan menjadi kian berbeda, karena Hanuman adalah sebuah fenomena dunia dengan segala kemisteriusannya, yang memang unik dan ajaib. 

Hanuman, setelah tertangkap oleh Indrajit dan Megananda, pihak penguasa Alengka itu memutuskan hukuman berat. Hanuman harus menjalani hukuman mati. Sebuah hukuman yang pantas bagi penjahat negara, sebagai mata-mata maka dibakar hidup-hidup adalah hukuman yang dianggap pantas ketika itu.

Indrajit memutuskan dengan suara lantang, " Monyet dekil ini harus kita bunuh, saya memutuskan dia harus dibakar hidup-hidup', setuju? Katanya penuh semangat.

"Setujuuuuuu.............!" sahut raksasa yang lain menimpali.

" Kita telah biasa mengadili maling-maling kelas teri dengan hukuman massa, yakni membakarnya hidup-hidup, itu tradisi yang terpelihara dengan baik di negara kita, sedangkan monyet ini adalah penjahat negara yang berani memata-matai negara kita. Dia harus kita perlakukan lebih kejam, yakni membakar perlahan-lahan, seperti mengguling kambing" sahut Megananda sambil tertawa.

Setelah itu dibawalah Hanuman dalam suatu lokasi yang sangat strategis, tujuan agar khalayak ramai tahu bahwa bagi mereka yang berani melanggar kebijaksanaan Raja Rahwana, akan menerima hukuman yang sangat berat. Apalagi mereka yang ingin melancarkan kudeta bagi sang raja, sudah dipastikan bahwa seluruh keturunannya akan dihabisi.

Indrajit telah sesumbar bahwa kerajaan Alengka dengan Rahwananya, merupakan kekuatan tak tertandingi di dunia ini, sebagai kerajaan adidaya dan polisi dunia. Oleh karenanya, selalu imun (kebal) terhadap serangan apapun. Sehingga dia mengesyahkan untuk berbuat apa saja terhadap kerajaan lain di muka bumi ini. Sepanjang kepentingan politik Rahwana terganggu, termasuk merampas Istri Rama yang sah , "Dewi sita'

"Ikatlah seluruh tubuh Hanuman itu, biarkan ekornya saja yang lepas, kemudian bakarlah mulai dari ekornya" kata Indrajit sambil meminta obor. Sebelum dibakar Hanuman diizinkan untuk meminta satu permintaan. Apakah yang diminta?

Hanuman berteriak : "Aku tidak meminta keselamatan dari anda, tapi jangan ikat mulutku, Itu saja!"

Mendengar permintaan itu, semua bangsa raksasa yang menyaksikan eksekusi itu tertawa terbahak-bahak " dasar monyet!, apa yang bisa dilakukan oleh mulut yang tidak terikat! Kata Raksasa yang paling muda keheranan. Hanuman hanya ingin mengidungkan "Jaya Sri Rama' Hare Ram ... Hare Ram.

Eksekusi pun dilakukan obor didekatkan dihujung ekor Hanuman. Hanuman berteriak " Hare Ram, Hare Ram..... " Dengan sebutan namasmaranam itu Hanuman seolah mendapat tenaga besar dia menggeliat dan tak satupun raksasa mampu memegangnya. Tali pengikatnya putus seketika. Dia terbang kesana kemari.

Hanuman dengan mengucapkan nama Rama seolah mendapat ajian- ajian. Orang menyebutnya sebagai Aji Jaya kawijayan, sebuah kesaktian bersifat kultisme (gaib) . Selain itu juga dalam ledakan nafas Hare Ram Hanuman, dia serta merta mendapatkan 'Aji Mundri', sebuah kekuatan sejati, puncak dari kekuatan bathin, dia telah mendapatkan wahyu Ilahi. 

Hanuman dengan Aji Mundri ini, dalam istilah Jawa dia telah menjadi Insan kamil. Hanuman dengan kekuatan itu kini berbalik menjadi penebar teror yang dasyat di kota Alengka, tentu bagi yang berpikir jahat dan keraksasaan.

Hanuman mengembara di udara, dengan ekor terbakar, api berkobar semakin ganas, Hanuman dengan entengnya lari dari satu pohon ke pohon yang lain. Tidak seorang pun menduga strategi ini. 

Hanuman kemudian terbang seperti pesawat komersial Boeing 767, terbang rendah dan menukik gedung yang paling mewah di kota Alengka, gedung itu terbakar hebat dan menimbulkan ledakan, roboh dengan semua penghuni terpanggang di dalamnya. Beberapa menit kemudian Hanuman menukik ke gedung megah yang lain, kebakaran hebatpun mengguncang kota Alengka. 

Rakyat panik, dimana-mana terdengar lengkingan orang tertibun dan mati terbakar. Teror Hanuman membuat kota Alengka lumpuh, negara dalam kedaan bahaya, suasana semrawut dan mencekam meliputi Alengka pura.

Rahwana panik dan geram, dari mulutnya berteriak : " cepat balas, tangkap teroris Hanuman itu segera, dan serang habis siapapun yang melindunginya" Teriakan itu tidak menghentikan teror Hanuman, malah kian bertambah. Rakyat yang tidak tahu apa-apa menjadi korban politik penguasa yang angkuh. Hanoman menjadi sebuah alat, dia telah mengembangkan teror pada rakyat raksasa.

Kematian massal rakyat itu, yang tidak berdosa hanya bermakna bila sang pemimpin dapat menyadarkan dirinya bahwa egoisme akan menghancurkan segalanya. Kehancuran rakyat sipil adalah akibat hukum karma negara dan pemimpinnya.

Rakyat sipil telah menjadi mayat, untuk itu puisi "Kerawang Bekasi", Chairil Anwar layak di renungi : kami sudah beri kami punya nyawa. Kerja belum selesai . Belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa. Kami cuma tulang belulang yang berserakan. Tapi adalah kepunyaanmu. Kau lah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan. Ataukah jiwa kami melayang untuk kemerdekaan , kemenangan dan harapan, Atau tidak untuk apa-apa. Semoga pikiran baik datang dari segala arah.****

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun