Dibingkai itu, nilai yang perlu dipupuk adalah tentang cara, sebab  cara untuk menentang pikiran yang dianggap salah bukanlah dengan membungkamkannya secara paksa, melainkan melalui konfrontasi dalam dialog atau debat yang tetap menjamin kebebasan setiap peserta untuk membela pendapatnya (Franz Magnis-Suseno, 1987). Walaupun demikian, berpegang pada keinginan  merekayasa sosial, untuk bisa merajut ransformasi budaya masyarakat, maka rekayasa Sosial, setiap perubahan hanya bisa terjadi melalui empat unsur utama: gagasan (ide), tokoh-tokoh besar, gerakan sosial, dan revolusi. Tokoh-tokoh guru bangsa sangat dibutuhkan  karakter yang mendidik saat ini, lelbih-lebih sifat kesatria.
Dibingkai itu, sifat kesatria sejati adalah mereka yang mampu menaklukan kemarahan dan kebencian dalam dirinya. Dalam perjuangan kita atas kebebasan, kebenaran adalah satu satunya senjata yang kita miliki. Lalu berangkat dari itu, maka agar dapat menjadi kan pesan dalam hidup ini, menarik 'bisakah kita menjadi panutan anak-anak kita, anak bangsa ini agar mereka dapat termotivasi memajukan negeri, bangsa lain sudah jauh berpikir untuk bisa sampai ke bulan, malah kita masih bercakar-cakaran untuk berebut suatu yang sudah basi, yakni kekuasaan dengan jalan melanggar hukum.
Lalu menarik memang, ketika anak-anak kita menonton hiruk-pikuk berbagai tokoh yang ada di negeri ini, sebuah pertanyaan autokritik muncul dari dirikita , sudahkan kita mengembangkan itu pada anak-anak kita ? Â Jawabannya tentu tidak mudah, banyak diantara kita untuk membangunnya dengan menyerahkan ke sekolah, atau lembaga pendidikan khusus untuk tujuan itu, namun perlu dihingat jangan lupa 'orang tua 'adalah guru pertama yang dilihat oleh anak-anak kita, sebelum mereka membuka mata di sekolah. Orang tua selalu dapat mengajarkan anak-anak mereka untuk bisa bertahan dan jalan terus saat mereka telah tiada. Bagaimana membangunnya agar jiwa kesatria itu bisa dimunculkan, Â orang (prajurit, perwira) yang gagah berani; nampaknya kita kehilangan itu saat ini,.
Oleh sebab itu, membangun jiwa gagah berani membela kebenaran, Yang dimaksud berjiwa ksatria adalah sikap dimana kita berbuat sesuatu yang menghasilkan kebaikan antara kita dan orang lain. Dalam makna yang sesungguhnya adalah "mengalah" karena lebih mengutamakan kepentingan orang lain daripada kepentingan diri sendiri, hal itulah yang kini sulit untuk dicapai. Mengalah bukan berarti kalah, namun berbuat sesuatu yang membuat situasi yang lebih terkendali. Biarlah diri kita tersakiti, namun yakinlah suatu saat rasa sakit itu akan terobati dan tergantikan dengan kebahagiaan. Ada racun pasti ada pula penawar racunnya, meski penawar itu kadang sulit untuk kita dapatkan. Namun alangkah indahnya hidup yang bergejolak, jika kita hiasi dengan rasa mengalah itu sendiri.
Caranya adalah menggunakan pola pembelajaran dengan gaya meniru, yang ditiru , tentu sebagai i model panutan bagi anak-anak kita dan keluarga kita. Model pendidikan yang paling bijak adalah dengan menjadi model, contoh  dan panutan. Pada aspek itu kita orang tua sesungguh adalah guru bagi anak-anak kita.  Di Bali misalnya, guru itu ada empat,  guru rupaka( orang tua),  Guru pengajian ( guru di  sekolah, sebagai pengajar dan pendidik). Guru wisesa (pemerintah) , dan keempat adalah guru  Swadyaya,(Tuhan , guru alam semesta).Â
Dalam fungsi kita sebagai guru, maka salah satu fungsi guru adalah guru melalui kegiatan pembelajaran diharapkan menggabungkan keseluruhan potensi otak peserta didik sehingga membentuk kebermaknaan (God Spot). Segenap potensi tersebut secara fitrah dianugerahkan Tuhan kepada manusia dalam kedudukannya sebagai insan, manusia seutuhnya, dengan seluruh totalitasnya, jiwa, dan raga.
Dalam dimensi itu, Ki Hajar Dewantara mengatakan dengan sangat indah, Ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. Di depan, seorang pendidik harus memberi teladan atau contoh tindakan yang baik, di tengah atau di antara murid, guru harus menciptakan prakarsa dan ide, dari belakang seorang guru harus memberikan dorongan dan arahan.
Selain itu, temuan Meiners, Cheri J. 2015. Yang bertajuk, Why character education is important for young children, menyebutkan bahwa pembentukan karakter justru menjadi dasar dari proses tumbuh kembang anak, terutama dalam menguasai keterampilan-keterampilan hidup lainnya. Melalui pembentukan karakter, si Kecil akan mengembangkan rasa percaya diri, keberanian, pantang menyerah, gigih, dimana hal tersebut akan membantu si Kecil untuk mau terus belajar dan mampu menghadapi kesulitan yang dihadapi ketika ia belajar keterampilan tertentu di sekolah
Dalam konsepsi itulah nampak teori kognitif menjadi sangat penting,, sebab toeri itu  mengatakan bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan presepsi dan pemahaman yang dapat diukur dan diamati.Model ini lebih berorientasi pada studi bagaimana anak belajar belajar berpikir. Bagi kita yang terpenting adalah, bagaimana dapat mempengaruhi perkembangan berpikir dan bagaimana guru dapat nyesuaikan pengajaran dengan tingkat perkembangan kognitif para siswa.
Namun menurut  Piaget meyakini bahwa pada dasarnya setiap manusia mengalami perkembangan dalam tingkat berpikirnya melalui tahapan-tahapan yang rumit.Setiap tahapan ditandai dengan pemilihan konsep sebagai skema. Skema itu merupakan program atau strategi yang di gunakan oleh manusia pada saat berinteraksi dengan lingkunganya. Untuk itu,  jadilh contoh-contoh yang baik sebab banyak anak Indonesia sedang menonton perilaku kita , terutama yang menjadi elit politik, anak-anak kita sedang merekam perilaku kita, kita bisa menduga seperti apa mereka nantinya di negara ini ****
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H