Mohon tunggu...
I Nyoman  Tika
I Nyoman Tika Mohon Tunggu... Dosen - Dosen
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

menulis sebagai pelayanan. Jurusan Kimia Undiksha, www.biokimiaedu.com, email: nyomanntika@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Alter Globalisasi dan Terorisme Transnasional

3 Juni 2018   15:48 Diperbarui: 3 Juni 2018   15:58 805
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Aktivitas  terorisme  terus  mengangetkan publik negeri ini. Teroris ternyata terus beraksi dan semakin berani. Sebuah  perubahan paradigma berpikir harus dilakukan sebab  terorisme ini jika dibiarkan akan terus menjalar. Laju  literasi para teorir itu  harus terus dibendung dan reduksi  agar tidak menimbulkan korban lagi.

Mengapa mereka nekat,  berangat dari analisis  media tersebar ke publik, maka  pelaku, termasuk keluarga berada dan tertutup , oleh karena itu dapat diduga  pelaku seudah masuk ke wilayah narcissistic object choice meminjam konsep  dikemukana oleh pakar psikologis  Heinz Kout (1972),

Apakah itu? narcissistic object choice, suatu penanaman atau investasi libido di dalam egonya. Artinya,  dalam menyebarkan prinsip dan paham yang diyakininya mereka cenderung  memilih pasangan yang patuh, atau sepadan dan simetri seperti diri mereka sendiri untuk meminimalkan kemungkinan tantangan terhadap pandangan dunia mereka, agar ego mereka tetap menyala.

 Akibatnya,  mereka menghindari terjadinya  cedera terhadap   ego meraka.. Cedera ego itu, disebut juga  dengan istilah cedera narsistik yang dapat menimbulkan kemarahan narsistik yang merupakan ancaman yang dirasakan terhadap harga dirinya. Kemarahan narsistik adalah istilah yang pertama kali diciptakan oleh Heinz Kohut juga.

Lalu disinilah,  tantangannya  memamah penularan paham terorisme itu, namun   perubahan pendekatan memecahkan  masalah terorisme menarik  lebih dipahami secara serius,  Sebabnya, terorisme kini semakin    clear and present danger, bahaya  sudah tidak jauh lagi dan tidak berada dalam film  atau di negara  nun jauh disana, namun sudah ada di sekeliling kita dan  di depan rumah kita.  

Mengapa demikian? Apakah ini ekses dari kemajuan informasi yang menglobal? Jawabnnya jamak. Namun tak bisa dipungkiri bahwa  terorisme salah satu bentuk  baru perlawanan terhadap "the establishment of globalization (kemapanan globalisasi)  bersifat trans-nasional. Saat ini gejala itu semakin  sulit dibantah.

Kemapanan globalisasi selain memberikan keuntungan, disisi lain  juga berkontribusi  terhadap penderitaan kehidupan masyarakat dunia. Kondisi ini, memicu munculnya  gerakan baru, sebagai balancing  globalisasi,  yang menurut pemikiran  Steger dan Wilson, yang dimuat dalam jurnal International Studies Quarterly (2012),  disebut sebagai  Anti-Globalization atau  Alter-Globalization". Alter-globalisasi (atau alter-mondialisation dalam bahasa Perancis)  adalah nama gerakan sosial yang mendukung kerja sama dan interaksi global, tetapi menolak efek-efek negatif globalisasi ekonomi. 

Globalisasi menimbulkan berbagai titik  alienasi kemanusiaan. Harus diakui, bahwa pengaruh globalisasi di bidang sosial budaya memunculkan beragam  sikap buruk manusia, seperti sikap individualisme, konsumtif dan materialistis.  

Manusia  dihargai   tidak tinggi seperti yang  dikemukan dalam  karya tulis  La Mettrie"  manusia sebagai mesin (L'homme machine). Manusia tak melakukan pengendalian atas dirinya sendiri, dan berprilaku seperti robot. Padahal manusia bukanlah mesin, ia punya akal dan jiwa yang membedakannya dari makhluk lain. Karena manusia memiliki kompleksitas dirinya yang tak dapat diukur, misalnya saja ketika berhadapan dengan momen-momen eksistensial menunjukkan bahwa manusia multi dimensi. 

Disinilah globalisasi  belum mampu menyentuh dimensi manusia secara menyeluruh, dan memicu manusia  untuk bekerja keras agar bisa mendapatkan uang atau materi  untuk bertahan hidup. Hal ini mendorong munculnya sikap individualisme bagi setiap orang. Tentu sikap ini mendegradasi  semangat gotong royong dan sifat kekeluargaan yang dimiliki oleh manusia Indonesia  sebagai makhluk sosial. sehingga paham radikalisme semakin semarak di era global karena laju informasi yang masif dan terbuka.

Ketika, karakter mahluk sosial tereduksi, maka muncullah sifat mementingkan diri dan golongannya. Kondisi ini memunculkan paham radikalisme semakin semarak di era global karena laju informasi yang masif dan terbuka.

Benih-benih alter globalisasi telah muncul lama, hampir dua dekade, dan kini menarik untuk dipahami dan dikritisi berkaitan dengan  'ideologi globalisasi yang  kian merambah masuk dalam semua dimensi  kehidupan manusia. Globalisasi lahir sebagai sisi eksotik zaman yang didukung oleh dinamika teknologi informasi,  setelah fase perang dingin antara ideologi liberalisme dan komunis. Kehadirannya  mengguncang sistem politik konvensional. Dibingkai itu, globalisasi tidak saja membawa dampak positif juga berisi  sisi gelap, baik  secara politik, sosial, maupun  ekonomi dan  budaya, sehingga memunculkan  'masalah global' baru  yang sejatinya  di luar jangkauan institusi politik nasional dan ideologi konvensional.

Tak bisa dipungkiri bahwa, alter globalisasi, ingin menguatkan  jati diri dari dalam ( secara internally driven) terhadap pengaruh budaya luar di sebuah negara yang selama ini dapat mempengaruhi pudarnya nilai-nilai budaya lokal di negara tersebut. Selain itu volatilitas keuangan, perubahan iklim dan degradasi lingkungan, meningkatkan kelangkaan pangan, pandemik seperti AIDS dan SARS, disparitas kekayaan dan kesejahteraan, meningkatkan tekanan  migrasi dan  berbagai konflik budaya dan agama, dan terorisme transnasional, inilah sebagian beberapa dampak buruk globalisasi.

Dalam memamah  gerakan alter globalisasi untuk menghadapi ekses transnasional terorisme, ada beberapa hal yang perlu dicermati, agar tidak tergerus akibat globalisasi, yakni  pertama, semua pihak wajib selektif dan ikut menyaring (infiltrasi ) budaya  asing dalam keluarga, sekolah atau masyarakat. Misalnya,  seorang anak semakin dini terpapar dengan  budaya asing yang  liar maka, akan  terjadi penyimpangan dan berprilaku jauh dari  kultur budaya yang dimilikinya.

Kedua, meminimalkan penyimpangan perilaku budaya, yang tidak sesuai dengan nilai luhur bangsa, yakni mendeteksi secara tepat sumber dari pergaulan dengan sekelompok orang yang telah menyimpang. Penyimpangan diperoleh melalui proses alih budaya (cultural transmission). 

Menurut  Edwin H. Sutherland (1934),  bila seseorang yang terus terpapar  akan menimbulkan  sub kebudayaan menyimpang (deviant subculture) dari budaya  yang selama ini digelutinya (Teori  Differential Association, Teori Pergaulan Berbedina). Kondisi ini semakin menguat terjadi,  manakala negara tidak hadir dalam membina politik dalam bentuk  moral bangsa di sekolah-sekolah. Contoh, Pembelajaran Moral Pancasila dengan P4-nya, merupakan salah satu pendidikan moral berbangsa, namun kini telah menguap dari sekolah-sekolah di negeri ini, sejak lengsernya orde baru.

Ketiga, meminimalkan terjadinya  deviant subculture  pada proses pendidikan. Bila tidak, maka lembaga sekolah dan kampus-kampus menjadi ladang subur  kaderisasi  budaya yang berbeda, seperti menebar 'paham kebencian, sehingga memecah persatuan. Sampai disini, menurut paham alter globalisasi harus terdeteksi sejak awal, atau direduksi pada proses-proses awal, jika tidak manusia tercekoki dengan mudah, sehingga manusia kehilangan nalar, akhirnya paham "Manusia-mesin"-nya La Mattrie benar-benar mengejewantah dalam kehidupan berbangsa. Akibatnya Dramaturgi Goffman (1955), berupa sandiwara kehidupan yang disajikan oleh manusia-manusia bak robot, terus menghiasi keseharian kita tanpa merasa bersalah. 

Misalnya, keluarga  dengan mudah menjadi martil bom bunuh diri dimana saja,  yang  mengikuti kehendak pembuat  skenario. Artinya deviant subculture  membuat  manusia  menuju zona pikiran kosong. Dengan  demikian, akal manusia sangat mudah untuk dibelokkan dan direkayasa  menjadi aktor dan pelaku teror.

Keempat, alter globalisasi memberikan ruang yang menjajikan  untuk  manusia  menjadikan  dirinya sendiri (The self)  tanpa pengaruh yang lain. Individu manusia  disini bersifat aktif dan kreatif serta tidak ada satupun variable-variabel sosial, budaya, maupun psikologis yang dapat memutuskan tindakan-tindakan dirinya. Oleh karena itu, pengampu kebijakan  dapat tetap menjadi katalisator agar  internalisasi struktur sosial dan budaya konstruktif dan produktif  dapat terus terjaga, dan terbangun dalam kedirian manusia Indoenesia.  

Dalam dimensi terorisme transnasional alter globalisasi  sebagai ideologi  'gerakan keadilan global atau "global justice movement''(GJM) berupaya terus merestriksi terhimpunnya budaya perusak, atau penghancur kemanusiaan  baik organisasi internasional dan aktor non negara dalam mengimport  ideologi terorisme. Ideologi teororisme selalu ingin menyebar ketakutan pada sisi kemanusiaan, sehingga memunculkan dialog dan kompromitas dengan penguasa, teror bisa muncul dengan dalil, kaderisasi, sosialisasi dan perebutan kekuasaan. Kondisi seperti ini harus terus diwaspadai sejak dini.

Lalu, alter  globalisasi  bisa berkembang  dengan  membutuhkan  landskap ideologi kontemporer yang selama ini meminggirkan keadilan global, walaupun paham neoliberalisme, atau globalisme pasar terus didengungkan untuk  meningkatkan  keadilan dan kesejahteraan, namun faktanya berbicara lain, tetap saja pengampu kebijakan  masih  belum optimal berpihak pada rakyat miskin (Falk 1999; Barber 2001; Mittelman 2004; Harvey 2005; Steger 2009).Oleh karena itu,  gerakan alter globalisasi  ini terus didengungkan, untuk memberikan eksistensi harmoni pada semua komunitas dunia.

Harapannya kita adalah gerakan alter-globalisasi dapat meruntuhkan penyebaran terorisme secara global. Syaratnya adalah bilamana gerakan kerja sama yang bertujuan mengkonstruksi keadilan dan pemerataan kesejahteraan terus ditingkatkan dengan sebuah komitmen " hidup di bumi ini' semua manusia bersaudara. Contohnya adalah banyak alter-gobalis yang berusaha menghindari "pembubaran ekonomi lokal sehingga tetap menjaga  keutuhan suatu bangsa.

Kesimpulannya adalah  alter globalisasi dapat  membangun struktur pemahaman masyarakat  dengan memegang teguh azas kebersamaan  dan membangun harmonisasi kehidupan. Dengan demikian, akan melahirkan masyarakat yang sehat, sebab masyarakat yang sehat merupakan aset terbesar yang bisa dimiliki suatu negara. 

Oleh karena itu, ketika teror bom terjadi  seyogyanya masyarakat  tetaplah bersikap tenang, ciptakan suasana yang harmonis dan saling memperkuat satu sama lain, mari kita ciptakan kedamaian dengan menyampaikan pesan-pesan yang mendamaikan. Janganlah mudah terhasut dengan berbagai informasi yang beredar saat ini dan tetap junjung erat persatuan dan kesatuan masyarakat Indonesia yang cinta damai.******.

I Nyoman Tika,  Dosen Jurusan  Kimia dan Pascasarjana  Universitas Pendidikan Ganesha

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun