Mohon tunggu...
I Nyoman  Tika
I Nyoman Tika Mohon Tunggu... Dosen - Dosen
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

menulis sebagai pelayanan. Jurusan Kimia Undiksha, www.biokimiaedu.com, email: nyomanntika@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Alter Globalisasi dan Terorisme Transnasional

3 Juni 2018   15:48 Diperbarui: 3 Juni 2018   15:58 805
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Benih-benih alter globalisasi telah muncul lama, hampir dua dekade, dan kini menarik untuk dipahami dan dikritisi berkaitan dengan  'ideologi globalisasi yang  kian merambah masuk dalam semua dimensi  kehidupan manusia. Globalisasi lahir sebagai sisi eksotik zaman yang didukung oleh dinamika teknologi informasi,  setelah fase perang dingin antara ideologi liberalisme dan komunis. Kehadirannya  mengguncang sistem politik konvensional. Dibingkai itu, globalisasi tidak saja membawa dampak positif juga berisi  sisi gelap, baik  secara politik, sosial, maupun  ekonomi dan  budaya, sehingga memunculkan  'masalah global' baru  yang sejatinya  di luar jangkauan institusi politik nasional dan ideologi konvensional.

Tak bisa dipungkiri bahwa, alter globalisasi, ingin menguatkan  jati diri dari dalam ( secara internally driven) terhadap pengaruh budaya luar di sebuah negara yang selama ini dapat mempengaruhi pudarnya nilai-nilai budaya lokal di negara tersebut. Selain itu volatilitas keuangan, perubahan iklim dan degradasi lingkungan, meningkatkan kelangkaan pangan, pandemik seperti AIDS dan SARS, disparitas kekayaan dan kesejahteraan, meningkatkan tekanan  migrasi dan  berbagai konflik budaya dan agama, dan terorisme transnasional, inilah sebagian beberapa dampak buruk globalisasi.

Dalam memamah  gerakan alter globalisasi untuk menghadapi ekses transnasional terorisme, ada beberapa hal yang perlu dicermati, agar tidak tergerus akibat globalisasi, yakni  pertama, semua pihak wajib selektif dan ikut menyaring (infiltrasi ) budaya  asing dalam keluarga, sekolah atau masyarakat. Misalnya,  seorang anak semakin dini terpapar dengan  budaya asing yang  liar maka, akan  terjadi penyimpangan dan berprilaku jauh dari  kultur budaya yang dimilikinya.

Kedua, meminimalkan penyimpangan perilaku budaya, yang tidak sesuai dengan nilai luhur bangsa, yakni mendeteksi secara tepat sumber dari pergaulan dengan sekelompok orang yang telah menyimpang. Penyimpangan diperoleh melalui proses alih budaya (cultural transmission). 

Menurut  Edwin H. Sutherland (1934),  bila seseorang yang terus terpapar  akan menimbulkan  sub kebudayaan menyimpang (deviant subculture) dari budaya  yang selama ini digelutinya (Teori  Differential Association, Teori Pergaulan Berbedina). Kondisi ini semakin menguat terjadi,  manakala negara tidak hadir dalam membina politik dalam bentuk  moral bangsa di sekolah-sekolah. Contoh, Pembelajaran Moral Pancasila dengan P4-nya, merupakan salah satu pendidikan moral berbangsa, namun kini telah menguap dari sekolah-sekolah di negeri ini, sejak lengsernya orde baru.

Ketiga, meminimalkan terjadinya  deviant subculture  pada proses pendidikan. Bila tidak, maka lembaga sekolah dan kampus-kampus menjadi ladang subur  kaderisasi  budaya yang berbeda, seperti menebar 'paham kebencian, sehingga memecah persatuan. Sampai disini, menurut paham alter globalisasi harus terdeteksi sejak awal, atau direduksi pada proses-proses awal, jika tidak manusia tercekoki dengan mudah, sehingga manusia kehilangan nalar, akhirnya paham "Manusia-mesin"-nya La Mattrie benar-benar mengejewantah dalam kehidupan berbangsa. Akibatnya Dramaturgi Goffman (1955), berupa sandiwara kehidupan yang disajikan oleh manusia-manusia bak robot, terus menghiasi keseharian kita tanpa merasa bersalah. 

Misalnya, keluarga  dengan mudah menjadi martil bom bunuh diri dimana saja,  yang  mengikuti kehendak pembuat  skenario. Artinya deviant subculture  membuat  manusia  menuju zona pikiran kosong. Dengan  demikian, akal manusia sangat mudah untuk dibelokkan dan direkayasa  menjadi aktor dan pelaku teror.

Keempat, alter globalisasi memberikan ruang yang menjajikan  untuk  manusia  menjadikan  dirinya sendiri (The self)  tanpa pengaruh yang lain. Individu manusia  disini bersifat aktif dan kreatif serta tidak ada satupun variable-variabel sosial, budaya, maupun psikologis yang dapat memutuskan tindakan-tindakan dirinya. Oleh karena itu, pengampu kebijakan  dapat tetap menjadi katalisator agar  internalisasi struktur sosial dan budaya konstruktif dan produktif  dapat terus terjaga, dan terbangun dalam kedirian manusia Indoenesia.  

Dalam dimensi terorisme transnasional alter globalisasi  sebagai ideologi  'gerakan keadilan global atau "global justice movement''(GJM) berupaya terus merestriksi terhimpunnya budaya perusak, atau penghancur kemanusiaan  baik organisasi internasional dan aktor non negara dalam mengimport  ideologi terorisme. Ideologi teororisme selalu ingin menyebar ketakutan pada sisi kemanusiaan, sehingga memunculkan dialog dan kompromitas dengan penguasa, teror bisa muncul dengan dalil, kaderisasi, sosialisasi dan perebutan kekuasaan. Kondisi seperti ini harus terus diwaspadai sejak dini.

Lalu, alter  globalisasi  bisa berkembang  dengan  membutuhkan  landskap ideologi kontemporer yang selama ini meminggirkan keadilan global, walaupun paham neoliberalisme, atau globalisme pasar terus didengungkan untuk  meningkatkan  keadilan dan kesejahteraan, namun faktanya berbicara lain, tetap saja pengampu kebijakan  masih  belum optimal berpihak pada rakyat miskin (Falk 1999; Barber 2001; Mittelman 2004; Harvey 2005; Steger 2009).Oleh karena itu,  gerakan alter globalisasi  ini terus didengungkan, untuk memberikan eksistensi harmoni pada semua komunitas dunia.

Harapannya kita adalah gerakan alter-globalisasi dapat meruntuhkan penyebaran terorisme secara global. Syaratnya adalah bilamana gerakan kerja sama yang bertujuan mengkonstruksi keadilan dan pemerataan kesejahteraan terus ditingkatkan dengan sebuah komitmen " hidup di bumi ini' semua manusia bersaudara. Contohnya adalah banyak alter-gobalis yang berusaha menghindari "pembubaran ekonomi lokal sehingga tetap menjaga  keutuhan suatu bangsa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun