Mohon tunggu...
Gaya Hidup

Freelancer atau Kantoran?

28 Februari 2017   00:00 Diperbarui: 28 Februari 2017   00:09 2404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari 8 tahun pengalaman kerja, awalnya nyoba-nyoba sampai serius cari lowongan kerja, berakhir 1 tahun 3 bulan jadi anak kantoran (juga tetep nyeper freelance) dan sisanya full freelance. Sejauh ini saya tetap cinta jadi freelancer. Apa sih enak nggak enaknya jadi freelancer dan kantoran?

8 tahun dikurangi 1 tahun 3 bulan jadi full freelancer, saya merasakan hal-hal ini:

freelancer2-1-58b459f8529773310c58f5b1.jpg
freelancer2-1-58b459f8529773310c58f5b1.jpg
  • Kebebasan waktu

Mau kerja senin sampai seninnya lagi, pagi sampai besok paginya? Mau ngebut pas mepet deadline? Boleh. Salah satu keuntungan jadi pekerja freelance adalah bebas memilih waktu kerja dan waktu istirahat. Otak saya baru on kalau tengah malem, siangnya buntu, mending jalan-jalan. Ya, jadilah saya ngebut kerja dari jam 11 malam sampai 4 pagi. Lebih mantabnya lagi, dikala semua temen-temen saya yang pekerja kantoran harus masuk Senin-Jumat 9 to 6, saya malah liburan ke Jepang selama 2 minggu.

  • Gaji per project/per hari lebih besar

Tanpa harus dihitung, kelihatan mata bayaran sekali job harian beda tipis daripada sebulan ngantor, bahkan beberapa senior saya di duniafreelance, gaji sekali kerja, lebih gede daripada saya kudu ngantor sebulan. Ada juga yang sebenarnya gajinya sama seperti kantoran, contohnya bayaran ngantor dari jam 9 pagi-6 sore Rp 150.000 perhari, tapi kalau kerja freelance, sehari juga Rp 150.000, tapi cukup dari jam 6 sore-10 malam.

  • Bebas memilih klien

Nggak suka sama klien X yang bawel dan bayarannya telat? kalo nggak lagi BU dan nggak harus bayar cicilan, tolak dengan seribu jurus juga bisa. Ini termasuk demi menghindari drama dengan klien. Biasanya saya milih klien yang bisa memenuhi keinginan kebutuhan traveling, bayaran nggak perlu bombastis, harus ke luar kota, tiket dan hotel dibayarin, hayuk ajalah.

  • Kerja di mana saja

Sebenarnya ini termasuk positif dan negatif juga sih. Positifnya, saya nggak perlu duduk ayem di kantor dari pagi sampai sore, bisa ngerjain kerjaan di atas Kasur dengan kondisi belum mandi pagi, di kedai kopi, bahkan di rumah temen sambil ngegosip. Negatifnya, kalau maksa liburan di tengah project yang lagi jalan, kudu bawa laptop atau sketch book ke mana-mana. Ribet.

Jadi Freelancer juga nggak ada enaknya, seperti:

  • Pemasukan tidak pasti

Teman saya sukanya bilang, “Ingat, jangan hura-hura, freelance itu ada masa panen dan paceklik”. Sekalinya banyak ceperan, project ini-itu, pagi nge-MC acara lari-lari yang dapet medali, siang ngurusin desain interior resto baru, dan malemnya klien besar riset desain. 3 kerjaan sekaligus dalam sehari itu sudah biasa, capek sih, tapi panen. Giliran sepi kerjaan, seharian nggak ngapa-ngapain, bangun siang, nonton tv serial terbaru, sorenya ngopi-ngopi buang duit, sampai rumah nonton bola. Panen dan paceklik bisa terjadi, kapanpun, dan seberapa lamanya nggak ada yang bisa duga. Panen bisa 1 bulan dengan gaji setahun orang ngantor, tapi bisa paceklik 5 bulan. Dapet satu kerjaan dalam sebulan untung-untungan. Hemat!

  • Weekend (bisa jadi) kerja

freelancer-workspace-58b459a091fdfd7905192478.jpg
freelancer-workspace-58b459a091fdfd7905192478.jpg
Weekend waktunya pacaran? Mana bisa kalo kerjaannya kebanyakan pasti weekend, ngeMC dan nyanyi di nikahan misalnya. Manusia nggak berhenti menikah dan hajatan pas sabtu atau minggu. Saking banyaknya teman-teman saya yang nikah menggunakan jasa wedding organizer yang sama, saya sampai hapal bapak MC jawaan yang selalu nongol tiap weekend.
  • Susah mengajukan KPR

Kalau yang ini curhatan temen, dari lulus kuliah 15 tahun lalu sampai sekarang bertahan jadi freelancer. Giliran udah kepala 3, mau ajuin KPR susah karena nggak punya slip gaji bulanan yang cukup dipercaya untuk bayar cicilan. Padahal total pendapatannya sebulan kalo lagi panen melebihi 5x standar gaji di kotanya dan sangat sanggup untuk bayar cicilan perbulan. Solusinya? Ikut cicilan in-house yang bisa bikin makan nasi dan garam sebulan.

  • Nggak ada asuransi

Karena saya ngotot nggak mau pakai asuransi BP*S dan swasta apapun, kalo badan udah mulai drop, komat-kamit semoga nggak harus ke dokter. Pernah saya tiba-tiba harus ke spesialis penyakit dalam dan harus mengeluarkan uang yang jumlahnya agak wow waktu sepi kerjaan, langsung bikin sakit kepala waktu bayar di kasir spesialis dan farmasi, padahal sebelum masuk ruang dokter spesialis nggak ada keluhan sakit kepala sama sekali : )))

Kalo ditanya kenapa saya nggak mau bayar asuransi BP*S? Jawabannya, saya nggak telaten untuk wara-wiri dan antri, apalagi waktu sakit. Jadi mending bayar di RS swasta dengan biaya pribadi. Mahal? Iya, ini resiko yang memang harus saya ambil meski mengiris hati dan kantong.

Kenapa nggak mau pakai asuransi swasta? Balik lagi ke poin pertama, kalau lagi masa paceklik sepi kerjaan, mau bayar asuransi pakai uang apa? Apalagi perbulan harus bayar rutin selama 10 tahun.

Jadi anak kantoran sebenernya agak ajaib buat saya. Kalo lagi hopeless masa paceklik, saya sukanya buka-buka Jobstreet (www.jobstreet.co.id), JobsDB (http://id.jobsdb.com/id ), dan Jora (https://id.jora.com/lowongankerja ) . Klik apply ke beberapa lowongan kerja, beberapa bulan kemudian saya ditelepon untuk interview, dan diterima. 1 tahun 3 bulan jadi anak kantoran yang juga tetep nerima project luar duitnya emang dobel-dobel. Enaknya ngantor itu:

office-productivity-1024x612-58b45a8b917e614b0cb75104.png
office-productivity-1024x612-58b45a8b917e614b0cb75104.png
  • Gaji stabil tiap bulan

Saya jadi lebih bisa tenang belanja bulanan, beli ini itu, karena saya tau tiap tanggal 31, rekening bakal diisi lagi sama bagian finance. Berani juga bayar cash beli home theatre dan berani nyicil beli barang branded. Tentunya cicilan 0%. Setelah nggak ngantor, agak was-was, kudu mikir alasan kenapa beli barang X dengan cicilan.

Ini hanya berlaku di posisi tertentu, ya. Kerjaan lancer, si Bos happy, naik jabatan, otomatis gaji juga naik. Kalau kerjaan kantor saya dulu nggak ada jenjang karirnya karena saya kerja individu, bukan tim. Atasan langsung si bos. Nggak mungkin dong naik jabatan meski lebih pinter daripada si bos?

  • Jaminan kesehatan

Nah ini lumayan deh, dulu kantor tempat part-time saya pakai asuransi swasta dan sekarang jadi pake BP*S, meskipun pada ngeluh diganti, tapi masih untung ada. Berhubung saya part-time di sana, jadi nggak dapet. Di kantor full-time baru diadakan setelah saya minggat dari sana, jadi nggak pernah ngerasain manfaatnya. Paling nggak, kalau sakit apalagi sampai opname, nggak usah bingung ngeluarin duit ekstra kan?

  • Hidup Teratur

Kantoran bikin jam tidur saya teratur, paling nggak bukan yang melek sampai jam 4 pagi waktu nge-freelance. Bangun jam 6 pagi, kena sinar matahari waktu berangkat kan sehat tuh, meskipun bonus asap kendaraan sih. Karena capek terforsir di kantor, energi udah abis, jam 11 malem udah bobo cantiks.

Resiko jadi anak kantoran tentunya ada juga dong, kayak gini:

  • Jatah cuti

Mau liburan 2 minggu ke luar negeri? Mana bisa! Kantornya nenek moyang apa, yang ada malah dipecat. Jatah cuti biasanya cuma 12 hari dalam setahun, kalau ada sisa di akhir tahun, bisa dijadiin duit, yang apes ya angus gitu aja.

Bahkan ada temen yang sudah beli tiket ke China jauh-jauh bulan sebelumnya, kantor baru nggak ngijinin dia untuk cuti 7 hari karena masih probation. Daripada tiket angus, mending resign. Akhirnya dia resign beneran.

  • Potong gaji

Ini yang agak menyakitkan kantong. Waktu belom dapet jatah cuti di kantor, saya kudu jemput Si Babe baru pulang haji di Bandara, jadilah gaji dipotong perhari. Apalagi kantor lama nggak menganggap surat dokter itu surat sakti biar nggak potong gaji. Karyawan opname seminggu = potong 7 hari gaji.

  • Nggak kenal dunia luar

office-workers-58b45ae25297738e0c58f5b1.jpg
office-workers-58b45ae25297738e0c58f5b1.jpg
Jadi anak kantoran gitu lah, bukan anak rumahan, dari pagi sampai sore duduk manis di kantor, pulang kerja langsung ke rumah, capek, bawaannya mau tidur. Ini berlaku yang kerjaannya harus duduk di kantor mlulu ya, bukan yang bisa mobile ketemu klien di luar. Saya bahagia banget sekalinya ditugasin ke tempat-tempat tertentu di jam kantor, kayak anak SMA bolos sekolah, lepas kandang dari jeratan jam kantor.
  • Drama

Entah kebanyakan nonton sinetron Tukang Gado-Gado Naik Umroh sampai jilid 6 belum plus edisi lebaran dan edisi valentine. Kalo nggak karyawannya yang drama, ya bosnya yang drama. Karyawan saling sikut bisik-bisik tetangga bikin grup whatsapp sendiri dan bosnya yang mengada-ada dan insecure sama keadaan sekitar. Kata orang Belanda, isine sambat thok! (isinya mengeluh saja)

Jadi setelah dibandingkan positif dan negatifnya, mau milih yang mana? Kalo saya sih, tetep FREELANCE!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun