Mulai dari soal-soal yang berbau agama, problematika pekerjaan, sampai ke masalah percintaan. Ibadah keagamaan, sedekah, kasih sayang orang tua, persahabatan, sampai pernikahan menjadi topik pilihan mereka.
Di titik inilah "trust" itu mulai terbentuk :)
Apalagi diimbangi kemampuan komunikasi mereka yang rata-rata mumpuni. Trust terhadap figur motivator baru ini semakin melekat.
Tak perlu waktu lama, kumpulan kicauan mereka di sosial media itu tiba-tiba saja menjadi sebuah buku!
Di sinilah sang "motivator baru" mulai menarik keuntungan. Pundi-pundinya mulai terisi uang dari hasil penjualan buku.
Karena followernya yang mulai banyak, tidak heran jika bukunya kemudian tampil di deretan rak 'best seller".
Akhirnya demi mendongkrak penjualan bukunya, si calon motivator bekerjasama dengan penerbit buku untuk melakukan road show ke kota-kota di Indonesia.
Sejak itu si motivator baru mulai dikenal sebagai the real motivator atau inspirator. Undangan untuk mengisi seminar dan talk show mulai berdatangan. Pundi-pundi uang semakin gemuk. Nice!
Sampai di titik ini tidak ada yang salah. Saya tegaskan sekali lagi tidak ada yang salah. Memang inilah road map yang menjadi "template" sebagian besar motivator dan inspirator yang ada sekarang.
Ide -> Sebarkan melalui social media -> Terbitkan buku -> Road Show -> Liputan Media -> Seminar/Workshop.
Bedanya adalah "motivator asli" idenya muncul dari keberhasilan dan pengalaman profesional yang sudah dijalaninya selama bertahun-tahun. Sedangkan "motivator abal-abal" biasanya hanya mencomot dasar-dasar ilmu dari suatu "niche market" (ceruk pasar) yang tersebar banyak di internet. Soal pengalaman? Nanti dulu. Yang terpenting bagi mereka adalah membentuk "trust" dari para followernya.