Jam menunjukkan pukul 3 sore, ketika ruas Jalan Mampang Raya mulai padat. Sedikit gerimis, membuat pesepeda motor memacu kendaraannya lebih cepat dari biasa.
Saya yang juga naik motor, memilih ambil jalan 'tikus' melalui jalanan kampung dan gang-gang sempit. Tujuannya ingin segera sampai rumah tanpa perlu dihadang kemacetan di lampu merah. Rebahan sebentar lalu mandi dan menjemput bocah pulang sekolah.
Tetapi ketika saya mengecek layar hape, ada pesan masuk ke jaringan pribadi. Pesan yang disertai hasil screenshoot obrolan di group WA Makmak yang cuma beranggotakan 5 orang. Entah apa urgensinya dibikin group waktu itu. Tetapi memang isi obrolannya tidak akan jauh dari seputar urusan anak-anak dan bercandaan gaya makmak.
Kembali ke masalah pesan pribadi, saya mengamati hasil screenschoot dari group sebelah yang kebetulan kami berlima juga ada.Â
Sebenarnya tidak terlalu serius persoalannya, tetapi ketika badan saya masih lelah dan membaca pesan tersebut, tanpa pikir panjang saya berkomentar di group. Komentarnya datar saja menurut saya. Masih disertai emoji tertawa, tersenyum dan gambar tangan menelungkup tanda minta maaf. Seperti biasa, gaya bercanda antar makmak yang sudah sekian lama terikat dalam satu group WA.
Entah mengapa, tiba-tiba satu makmak tersinggung dan tanpa babibu langsung memutuskan keluar dari group.Â
Saya, masih sempat bercanda mengomentari niatnya keluar dari group. Tapi fatal, candaan saya ternyata dimasukkan dalam ranah super serius. Emoji yang melekat berderet-deret tidak dianggap sebagai sebuah bahasa yang mewakili sikap dan gestur tubuh saya.
Tidak sampai 10 menit, group WA yang sudah berusia hampir dua tahun itu pun bubar. Satu persatu anggotanya keluar. Termasuk saya pun akhirnya minta ijin keluar. Terakhir tinggal admin saja yang jadi penunggu group. Hahahaha
Merasa saya jadi sumber masalah, akhirnya saya mengalah menghubungi si makmak yang tersinggung berat melalui jaringan pribadi. Tapi apa daya, si makmak yang ngambekan itu memilih tidak membaca pesan saya. Bisa jadi chat saya langsung dihapus. Yang ada kemudian, si makmak ini bikin status yang aneh-aneh, curhat tak berkesudahan, sambung menyambung. Berderet-deret status WA-nya, macam cerbung.
Menjelang malam, si admin japri saya. Meminta nggak usah diungkit dulu persoalan bubaran group. Biar adem dulu katanya. Saya yang memang memutuskan untuk cuek setelah mencoba meminta maaf pun setuju.
Bagi saya persoalan memang sudah selesai. Toh tidak ada yang dirugikan dengan chat bercandaan saya, kecuali hanya merasa tersinggung. Fisik masih utuh, nama baik juga tidak tercemar, hahahaha. Pokoknya amanlah, menurut versi saya. Jika kemudian ada yang memutuskan memutus tali silaturahmi, itu pilihan yang bersangkutan.
Hingga pagi harinya, ketika saya berangkat kerja, makmak yang lain menghubungi saya, mengajak ngobrolin soal bubarnya group. Saya yang sudah memutuskan untuk menutup konflik kecil ala makmak mencoba menghindar.Â
Maaf ya mak. Bagi saya, berteman itu tidak perlu dibumbui rasa baperan. Repot kalau baperan, kalau gampang tersinggung. Namanya makmak, kerjaan numpuk, lelah pasti. Kalau ada salah kata pasti sudah biasa. Apalagi kalau momennya tidak pas datangnya, mood lagi rusak atau badan serasa dicabik-cabik. Mau dikata apa?
Siang kemudian, pesan japri masuk ke hape saya. Tapi bukan dari makmak yang ngambek. Pesan datang dari sang admin. Ngomong persoalan anak-anak, sharing dan tidak mengungkit bubarnya group WA. Saya masih menanggapi dengan datar. Wajarlah, saya trauma. Takut ketularan baperan..Kwkwkwkwk,
Saya yang dihadapkan pada pekerjaan yang numpuk, tugas yang bererot, rasanya tidak punya waktu lagi untuk sekadar menanggapi persoalan kecil yang begituan.
Ini sebetulnya kisah riak kecil, konflik sepele yang bukan sekali dua kali muncul dalam group makmak. Sudah berulang kali, dan beberapa kali pula, ada saja makmak yang mengancam akan keluar group. Lucunya, ancaman yang datang berulang itu baru terealisasi sekarang. Dan itu malah dari person yang berbeda, pokoknya lucu.
Akhirnya, saya pun merenung. Pelajaran berarti buat saya. Pertama, jangan menanggapi obrolan di group WA ketika memang lagi tidak ada waktu luang, apalagi badan sedang lelah dan mood berantakan. Takutnya yang keluar malah menyinggung rasa anggota lain.
Kedua, tak perlu tergesa-gesa menyelesaikan konflik jika memang tidak terlalu serius dan menyangkut hajat hidup orang banyak. Biarkan saja, sampai suasana dingin dan kepala sudah tidak lagi mendidih. Menyelesaikan persoalan dalam suasana kepala dingin hasilnya akan jauh berbeda dibanding menyelesaikan masalah dalam suasana tergesa-gesa. Apalagi ini antar makmak.
Ketiga, bersiaplah untuk mengalah jika menghadapi salah satu atau dua anggota group yang baperan. Mengalah dan minta maaf bukan berarti kita kalah. Kadang menjadi bijaksana jauh lebih penting untuk menjaga tali silaturahmi.
Keempat, jangan memperpanjang masalah jika memang berpotensi melebar ke mana-mana. Lebih baik diam dan diam, kalau perlu tidak usah baca chat dengan orang-orang yang berkonflik. Tunggu beberapa hari sampai mood anggota group kembali pada rel yang benar.
Kelima, bersikap biasa dan berkegiatan normal dan anggap konflik itu hal biasa pada setiap hubungan pertemanan. Alihkan perhatian kita ke hal-hal yang lebih penting. Jika memang masih saling membutuhkan, group akan kembali normal seperti semula. Berbeda jika memang sudah tidak saling membutuhkan, maka bersiap dan berbesar hati kalau harus kehilangan group.
Keenam, jangan sesekali memblokir kontak orang yang sedang berkonflik dengan kita. Keputusan memblokir hanya akan membuat suasana menjadi semakin tidak kondusif, malah bisa memperkeruh dan memperpanjang persoalan.
Ketujuh, tetap bertegur sama jika berjumpa. Meski harus mendapatkan respon tidak mengenakkan, tidak masalah. Tuhan tahu niat baik kita.
Kedelapan, jika dengan berbagai cara yang demikian ternyata konflik tak kunjung selesai dan si baperan malah menempatkan kita sebagai musuh barunya, maka jangan bermimpi untuk kembali menjalin pertemanan. Sudahi dengan kata maaf dan maaf. Hubungan pertemanan yang penuh toxic sungguh bukan hubungan pertemanan yang menyehatkan. Lebih baik hindari agar tidak menguras energi.
Kesembilan, tetapi berpikir positif terhadap teman yang baperan. Bisa jadi si teman memang sedang banyak masalah, sedang lelah hayati, atau sedang buruk mood-nya. berpikir positif akan membuat kita lebih nyaman dan bisa menerima kondisi apapun terkait nasib kelanjutan dari group.
Kesepuluh, berhati-hati membuat group pertemanan. Bercerita yang sewajarnya ketika sudah masuk dalam sebuah komunitas atau group. Jangan membicarakan topik di luar kepentingan komunitas atau group. Bercanda lebih baik dilakukan jika berjumpa secara offline alias luring. Sebab nyatanya emoji yang bertebaran di group WA yang bisa kita manfaatkan, nyatanya tak mampu mewakili gestur tubuh dan sikap kita di dunia nyata. Percayalah, berkomunikasi langsung akan jauh lebih mudah untuk membaca gestur seseorang.
Demikian, semoga bermanfaat untuk para makmak yang rentan baperan, rentan terlibat konflik sepele.
Mampang Prapatan 100 Oktober 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H