Kalau urusan berjumpa bahkan reunian dengan sesama supporter bola, apakah di era digital seperti ini euphoria itu tidak bisa dialihkan melalui teknologi? Entahlah. Mungkin rasanya beda ya. Tetapi ketika menjadi penggemar bola, kemudian rela menyambangi tempat tanding yang notabene mungkin jauh, waktunya malam pula, saya tetap belum bisa memahami.Â
Bagi saay aitu rugi waktu, rugi biaya dan ditambah lelah fisik juga. Toh hasilnya akan sama saja, antara ketika kita datang menonton langsung atau sekadar melalui layar kaca. Sekali lagi maaf ya, ini karena saya memang bukan penggemar bola. Â Jadi, mohon jangan tersinggung bagi para penggemar bola.
Kejadian kerusuhan antar supporter yang tidak hanya sekali dua kali terjadi, menurut saya memang perlu jadi catatan penting dalam dunia persepakbolaan. Era digitalisasi, cara menonton dan cara mengungkapkan euphoria bola mungkin juga harus dicarikan format baru, yakni format yang membuat supporter dan pemain lebih aman dan nyaman tanpa mengurangi esensi permainan bola itu sendiri.
Insiden Arema vs Persebaya ini mestinya menjadi tonggak dimulainya pembenahan formulasi permainan bola. Jangan menunggu insiden demi insiden lainnya terus berulang Kembali. Tetaplah Kembali kepada eesensi semula bahwa permainan bola semestinya menghasilkan rasa gembira dan bukan cucuran air mata apalagi melayangnya nyawa. Terlalu mahal jika hanya untuk bola, ratusan nyawa manusia harus jadi tumbalnya. Demikian..sekali lagi, ini pandangan dari orang yang memang bukan masuk golongan penggemar bola.
Mampang Prapatan 2 Oktober 2022